bc

Bismillah ... Aku Melamarmu Untuk Suamiku

book_age16+
1.7K
FOLLOW
12.5K
READ
BE
fated
heir/heiress
drama
mystery
loser
city
harem
affair
like
intro-logo
Blurb

Jika kebanyakan wanita enggan bahkan menolak untuk dipoligami, beda dengan Hanum Azzahra yang justru melamar Arini Saraswati yang notabennya adalah mantan pacar suaminya, Bagas Maulana Adjie, untuk menjadi madunya. Menurut Hanum, pernikahan itu merupakan sebuah ibadah dan apa yang dia miliki semuanya adalah titipan dari-Nya.Kehadiran Arini yang sakit-sakitan mengharuskan Bagas untuk selalu menjenguknya, tentunya dengan mengantongi izin Hanum. Dan kini sebagian orang sudah memandang sebelah mata atas rumah tangga Hanum dan Bagas, membuat Hanum takut jika Bagas dan Arini akan menerima fitnah. Hingga Hanum memutuskan melamar Arini untuk suaminya.Bagaimana kisah rumah tangga mereka selanjutnya?Apakah Hanum benar benar ikhlas berbagi suami dengan Arini?Yuk kita ikuti terus cerita mereka, hanya di Innovel/Dream?.Jangan lupa tap love, follow, dan tinggalkan jejak di kolom komentae ya??

chap-preview
Free preview
Hidup di tengah-tengah kita
Bagas baru saja datang menjenguk Arini, sudah beberapa hari ini setiap pulang kerja Bagas akan menyempatkan untuk menjenguk Arini. Itu pun sudah atas izin Hanum, istri Bagas tentunya. Arini dulunya adalah kekasih Bagas di masa kuliah mereka, namun Arini pergi meninggalkan Bagas tanpa berpamitan dan disaat cinta bagas kepadanya sedang menggebu gebu. Beberapa hari yang lalu orang tua Arini mendatangi rumah Bagas memberitahukan jika Arini sedang sakit keras dan saat ini Arini sangat membutuhkan Bagas. Ibu Arini menceritakan bahwa setiap harinya Arini terus mengigau nama Bagas, hingga akhirnya Dokter yang merawat Arini menyarankan agar Arini dapat dipertemukan dengan yang dimaksud. Mungkin dengan kehadiran orang tersebut mampu memberikan semangat hidup untuk memulihkan kesehatan Arini. Orang tua Arini pun mengikuti saran dokter dan memohon agar Bagas mau menyempatkan diri untuk menjenguk Arini. Dan benar saja ketika Bagas datang menjenguknya, keadaan Arini semakin hari semakin membaik. "Bagaimana keadaan mbak Arini, Mas?" tanya Hanum, istri Bagas, yang lagi menyiapkan pakaian ganti untuk Bagas. "Alhamdulillah sudah mendingan dari keadaan kemarin waktu kita kesana pertama kali, Sayang," jelas Bagas sambil membuka kancing lengan kemejanya serta melonggarkan dasinya. "Alhamdulillah, syukur kalau begitu, Mas. Hanum senang mendengarnya," tutur Hanum. "Aku sangat bangga memiliki istri seperti kamu, kebesaran hati kamu yang mengizinkan aku menemuinya sudah membantu kesembuhannya," ucap Bagas sambil memeluk Hanum dari belakang dan menumpukan dagunya di bahu Hanum. Hanum pun mengelus punggung tangan suaminya yang melingkar di perutnya. "Sudah mandi dulu gih, keburu dingin nanti airnya. Sudah Hanum siapkan air panas loh," ucap Hanum kemudian sambil mengurai pelukannya. "Masih kangen loh ini, pengen peluk cium dulu dengan istriku yang paling cantik, paling baik, paling hebat sedunia," rengek manja Bagas. "Gombal deh. Udah sana mandi dulu gih, Mas. Lagian Hanum juga mau siapin makan malam buat kita." "Iya iya aku mandi deh." Tapi sebelum ke kamar mandi Bagas mencuri ciuman di bibir Hanum, membuat pipi Hanum merona. Usia pernikahan mereka memang sudah menginjak angka sepuluh tahun. Namun perhatian dan perlakuan Bagas tidak pernah berubah pada Hanum dari sejak awal penikahan mereka sampai saat ini. Keduanya saling mengerti dan memahami, jarang sekali diantara keduanya terjadi selisih paham, bahkan selalu terlihat harmonis. Membuat siapa pun yang melihatnya menjadi iri pada pasangan ini. Sebelum turun ke dapur, Hanum mampir dulu ke kamar anak kembarnya. "Anak anak Bunda lagi apa nih?" tanya Hanum ketika membuka pintu kamar si kembar. "Sofi lagi main barbie, Bunda," jawab anak gadis Hanum. "Sofyan lagi main spideman, Bun." Anak laki laki Hanum tidak mau ketinggalan menjawab pertanyaan Bundanya. "Iya sudah, main saja dulu. Tapi nanti kalau jarum jam yang panjang sudah diangka lima, kalian turun ya, kita makan malam bersama," tutur Hanum pada kedua anak anaknya. "Masih lama kan ya, Bun? Ini aja baru di angka dua jarum jam yang panjang," ucap Sofia. Hanum pun mengangguk mengiyakan. "Ayah sudah pulang, Bun?" tanya Sofyan. "Sudah, tuh lagi mandi ayahnya," jawab Hanum. "Ayah lembur terus ya akhir akhir ini, Bun? Kok pulangnya malam terus? Biasanya paling lambat pulang jam lima sore, nah ini pulangnya selalu jam tujuh atau jam delapan malam. Sudah hampir seminggu kita tidak sholat berjama'ah sama Ayah," protes Sofyan. "Iya, ayah akhir akhir ini lembur terus, Nak." Bohong Hanum sambil mengusap lembut kepala anak lakinya. "Ya sudah Bunda ke bawah dulu ya mau siapin makan malam," ucap Hanum kemudian. Lantas meninggalkan kamar si kembar. Tidak tega sebenarnya Hanum membohongi anak anaknya, namun Hanum juga tak bisa mengatakan bahwa ayah mereka sedang menemani Arini yang sedang sakit. Mereka adalah anak anak yang cerdas, mereka pasti akan menanyakan sampai ke akar siapa sosok Arini itu. Entah sampai kapan Hanum akan terus membohongi anak anaknya, Hanum selalu sedih jika mengingatnya. Sambil mengaduk sayur lodeh labu siam, Hanum terus memikirkannya, sampai tak sadar jika suaminya sudah memeluknya dari belakang. "Hey, kenapa ngelamun, hem?" tanya Bagas. "Ah, enggak kok, Mas. Aku gak ngelamun." Bohong Hanum. "Perutku udah laper nih, belum mateng kah makanannya?" "Oh iya sudah kok, Mas." Hanum pun langsung mematikan kompor dan dibantu Bagas menyiapkan hidangan di meja makan. Mereka pun makan malam dengan diselingi canda tawa si kembar seperti biasanya. Setelahnya mereka nonton tv bersama di ruang keluarga. Sengaja tv hanya ada di ruang keluarga saja, agar mereka bisa menonton bersama sehingga keharmonisan rumah tangga dapat selalu terjaga. Keesokan harinya setelah sholat subuh berjama'ah Hanum bergegas menyiapkan semua keperluan Bagas dan anak anaknya, lalu setelahnya dia akan membersihkan rumah. "Bersih bersih sudah, tinggal masak nih," ucap Hanum bermonolog. Ketika membuka kulkas ternyata bahan bahan di kulkas banyak yang sudah habis. Tadi Sofia minta dibuatkan sup sehat, sedangkan di kulkas tidak ada bahan untuk buat sup. Mumpung masih setengah enam pagi, mending Hanum belanja dulu ke tukang sayur keliling yang biasa nangkring di depan gang. In Syaa Allah masih nutut untuk belanja dan masak. Lagian suami serta anak anaknya masih berangkat nanti jam setengah delapan. Kebetulan di sekolah si kembar saat ini sedang ada acara dan siswa siswinya masuk di jam delapan. "Bang, tolong racikkan sayur sop lima ribu saja sama sosis yang kemasan seperempat ya, Bang," pinta Hanum pada abang tukang sayurnya. "Okey, siap Mbak Hanum," ucap si abang. "Eh, Num," panggil salah satu ibu ibu yang juga sedang belanja. "Iya, Bu?" "Bener ya mantan pacar suami kamu yang namanya Arini itu katanya balik lagi setelah sekian purnama pergi tanpa kabar?" Dengan ragu Hanum menganggukkan kepalanya. Hanum jadi heran mengapa gosip itu gampang sekali menyebar. "Terus terus, katanya sekarang lagi sakit dan sempat di rawat di rumah sakit Mawar Husada. Terus isunya berkat Bagas yang selalu menjenguknya, sekarang keadaannya semakin membaik ya katanya?" Timpal ibu satunya lagi yang bernama bu Hani. Kembali Hanum mengangguk kepalanya. "Katanya lagi suami kamu disuruh jenguk si Arini itu tiap hari ya soalnya si Arini itu terus ngigau nama suami kamu?" Kembali ibu yang pertama tadi yang bernama bu Sri menimpali lagi. "Kami tahu kamu itu hatinya sangat baik, tapi jangan bodoh juga kali, Num, sampai sampai merelakan suami bertemu dengan masa lalunya," lanjut ibu Sri. "Iya, Num. Kamu jangan bodoh deh, kalau mereka sering ketemu pasti tidak menutup kemungkinan mereka akan balikan loh," timpal ibu Lia. "Saya percaya kok sama suami saya, Bu," jawab Hanum kemudian. "Eh, dengerin ya, meskipun kamu percaya sama suami kamu, tapi kamu kan tidak tahu apa yang mereka lalukan di belakang kamu toh?" Ucapan ibu Lia kali ini mampu menusuk hati Hanum dan Hanum membenarkan ucapan itu. Tapi Hanum percaya ada Allah yang selalu mengawasi suaminya dan Hanum selalu meyakinkan hatinya bahwa Bagas tidak akan menghianatinya. "Sudah banyak loh kejadian suami nikung di belakang istri, apalagi ini yang terang terangan sudah diijinin sama istrinya, pasti kesempatan banget tuh, iya gak Ibu Ibu?" imbuh ibu ibu yang lain dan dibenarkan oleh yang lain. "Maaf Ibu Ibu, saya sudah selesai belanja, saya permisi duluan." Hanum pun buru buru pergi. Jujur saja sedikit banyak pikirannya terhasut omongan ibu ibu barusan. Sambil masak, Hanum memikirkan ucapan ucapan ibu ibu di tukang sayur tadi. Hanum bingung apa yang harus dia lalukan. Dia ingin melindungi suaminya dari segala prasangka dan fitnah kejam orang orang. "Ya Allah, bagaimana ini? Beri aku petunjuk-Mu Ya Allah." Sarapan pagi hari ini pun Hanum tak ada selera, moodnya benar benar kacau pagi ini. "Bunda kenapa makanannya hanya diaduk saja?" tanya Sofyan yang sedari tadi memperhatikan bidadari tak bersayapnya itu seperti tak selera makan. "Biar tercampur semua, Sayang," jawab Hanum bohong. "Tapi di piring Bunda hanya ada nasi doang loh, apanya yang mau dicampur?" Kini si cantik Sofia menimpali. "Oh iya, Bunda pikir sudah masukin sayur supnya, ternyata belum ya?" ucap Hanum sambil tertawa garing. Bagas memegang tangan Hanum dengan lembut sambil tersenyum memberikan kekuatan untuk Hanum. Kendati Bagas tidak tahu apa yang sedang dipikirkan Hanum, tapi Bagas berusaha untuk memberikan semangat dan kekuatan untuk Hanum. Hanum pun membalas senyum Bagas dengan senyum terbaiknya. "Bunda, Ayah tambahin ayam di piringnya mau?" Tawar Bagas untuk mencairkan suasana. "Boleh, Yah," jawab Hanum mengiyakan. Sarapan pun usai, Sofia dan Sofyan sudah dijemput mini bus sekolah dan Bagas pun sudah berangkat kerja. Kini Hanum tinggal sendiri di rumah. Hanum kemudian membereskan meja makan dan dapur yang masih berantakan. Tiba tiba benda pipih di saku Hanum berbunyi dan ternyata ada panggilan video masuk dari Bagas. "Asslamu'alaikum, Mas," ucap Hanum setelah memencet gambar gagang telfon di layar hpnya. "Wa'alaikum salam warahmah, aku sudah sampai kantor, Sayang," jawab Bagas di seberang. Sudah jadi kebiasaan Bagas untuk mengabari istrinya ketika sampai di kantor. "Alhamdulillah kalau sudah sampai, Mas." "Em, ada yang mau diceritakan gak sama Mas?" Hanum menggeleng. "Yakin?" Tanya Bagas memastikan. "Iya, Mas, yakin kok." Hanum menampilkan senyum manisnya untuk meyakinkan Bagas. "Ya sudah kalau tidak mau bercerita sekarang, Mas tunggu sampai kamu siap bercerita. Yang penting apapun yang mengganggu pikiran kamu, Mas minta jangan terlalu dimasukan ke hati dan jangan ditanggung sendiri. Ada Mas yang selalu siap sedia disamping kamu sampai kapan pun," tutup Bagas. "Iya Sayang, sudah gih kerja sana," suruh Hanum. Lantas mereka mengakhiri video call mereka dengan ucapan salam lagi. Malam harinya jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam, namun Hanum belum bisa terjun ke alam mimpi. Tangan kekar Bagas yang melingkar di atas perutnya ia pindah perlahan agar dia bisa merubah posisi tubuhnya jadi telentang. Lagi lagi tak merubah apapun, matanya mungkin sudah mengantuk dan tubuhnya pun lelah ingin segera beristirahat. Namun pikirannya masih traveling ke kejadian pagi tadi, obrolan ibu ibu tadi ditukang sayur terus terngiang ngiang di benaknya. Hanum memutuskan untuk duduk bersenden di sandaran dipan, dan ternyata pergerakannya mengganggu tidur sang suami. Bagas akhirnya ikut terbangun, dilihatnya sang istri yang seperti orang sedang gelisah. “Kok belum tidur? Ada apa?” tanya Bagas dengan suara khas orang bangun tidur. “Loh, Mas kenapa terbangun? Hanum sudah mengganggu tidur, Mas, ya? Maafin Hanum ya, Mas!” ucap maaf Hanum. Bagas menetralkan deru napasnya dan ikut bersandar di sandaran dipan. “Selama sepuluh tahun pernikahan kita, baru kali ini aku menangkap kegelisahan yang teramat sangat dalam diri kamu. Ada apa sebenarnya? Apa penyebabnya karena setiap hari aku menjenguk Arini? Jika iya, aku tak akan menemuinya lagi,” putus Bagas kemudian. “Demi Allah Hanum tidak mempermasalahkan jika Mas menjenguk mbak Arini. Hanum sangat paham dengan keadaan mbak Arini, saat ini dia benar benar sangat membutuhkan, Mas, dan Hanum ikhlas mengizinkan Mas untuk menemuinya,” jelas Hanum. “Lalu?” walau hanya dengan pertanyaan yang singkat, Bagas yakin Hanum paham. “Tadi pagi waktu aku belanja ke tukang sayur, ibu ibu disana sedang membicarakan tentang Mas yang akhir akhir ini sering menjenguk Mbak Arini. Mereka memandang sebelah rumah tangga kita Mas. Jujur saja, aku takut Mas dituding fitnah,” jelas Hanum. "Kamu percaya sama Mas, kan?" Tanya Bagas. "Hanum percaya, Mas, bahkan sangat." "Kalau gitu, tidak usah pikirkan omongan orang. Aku menemui Arini atas izinmu dan demi Allah aku tidak pernah berkhianat di belakangmu. Seperti ucapanmu ketika aku menolak untuk menjenguk Arini kala itu, bahwa kita harus saling membantu sesama muslim Lillahi Ta'ala. Jika kamu memang tidak lagi ingin aku menemui Arini, aku tidak akan ke rumahnya lagi. Aku tidak ingin rumah tangga kita jadi taruhannya," jelas Bagas. “Sungguh Hanum tak ada niat begitu, justru Hanum punya saran untuk jalan keluarnya. Mas, -“ Hanum menggantung ucapannya, dia masih ragu untuk mengatakan saran yang sedari tadi ia pikirkan dengan sangat matang. Bagas sendiri sudah menunggu Hanum melanjutkan ucapannya. "Bagaimana kalau Mas menikahi mbak Arini saja?” ucap Hanum kemudian. Sebenarnya hatinya sakit saat mengucapkannya, namun ini semua dia lakukan untuk kebaikan bersama. “Kamu jangan mengigau, Sayang. Sudah ayo tidur, besok aku ada meeting dengan client penting dari luar kota jadi harus bangun pagi pagi sekali,” tutur Bagas beralasan karena ingin mengakhiri obrolannya dengan Hanum. Lantas merebahkan tubuhnya dan pura pura memejamkan kedua matanya. “Mas, Hanum bersungguh sungguh dengan ucapan Hanum barusan. Hanum tidak ingin orang orang memandang sinis terhadap Mas dan akhirnya mereka menyebar fitnah atas Mas dan mbak Arini, Mas. Mbak Arini butuh Mas, Anak anak pun butuh kamu Mas. Kami semua butuh kamu, Mas." Mata Hanum sudah mengembun. "Setiap hari Hanum terpaksa harus berbohong pada anak anak setiap kali mereka menanyakan kenapa ayahnya belum pulang dan kenapa ayahnya selalu pulang telat. Biasanya jam lima sore kamu sudah di rumah, sekarang jam tujuh atau jam delapan kamu baru sampai rumah. Walaupun hanya kebohongan kecil, tapi kalau dilakukan terlalu sering itu akan menggunung, Mas. Dan Hanum juga tahu bahwa hidup mbak Arini saat ini bergantung padamu, Mas. Hanum ikhlas jika mbak Arini hidup di tengah tengah kita, Mas. Setidaknya jika Mas menikahi mbak Arini, kita bisa tinggal bersama dan tidak akan ada lagi yang merasa dibagi waktu, terutama anak anak. Nanti kita akan rawat mbak Arini bersama di rumah ini.” Air mata Arini sudah menganak sungai. Sebenarnya Bagas mendengar dengan jelas setiap perkataan Hanum, tapi dia enggan menanggapi. Bagas tidak suka dengan pembahasan istrinya kali ini. Bagas tidak ingin berdebat dengan istrinya, apalagi ini sudah larut. Sesungguhnya tidak ada yang mau berbagi suami, namun jika untuk menolong sesama in syaa Allah Hanum ikhlas Lillahi Ta’ala. Biarkan saja nantinya semua orang menganggap Hanum wanita bodoh, tapi disini Hanum hanya tidak ingin egois. Arini menginginkan Bagas, dia dan anak anaknya pun sangat membutuhkan Bagas. Jika bisa bersama dalam satu atap dapat memangkas jarak dan mempermudah pertemuan agar tak ada yang merasa ditinggalkan serta dapat dijauhkan dari fitnah, mengapa tidak? Hanum tahu bagaimana konsekuensi yang akan dia tanggung nanti atas keputusannya, in syaa Allah Hanum akan mempersiapkan hatinya dengan baik kendati itu sakit.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

CINTA ARJUNA

read
13.1K
bc

Tergoda Rayuan Mantan

read
24.4K
bc

Istri Tuan Mafia

read
17.3K
bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
3.7K
bc

Pembalasan Istri Tersakiti

read
8.3K
bc

Ayah Sahabatku

read
23.9K
bc

Dipaksa Menikahi Gadis Kecil

read
22.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook