bc

Endless Love (Spin Off 2)

book_age16+
848
FOLLOW
3.3K
READ
fated
arrogant
badgirl
others
bxg
scary
city
first love
like
intro-logo
Blurb

Cerita ini kelanjutan dari cerita "Stuck With Mr. Devil"

Bagaimana jika kau menderita penyakit alzheimer, ketika kau sedang jatuh cinta pada seseorang? Atau bagaimana jika kau tahu, orang yang kau cintai menderita penyakit alzheimer?

Kira-kira keputusan apa yang akan kau ambil? Akankah kau tetap bertahan atau pergi membawa cinta yang akan kau bawa sampai mati?

Follow Ig @Vhiaraya

Cover photo by pexels.com

Design by me

Novel ini dipublikasikan pada 20 Februari 2022

chap-preview
Free preview
1. Elegi POV - Mantan Narapidana
Aku adalah Elegi Vektor. Seorang mantan narapidana karena melakukan tindak kejahatan tabrak lari hingga korban meninggal. Setelah kecurangan yang aku perbuat dengan menjadikan kakak tiriku, Shalom Vektor, menggantikan posisiku di penjara selama satu tahun. Akhirnya kebenaran terkuak. Dan, di sinilah aku sekarang. Hari ini adalah hari pertamaku menghirup udara segar setelah bertahun-tahun mendekam di dalam jeruji besi. Aku berencana pergi ke klub di mana aku sering berkumpul dengan teman-temanku. Tapi sebelum itu, aku harus pulang ke rumah lebih dulu karena kedua orang tuaku sudah datang menjemputku. Lihat saja, Papa dan Mama sudah melambaikan tangannya agar aku bergegas menghampiri mereka. Bahkan, kakak tiriku dan suaminya, Kanagara Candramawa, ada di sini. Pria tampan dan kaya raya yang dulu sangat aku cintai. Terlebih, dengan dua bocah mungil yang ada di tangan kanan dan kirinya. Mereka berdua benar-benar terlihat mirip seperti Shalom dan Kanagara kecil. "Ma, Pa?" sapaku sambil memeluk kedua orang tuaku bergantian. "Akhirnya kita bisa bersama-sama lagi," ujar Mama. "Iya, Ma." "Hai! Terima kasih karena sudah mau datang menjemputku," sapaku pada Shalom dan Kanagara. Rasa-rasanya aku sangat malu pada Shalom setelah apa yang telah aku lakukan padanya dulu. Andai saja dia tidak memiliki hati yang baik bak malaikat. Mungkin saat ini Papa dan Mama tidak akan menaiki mobil mewah ini. Mungkin mereka akan tinggal di jalanan selama aku di penjara. Mereka berdua tersenyum padaku dan menjawab, "Sama-sama, Gi." Kanagara menurunkan putra dan putrinya yang kemudian berlari ke arahku dan memeluk kakiku karena tinggi mereka yang baru sebatas pahaku. "Selamat datang kembali, Aunty," celoteh mereka berdua. Mereka berdua melepaskan diri dan aku bergegas berlutut. "Terima kasih, Sayang. Nama kalian berdua siapa?" tanyaku pada kedua keponakanku ini sambil mencubit pipi mereka gemas. "Aku, Lakeswara Kasha Candramawa," jawab keponakan laki-lakiku. "Kalau aku, Ozawara Kasha Candramawa," jawab keponakan perempuanku. "Lucunya keponakan aunty." Aku memeluk keduanya erat. Setelah ini, aku, Papa, dan Mama pulang ke rumah. Sedangkan Shalom dan keluarga kecilnya langsung pulang ke rumah mereka. Aku berkeliling ke setiap sudut rumahku yang sudah lama aku tinggal. Semua dekorasi dan segala isinya tetap sama seperti yang dulu. Tidak ada yang berubah sama sekali. Mungkin jika ada, itu taman di depan rumah yang kini dipenuhi banyak macam jenis bunga dan warna. "Kau istirahat saja dulu di kamarmu," kata Mama. "Pa, Ma, Egi ke kamar dulu, yah?" pamitku pada kedua orang tuaku. "Iya, Sayang," balas Papa tersenyum teduh masih seperti yang dulu. Aku berjalan menaiki anak tangga sambil menghirup dalam-dalam aroma yang ada di rumah ini. Bahkan, aromanya masih sama seperti yang dulu. Sampai di kamar, aku menghempaskan tubuhku di atas tempat tidur dan tanpa aku sadari, aku mulai terlelap. Mungkin karena terbiasa tidur beralaskan lantai yang dingin. Jadi, ketika berada di kasur yang sangat aku rindukan ini aku langsung merasa nyaman. Dua belas jam kemudian, aku sudah rapi dengan gaun cantik yang melekat di tubuhku. Aku memoles wajahku dengan riasan tipis. Membiarkan rambut panjangku tergerai indah dan menutupi kulit punggungku yang terbuka. "Ingat! Jangan terlalu banyak minum dan sewa supir pengganti," papar Papa mengingatkan. Aku tahu maksud Papa berbicara seperti itu. Papa hanya takut kejadian dulu terulang kembali yang membuatku menjadi seorang pembunuh dan mendekam di penjara selama bertahun-tahun. "Iya, Pa. Egi pamit pergi kumpul sama teman-teman dulu." Akhirnya, aku pergi ke klub dan di sana sudah ada dua temanku yang menunggu. Mereka melambaikan tangan dan tersenyum bahagia setelah melihatku. "Ya ampun, Egi! Kau itu benar-benar tidak berubah. Kau semakin cantik dan luar biasa," kata Jasmin seraya mengecup pipi kanan dan kiriku. "Kalau aku laki-laki, aku akan langsung jatuh cinta padamu," timpal Rea mengecup pipi kanan dan pipi kiriku. "I see. Dari dulu aku memang selalu terlihat memukau," jawabku dengan rasa percaya diri yang sejak dulu ada pada diriku. "Kita turun ke bawah, yuk!" ajak Rea. "Kalian berdua saja, aku sedang malas," tolakku karena aku sudah rindu ingin mencicipi minuman favoritku. "Oke. Kita turun dulu ya, Gi." Rea dan Jasmin turun ke bawah untuk menari. Sementara aku, aku sedang berhadapan dengan bartender yang sedari tadi memperhatikanku. Aku tahu itu karena sudut mataku melihat bagaimana cara dia menatapku. "Beri aku satu gelas minuman termahal di bar ini," kataku pada bartender itu. "Baik, tunggu sebentar!" jawabnya. Sambil menunggu, aku memperhatikan sekeliling. Tidak ada yang menarik perhatianku. Semuanya terlihat biasa saja di mataku. Tidak seperti dulu ketika aku pergi ke tempat seperti ini. Aku dulu seperti gadis gila yang menari ke sana ke mari tanpa menghiraukan apapun. Tanpa memiliki rasa takut karena memiliki orang tua yang selalu siap menyelesaikan setiap masalah yang aku buat. "Ini minumanmu, Nona." Aku menoleh ke belakang dan melihat minumanku telah siap. "Terima kasih," kataku sebelum akhirnya menenggak minuman itu hingga tak bersisa. "Tuangkan lagi," pintaku pada bartender itu. Aku terus meminta bartender itu menuangkan minuman itu ke dalam gelasku hingga satu botol habis. Aku mulai mabuk dan melantur tidak jelas. Aku bahkan tidak tahu racauan apa yang telah keluar dari mulutku. Sampai pada akhirnya, pandangan mataku kabur dan aku pun sudah tidak tahu apa lagi yang terjadi. Karena ketika membuka mata, aku sudah berada di kamarku dengan cahaya matahari yang membangunkanku dengan kilaunya. Aku beranjak duduk sambil menguap dan merenggangkan tubuhku. Aku menatap jam di nakas sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Lalu, aku lekas beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai, aku turun ke bawah untuk menghampiri Papa dan Mama. "Pa, Ma? Untuk apartemen yang dulu Papa hadiahkan untuk Egi. Apa boleh Egi tinggal di sana?" Aku meminta izin pada kedua orang tuaku untuk pindah ke apartemenku. Jujur, di usiaku yang menginjak tiga puluh tahun ini. Aku ingin belajar hidup mandiri dan melakukan segalanya sendiri. Aku tidak ingin selalu menjadi anak manja yang selalu mengandalkan kedua orang tuaku. Awalnya Papa dan Mama menolak. Namun, berkat usaha kerasku membujuk. Akhirnya, aku diizinkan dengan syarat aku akan sering mengunjungi mereka. "Terima kasih, Ma, Pa." Setelah itu, aku pamit pergi keluar. Saat ini, aku hanya ingin menikmati hidupku dengan berjalan-jalan meneliti apa saja yang telah aku lewatkan. Karena aku belum mengisi perutku sejak bangun tidur tadi. Aku memilih pergi ke sebuah restoran dan memesan makanan di sana. Namun, ada hal yang membuatku terkejut. Aku bertemu dengan seseorang yang baru semalam aku temui di club malam. "Kau! Kenapa kau ada di sini? Apa jangan-jangan kau membuntutiku?!"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
13.3K
bc

My Secret Little Wife

read
98.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.3K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook