Ma-bo 2

1473 Words
"Selamat pagi semua. Selamat pagi tembem." sapa Cila yang baru saja keluar dari kamar dengan penampilan alakadarnya, rambut cepol acak, kaos hitam bertuliskan "we love mommy" kemudian di tutup dengan sebuah celana jeans ketat yang membuat tampilannya makin amburadul. Cila bergabung di meja makan, kini ia tengah asik mengganggu keponakannya yang sibuk dengan sarapan paginya. "Udah, Cil. jangan di ganggu mulu, masih makan itu si Aurel." cegah Agnes yang jengah melihat tingkah Cila yang tidak pernah ada bosannya mengganggu anaknya. "Yaelah, bentaran doang, kak. Lagian si Au gak keganggu juga" "Ya tapi si Au masih makan, nanti kalo keselek, mau aku getok kamu!" Cila mencebikkan bibirnya kesal. Kesenangan pagi ini pun harus pudar. Saat Agnes masih saja setia duduk di kursinya tanpa beranjak, membuat Ia tak bisa menggangu keponakan chubby yang selalu saja membuatnya gemas. Dengan sifat sok cueknya, dan sikap tak peduli dengan sekitar. Belum lagi gaun biru muda yang gadis Cilik itu kenakan, semakin menambah kadar kegemasannya, di tambah rambut ikal yang begitu mirip dengan Milik Si Agnes dan dirinya. Cila akhirnya memilih menghentikan keusilannya, kemudian beranjak dan berdiri di depan kursinya. "Padahal kan gue masih gemes, pengen nguyel pipi chubby nya" grutu Cila pelan, yang tentu saja masih di dengar oleh kakak iparnya. "Lama amat?" Sindir Fisa yang tengah menyuapkan nasi goreng ke mulutnya, melirik putri bungsunya itu sekilas. Cila mengintip si pelaku yang menyemprotnya dengan kata pedas itu, tanpa membalas, kemudian ia duduk tepat di sebelah Agnes kakak iparnya. "Salah sendiri basahi kasur orang" jawanya sembari mengambil nasi di piring, tanpa perlu repot untuk menoleh kearah Fisa. Cila kesal bukan main dengan apa yang di lakukan Fisa. Bayangkan saja, harusnya dia sudah keluar kamar setengah jam yang lalu, tapi yang ada dia malah harus sibuk di kamarnya, bahkan hanya karena mengeringkan kasur yang basah karena kelakuan nyonya besar. Cila harus banyak mengeluarkan tenaga ekstra, hanya untuk urusan paginya, dan semua itu membuat lengan gempal nya terasa begitu pegal. Walau toh malam ini Cila tak akan tidur di kamar itu. Tapi tetap saja kan yang namanya kasur basah kalau di biarkan akan menjadi bau dan berjamur, membayangkan saja sudah membuatnya merinding. Dan yang membuat Cila semakin kesal ialah, tingkah sang nyonya besar yang terlihat tak mau kalah, bahkan dengan santainya mengembalikan ucapan Cila, "Salah sendiri, di bangunin malah kayak kebo" Cila yang baru saja meletakan sendok untuk mengambil lauk langsung menoleh kearah mommy, bersiap membuka mulut untuk mendebat Fisa. Namun belum saja Cila akan membuka mulut, ia harus dengan sigap menutupnya kembali karena deheman seseorang yang duduk di singgah sana kekuasaannya. "Selesaikan sarapan kalian, jangan di biasakan" suara bass yang terdengar tegas itu mampu membuat Cila tertunduk, bahkan bukan hanya Cila, Fisa yang sedari tadi memasang wajah meledek itupun ikut tertunduk, mencari aman dari tatapan tajam Rian. Ibu dan anak itu seolah lupa jika sekarang mereka berada di area di larang berdebat. Mereka menuruti apa yang di katakan Rian, Cila melanjutkan rutinitas di pagi hari, mengisi setok energi untuk menyongsong hari ini. Diam dan hanya suara dentingan sendok yang beradu dengan pasangan setianya, piring yang harus rela menahan rasa sakit karena aduan itu. Cila selesai, menyilang kan sendok dan garpu di atas piring. setelah menenggak air putih hingga kandas, ia segera bangkit tanpa suara, tak lupa menenteng piring kotornya dan meletakan di tempat cucian piring. Lalu kakinya seolah paham akan rutinitas lain di pagi hari. membawanya beranjak menuju pentri, kemudian dengan cekatan, jari lentiknya itu mulai menyendok serbuk putih ke dalam sebuah botol kecil, menuangkan air panas hingga terisi setengahnya kemudian di campur dengan air dingin. dirasa suhunya pas kala di ukur menggunakan tangan, kaki Cila kembali membawa tubuh itu bergerak meninggalkan dapur, berjalan perlahan hingga sampai di depan pintu coklat berwarna pink. Perlahan Cila memutar tuas pintu, mendorongnya pelan hingga terlihat sosok yang masih dengan nyamannya terbelit selimut yang juga berwarna pink. Kedua sudut bibir Cila terangkat dengan indahnya, perlahan ia melangkahkan kakinya untuk masuk, dan kini ia duduk di sisi ranjang, menatap wajah polos yang masih terpejam dengan begitu damainya. Senyum Cila semakin merekah dengan sempurna, tak ada yang lebih membahagiakan baginya selain menatap sosok yang di hadapannya ini. Bahkan kini, tangan kanan Cila terulur perlahan, mengelus lembut puncak kepala itu dengan sayang. "Hey, sayang. Bangun yuk, udah siang nih" suara lembut nan menenangkan itu keluar begitu saja kala menghadapi sosok yang tengah tertidur di hadapannya kini. Suara yang mungkin tidak akan pernah ia keluarkan pada siapapun juga, bahkan kedua orang tuanya. Suara yang memang hanya untuk malaikat di depannya kini. Merasa usahanya tidak akan kunjung berhasil jika hanya memanggil dan mengelus, kini Cila dengan semangat dan gemas mulai menyerang wajah menggemaskan di hadapannya itu, pipi gembul yang hampir sama dengan pipinya, jadi bahan sasaran pertama yang Cila tuju. Menghujami dengan banyak ciuman menggemaskan, bahkan sesekali ia menggigit pipi gembul itu sangking gemasnya. Hanya saja usaha yang Cila kerahkan sepertinya kurang, terlihat jelas dari reaksi malaikat kehidupannya itu yang hanya menggeliat tidak peduli, mengganti posisinya hingga memunggungi Cila. "Dasar, mau ngikutin emak kamu ya, susah bener bangunnya." cibir Cila dengan nada gemas. Kini dengan perasaan yang semakin gemas, Cila mulai menyerang bagian perut sosok yang tengah tertidur itu, mencium menggigit bahkan meniup perut mungil itu hingga mengeluarkan suara seperti kentut. Dan tentu saja usahanya kali ini berhasil. Merasa geli yang tertahan, sosok pemikat hati Cila itu kini mulai membuka matanya, memasang wajah cemberut karena merasa paginya terganggu. "Omy, Caca macih ngatuk." Ucap gadis kecil itu dengan suara sayu. sepasang tangan mungil itu mulai bergerak mengucek matanya, kemudian menatap Cila tanpa mau untuk bangun. Baiklah, jika tadi Cila tidak boleh menggoda keponakan yang tak lain, adalah anak dari kakak kakunya Si Elo. tidak apalah, karena, toh dia masih memilik malaikat mungil yang tidak kalah menggemaskannya dari Aurel, mungkin malah lebih menggemaskan. Karena tubuh gempalnya itu seolah menjadi daya tarik setiap tangan yang gatal untuk memeluknya. Masih dengan senyum yang mengambang, Cila meletakan dot s**u di atas nakas, kemudian ikut