Haruka benar-benar merasa seluruh tubuhnya sakit usai perkelahiannya dengan Bakuto. Rencananya, ia akan kembali datang ke Daycare untuk membujuk Ryunosuke agar temannya itu mau kembali ke Asakusa bersamanya, tetapi hanya untuk bangun dari futon miliknya saja ia tidak sanggup. Setelah supir Nakazawa Naofumi mengantarnya sampai ke apartemen, Haruka langsung bergelung dalam selimutnya dan tidur. Ia benar-benar lelah dan mengantuk, apalagi setelah diberi makanan enak oleh Nakazawa Naofumi secara cuma-cuma. Manusia dengan uang terbatas sepertinya pastilah tidak akan menyia-nyiakan hal itu meski sedikit merasa sungkan.
Haruka memegangi kepalanya yang sakit. Bagian itu terasa berdenyut kuat sejak ia membuka mata di pagi buta. Tenggorokan Haruka terasa benar-benar kering dan ingin minum air, namun ia benar-benar malas untuk mengangkat kepalanya. Di saat sakit seperti ini, akan lebih baik jika Harumi ada bersamanya. Kakak perempuannya itu akan mengurus Haruka sampai benar-benar sembuh meski dibarengi dengan omelan khasnya.
Merasa tidak tahan dengan rasa tidak nyaman di tenggorokannya yang kering, Haruka memaksakan diri untuk bangun dari futon miliknya dan segera mengambil air. Kepalanya berdenyut semakin parah dan Haruka bahkan sampai harus berpegangan pada dinding agar tubuhnya tidak oleng dan jatuh. Haruka sudah lama tidak merasa begitu sakit. Terakhir kali ia tidak sanggup bangun adalah lima tahun silam pasca pengeroyokan yang dilakukan oleh orang-orang Bakuto. Sekarang, ia kembali sakit dengan cukup parah juga karena Bakuto. Rasanya, tidak akan ada hal baik yang terjadi jika Bakuto masih ada di dunia ini.
Haruka baru saja meminum seteguk air putih yang ia ambil dengan susah payah ketika bel apartemennya berbunyi. Ia mengumpat pelan dan nyaris membanting gelasnya. Susah payah Haruka berjalan untuk sampai ke pintu depan. Ia benar-benar ingin memukul siapa saja yang dengan seenaknya mengganggu dirinya yang sedang sakit. Awas saja jika tidak ada kepentingan mendesak. Haruka akan benar-benar menghajarnya.
“Apa keperluanmu, cepat katakan atau aku—“
Haruka melebarkan matanya ketika mendapati Ryunosuke berdiri di depan pintu. Pemuda itu langsung menyentuh dahinya dan menerobos masuk bahkan sebelum Haruka mempersilahkannya.
“Tunggu, oi Ryu-chan apa yang kau lakukan?” Seru Haruka protes.
“Harumi-san mengatakan padaku bahwa kau sakit. Dia memintaku untuk memeriksa apakah Adiknya masih hidup atau sudah membusuk menjadi mayat.”
Haruka merengut. “Dasar, Kakak macam apa dia itu.” Keluhnya.
“Jadi, kenapa kau tetap berdiri di sana dan tidak kembali ke futon-mu?”
Haruka segera kembali berbaring di atas futon miliknya ketika denyut di kepalanya kembali terasa menyiksa. Helaan napas berat ia keluarkan bersamaan dengan kepalanya yang menyentuh bantal. Ryunosuke menghampirinya dan duduk di samping futon miliknya. Pemuda itu memandangi keadaan Haruka dengan kening mengerut.
“Apa yang kau lakukan kemarin?”
“Huh?”
“Setelah pergi dari Daycare, apa yang kau lakukan kemarin sampai kau jatuh sakit?”
Haruka menggeleng, susah payah untuk tidak sampai kontak mata dengan Ryunosuke. “Tidak ada apa-apa, hanya beberapa wawancara kerja sambilan.”
“Kau yakin?”
“Hm.”
“Jadi, bisa kau jelaskan mengapa wajahmu memar-memar seperti itu? Oh, jangan lupakan pula perban-perban di tubuhmu itu. Haru, apa yang kau lakukan kemarin?”
Haruka meneguk ludahnya susah payah. Ryunosuke dalam mode curiga selalu membawa ketakutan tersendiri untuknya. Dia sangat mirip dengan Harumi ketika curiga, dan Haruka benar-benar tidak bisa menang melawan keduanya. Sial sekali karena Harumi lebih suka memihak Ryunosuke daripada Adik kandungnya sendiri. Seharusnya Haruka bisa tidur dengan tenang sampai sakit kepalanya sembuh, tetapi kedatangan Ryunosuke yang merupakan ide Kakaknya membuat Haruka semakin tidak tenang dan sakit kepala.
“Haru, kau berkelahi huh?”
“Itu, aku—“
“Jangan beralasan. Siapa yang kau lawan?”
Haruka merengut. “Iya aku mengakui kalau aku berkelahi, tetapi aku melakukannya karena terpaksa. Lagipula, aku tidak melakukannya di dekat Daycare. Anak-anak kesayanganmu itu tidak akan melihat apa yang kulakukan.”
“Siapa yang kau lawan?” Ulang Ryunosuke lebih tegas.
“Bakuto.”
Haruka melihat dengan jelas perubahan ekspresi Ryunosuke. Pemuda itu tampak tegang ketika Haruka menyebut nama Bakuto di hadapannya.
“Hanya tiga orang. Mereka tiba-tiba muncul dan menanyakan dirimu, jadi aku bilang bahwa aku tidak tahu. Lalu, yeah… kau tahu selanjutnya bagaimana. Ryu-chan, selama lima tahun kau di Shibuya, memangnya mereka masih saja mengejarmu?”
Ryunosuke menggeleng. “Mereka tidak tahu aku di mana. Lain kali, jika kau bertemu dengan orang-orang Bakuto lagi, jangan pernah ladeni mereka. Segera lari selama ada kesempatan.”
Haruka menaikkan sebelah alisnya bingung. “Kenapa? Aku juga bukannya tidak bisa melawan mereka.”
“Kau memang tidak bisa. Bercerminlah dan lihat penampilanmu saat ini. Itulah yang akan kau dapat jika berurusan dengan Bakuto. Suatu saat, mereka mungkin bisa saja membunuhmu.”
Haruka mendecak. Ia memijat pelan kepalanya yang berdenyut. “Ne, Ryu-chan, sebenarnya kemarin ada seorang pria yang menolongku.”
“Huh?”
“Pria itu memiliki wajah cantik dengan rambut panjang sampai pinggang. Dia selalu memakai yukata. Namanya Nakazawa Naofumi. Oh, dia juga membawaku ke rumahnya dan memberiku pengobatan gratis.”
“Haru, Nakazawa Naofumi yang kau maksud bukan pemimpin Tekiya ‘kan?”
“Ryu-chan, kau tahu?”
Ryunosuke mengusap wajahnya. “Haru! Tidak cukupkah kau bermasalah dengan Bakuto? Sekarang kau juga berhubungan dengan Tekiya? Apa kau tidak tahu jika Bakuto dan Tekiya bermasalah satu sama lain?”
Haruka menggaruk tengkuknya. “Aku tahu. Tapi Tekiya berbeda dengan Bakuto. Buktinya Naofumi-san menolongku kemarin. Ah, dia juga menawarkan untuk melatihku agar menjadi lebih kuat supaya aku bisa mengalahkan Bakuto dan balas dendam pada mereka.”
Ryunosuke menyentil pelan dahi Haruka. “Kau beruntung sedang sakit, aku benar-benar ingin memukul kepalamu agar kau tidak terlalu bódoh. Mereka itu yakuza, Haruka! Tidak ada yakuza yang baik di dunia ini. Apapun yang ditawarkan oleh Tekiya, jangan pernah mengambilnya. Jangan berurusan apapun dengan Tekiya. Jika Nakazawa Naofumi menemuimu lagi, abaikan dia.”
Haruka meringis. Sudah pasti Ryunosuke akan bereaksi demikian ketika ia tahu bahwa Haruka sempat bersama Tekiya. Ryunosuke tampaknya benar-benar membenci yakuza karena memiliki banyak pengalaman buruk dengan mereka. Tidak terhitung lagi berapa banyak kelompok yakuza yang mengganggunya karena menginginkan Ryunosuke untuk bergabung dengan mereka. Sama seperti Bakuto, kelompok yakuza lainnya pasti sangat membuat risih. Bedanya, Bakuto pantang menyerah dan mendeklarasikan diri bahwa mereka selalu mendapatkan apapun yang mereka inginkan.
“Ryu-chan, bukankah ini kesempatan yang bagus? Tekiya dan Bakuto bermusuhan. Jika kita bergabung dengan Tekiya untuk sementara waktu, kita bisa memiliki kesempatan untuk mengalahkan Bakuto. Lagipula, Naofumi-san bilang dia tidak memaksa ketika merekrut orang lain. Jika aku menolak, mereka tidak akan mengejar-ngejar diriku seperti Bakuto mengejarmu.”
“Dan kau percaya?” Ryunosuke terkekeh pelan. “Itulah mengapa aku tidak bisa membiarkanmu berhubungan dengan yakuza.”
***