merebahkan tubuhnya di sebelah malaikat kecilnya. Memeluk dan memainkan sepasang pipi gembul itu dengan gemas. "Bangun yuk, udah siang loh ini, emang Caca gak mau bangun? gak mau sekolah?" Tak ada jawaban dari Caca, hanya gelengan pelan yang bocah berusia 5 tahun itu berikan. Mengubah posisinya hingga menghadap Cila, kemudian tangan mungilnya itu memeluk leher Cila tanpa mau membuka matanya. "Kok malah meluk mommy? beneran nih gak mau bangun, padahal mommy udah buat s**u loh" "Nanti, aku tu macih ngantuk omy." Cila tersenyum, ia ikut memeluk tubuh Caca, mengelusnya pelan kemudian bersenandung kecil untuk menemani si kecil. Cila paham, bukan ia membiasakan Caca untuk bangun siang, hanya saja semalam Caca mendadak demam dan tak bisa tidur hingga larut. Tangannya kini bergerak perlahan meraih kening Caca guna mengecek suhu badan balita menggemaskan itu. Kini ia bisa bernafas lega karena suhu tubuh Caca sudah turun. "Sayang, bangun yuk ini udah siang banget loh. Nanti Oma marah loh." Cila tak pantang menyerah untuk membujuk Caca agar lekas bangun, dan benar saja baru saja Cila menyebut nama Oma, Caca langsung bergerak, menegakan tubuhnya dan menatap Cila sayu. Cila kembali tersenyum. menyusul dan ikut menegakan tubuhnya, "Nah gitu dong. udah yuk turun, Oma udah nunggu loh" Setelah Caca mengangguk, Cila segera merengkuh tubuh mungil itu dan membawanya kedalam gendongannya dan membawanya turun. Meja makan yang pagi tadi terlihat ramai kini mulai sepi, seluruh anggota keluarga sudah pergi dan menjalani rutinitas seperti biasanya, hanya menyisakan Fisa dan seorang wanita seumuran Fisa yang memang sudah lama bekerja di rumah itu. Sosok yang telah membantu Fisa merawat keempat buah hatinya. "Pagi Oma, pagi tante Mira." Mendengar namanya di panggil, Fisa menghentikan kegiatannya, menoleh kearah sumber suara kemudian tersenyum, meletakan piring di atas tumpukan piring kotor, setelah membilas tangannya ia mendekati cucu kesayangannya. "Hey... cucu Oma udah bangun, sini-sini sama Oma." Fisa mengulurkan tangannya dan langsung di sambut oleh Caca, si mungil itu langsung menyandarkan kepalanya di pundak Fisa, karena masih merasa mengantuk, Caca mulai memejamkan matanya di atas pundak Fisa. Fisa hanya tersenyum, ia mulai menimang dan membawa Caca menjauh dari dapur, meninggalkan dan membiarkan Cila meneruskan apa pekerjaanya tadi. Tidak ada bantahan apapun dari Cila ia hanya menurut, "buat kue lagi mbak?" Tanya Cila saat melihat beberapa bahan di atas meja. Mira yang saat itu tengah mengaduk adonan menoleh sebentar, memberi senyum terbaiknya "iya ca, biasa buat persiapan kalo-kalo kakak kamu kepengen, kan kamu tau sendiri kalo kakak kamu susah di tebak." Caca hanya menganggukan kepalanya, "iya sih, kak Ela emang susah kalo gak di sediain kue cubit." memilih ikut turun tangan, Cila mulai memanaskan cetakan yang akan di gunakan untuk memanggang kue itu. Mengolesi dengan mentega dan menunggu panas. "Udah, Cil. biar mbak saja yang selesain ini" Cila tersenyum maklum, tanpa memperdulikan larangan Mira, tangannya mulai memasukan adonan di atas loyang, "gak papa mbak, sekalian biar Cila belajar juga." toh setelah ini dirinya juga akan membuatkan bubur untuk Caca, jadi lebih baik sekalian membantu saja kan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD