bc

Kisah Arista ( Indonesia)

book_age16+
901
FOLLOW
24.7K
READ
billionaire
family
dominant
goodgirl
brave
CEO
billionairess
bxg
office/work place
like
intro-logo
Blurb

Apa jadinya jika hidup dibayangi mantan kekasih dari suami? Apalagi dia menjadi istri kakak iparmu?

Itulah yang dialami Rista, bahkan istri kakak iparnya yang bernama Sita itu rela membayar wanita lain untuk menganggu keutuhan rumah tangga Rista dan Ari.

Apakah Ari akan tetap setia? Atau justru kesetiannya akan goyah?

chap-preview
Free preview
Part 1
 Dia adalah Arista, merupakan salah satu wanita paling beruntung di dunia ini. Rista mempunyai suami bernama Ari Setiyawan, soerang pria yang sangat baik hati, tampan, gagah, dan dia selalu bersikap manis terhadap Rista. Ari selalu bisa membuat Rista tersipu malu ketika di hadapannya. Entah apa yang membuat Ari tertarik dengan gadis seperti Rista, Rista merasa ia hanyalah gadis sederhana yang sama sekali tak masuk dalam kriteria pasangan Ari. Ia sempat kaget begitu Ari sangat bersungguh-sungguh menjadikannya sebagai istri. Tak sedikit orang yang membicarakan tentang status mereka, karena Ari adalah seorang manager di sebuah pabrik milik keluarganya. Sedangkan Rista sendiri hanya karyawan biasa, sebagai admin produksi. Akan tetapi, Rista melihat ketulusan dari lelaki itu. Dia benar-benar mencintai Rista dengan sepenuh hati. Tak terasa, kini sudah 365 hari mereka jalani berdua, menjadi sepasang suami istri. Mereka lalui hari demi hari dengan menjalin cinta dan mengenal satu sama lain, mereka hanya menjalani proses pengenalan yang relatif singkat sebelum memutuskan menikah. Hanya butuh waktu dua bulan saja, sampai Ari benar-benar meyakinkan Rista untuk mempersuntingnya. "Hayu, kamu melamun?" tanya Ari tepat di belakang telinga Rista, membuat spatula yang digenggam Rista hampir saja terjatuh. Tanpa sadar Rista melamun ketika hendak menyiapkan sarapan pagi untuk sang suami, seperti kebiasaan Rista sehari-hari. Rista sendiri yang menyiapkan segala kebutuhan Ari. Sempat beberapa kali Ari menawarkan Rista untuk mencari asisten rumah tangga agar Rista tak terlalu repot bekerja dan mengurus rumah, tetapi dengan lembut Rista menolak. Baginya, semua urusan Ari adalah kewajiban Rista sebagai seorang istri. Rista tak ingin dengan adanya asisten rumah tangga akan mengurangi pahala yang bisa ia dpatkan dengan memenuhi segala kebutuhan Ari. "Tidak kok Mas, ini aku ingin menyiapkan nasi goreng yang sudah matang." Ucap Rista gugup, jujur saja Rista masih saja gugup jika berduaan dengan Ari meskipun setahun sudah mereka lewaati bersama. Ari mengambil spatula dari tangan Rista, dengan telaten ia memindahkan nasi goreng yang sudah Rista masak ke atas piring. Dari sat piring, ke piring lainnya untuk sarapan mereka berdua. Itulah salah satu sikap manis yang selalu Ari tunjukkan kepada Rista, ia tanpa sungkan membantu apapun pekerjaan rumah yang tengah Rista kerjakan. Setelah sarapan pagi mereka tertata, Ari menarik lengan Rista dengan lembut. Ditariknya juga kursi di meja makan, mempersilakan Rista untuk duduk. Rista tersenyum ke arah Ari. "Kita sarapan." Ajak Ari, ia duduk di sebelah istrinya. "Iya Mas." Mereka sarapan berdua saja, tanpa ada orang lain mengganggu sepasang pengantin yang tiap harinya seperti pengantin baru itu. Ari mengajak Rista berangkat bekerja setelah sarapan mereka selesai, mereka berangkat ke pabrik bersama seperti pagi mereka biasanya. **** Sampai di pabrik, Rista turun di depan gerbang pabrik. Ia tidak tahan melihat pandangan sinis karyawan saat melihatnya turun dari mobil Ari, seoalh mereka tak rela jika Rista menjadi istri lelaki itu. Lebih baik Rista menghindari hal tersebut, daripada ia harus uring-uringan sampai jam kerja habis nanti. Ari menurut saja, ia ingin membuat istrinya selalu merasa nyaman berada disandingnya. Di pabrik, mereka bersikap profesional. Rista hanya sebagai karyawan, dan Ari sebagai atasan. Sudah menjadi kesepakatan mereka berdua, agar tidak mencampur adukkan urusan rumah tangga mereka ke dalam pekerjaan. Walaupun terkadang Ari mencuri kesempatan bertemu Rista dengan sengaja memanggil istrinya ke ruangan, meskipun tidak ada hal terlalu penting. "Mbak Rista, dipanggil Pak Ari ke ruangan." Kata Nisa, sekretaris pribadi Ari. "Iya Mbak." Rista merapikan meja kerjanya, membawa laporan produksi yang mungkin dibutuhkan Ari. Lalu Rista menuju ke ruangan Ari. Dengan pelan Rista melangkahkan kaki ke ruangan Ari, sembari berpikir alasan apalagi yang Ari pakai untuk sekedar iseng bertemu Rista di sela pekerjaannya. Rista mengetuk pintu saat sampai di depan ruangan Ari, meskipun Ari suaminya, Rista harus tetap menjaga sikap jika berada di area pabrik. "Masuk!" teriak suara berat dari dalam, yang tak lain adalah suara Ari. Rista membuka pintu, perlahan ia masuk ke dalam. Rista melihat Ari tengah memandangi beberapa berkas, terlihat sangat serius dengan kedua alisnya yang saling bertautan. Dia mengalihkan pandangannya ketika mendengar langkah kaki Rista semakin mendekat ke arahnya, senyum mengembang dibibirnya. "Ke marilah, Sayang." Ucap Ari, ia berdiri. Direntangkan kedua tangannya untuk menyambut Rista. Rista menurut saja, Ari membawa Rista kedekapannya. "Modus!" batin Rista. "Kamu ke mari cepat sekali, tahu saja jika suamimu ini sudah rindu." Bisik Ari ke telinga Rista. Rista memutar bola matanya malas, Ari selalu mengambil kesempatan dalam kesempitan. Menggunakan alasan pekerjaan untuk memanggil Rista ke ruangannya. "Ada apa Mas?" tanya Rista. Ari melepaskan pelukannya, kemudian duduk di kursi kerjanya. Ari membawa Rista duduk di pangkuannya, sudah seperti ayah yang akan menceritakan jaman dahulu kepada putrinya. "Ibu mengundang kita ke rumah, sekalian acara syukuran tiga bulanan kehamilan Mbak Sita." Mendengar kata kehamilan, membuat Rista terpaku. Sita dan Ardi menikah selisih enam bulan saja dengan Ari dan Rista, tapi kini Sita telah hamil. Namun Rista sendiri belum merasakan tanda-tanda kehamilan pada dirinya. "Bagaimana, Sayang? kamu mau?'" tanya Ari ketika Rista diam saja. "Ah, iya. Aku mau, Mas." Jawab Rista akhirnya, meski hantinya merasa gamang. "Oke, nanti sepulang kerja langsung ke rumah Ibu. Kamu nanti langsung ke mobil saja, jangan menunggu di depan gerbang. Kamu terlalu jauh jalannya."Ucap Ari manja. Ari selalu menjadi pria yang manja jika berada di depan Rista, berbeda saat dia berperan sebagai seorang manager. Ari akan menjadi atasan yang tegas dan berwibawa. Rista segera kembali ke tempat kerjanya, setelah maksud dan tujuan Ari memanggil Rista ke ruangannya telah selesai. Rista tidak ingin supervisor bagian produski mengira yang tidak-tidak, dan menuduhnya seenaknya meninggalkan pekerjaan begitu saja karena jabatan suami Rista. Tak terasa jam kerja pun telah habis, seperti kata Ari tadi siangRista sudah berada di tempat parkir khusus staf. Menunggu Ari. Tidak lama Ari datang, mereka kemudian masuk ke dalam mobil. Lalu menuju ke rumah orangtua Ari. Rista meminta Ari berhenti sebentar di sebuah supermarket, Rista ingin membeli sesuatu sebagai bingkisan untuk ibu mertuanya yang memang jarang mereka kunjungi semenjak Ari mengajaknya tinggal di rumah baru yang dibeli Ari. Jarak tempuh dari pabrik ke rumah orangtua Ari hanya butuh waktu empat puluh lima menit saja, kini mereka telah sampai di pelataran rumah yang telah ramai oleh beberapa sanak saudara dari keluarga besar Ari. Mereka turun, Rista segera masuk ke dalam rumah untuk mencari ibu mertuanya. Tari, ibu Ari. Tengah berkumpul dengan para saudara yang sibuk menyiapkan syukuran yang akan diadakan beberapa jam lagi. Rista ikut bergabung bersama mereka. "Bu." Sapa Rista, ia cium punggung tangan ibu mertuanya. "Rista, apa kabar Sayang? baru pulang kerja?" tanya Tari, Rista menjawabnya dengan mengangguk. "Kamu istirahat dulu Nak, mau makan dulu?" Meskipun hanya ibu mertua, Tari menganggap Rista seperti anak kandungnya sendiri. Sedikit mengobati rasa rindu Rista kepada kedua orangtuanya yang sudah lama tiada. "Tidak usah Bu, aku ingin membantu Ibu saja. Boleh 'kan?" "Tentu saja boleh, kamu ganti baju dulu Nak. "Baik Bu." Rista menuju kamar yang dulu ditempati Ari, masih ada beberapa bajunya di sana. Rista masuk ke dalam kamar, mengambi baju ganti. Di atas ranjang sudah ada baju kotor yang tadi dipakai Ari, Rista mengambilnya. Memasukkannya ke dalam keranjang baju kotor. Setelah mengganti baju, Rista ikut berbaur dengan para saudara Ari. Hal yang paling disukai Rista ketika ada hajatan seperti ini, bisa berkumpul dengan saudara yang memang jarang sekali bisa bertemu. "Tolong tata snack ini ke atas piring, Ris." Titah Tari, Rista mengangguk. "Rista, belum ada tanda-tanda ya?" tanya Rina, adik Tari. "Belum tante, doakan semoga cepat hamil seperti Mbak Sita." Ucap Rista yang mengerti arah pembicaraan Rina. "Tidak usah buru-buru, sabar saja Ris. Mungkin kalian berdua diminta untuk pacaran dulu, nikmati prosesnya. Anggap saja kalian tengah menikmati bulan madu, masih terhitung pengantin baru 'kan?" kata Tari membela Rista, ia tersenyum disela ucapnnya. Mencoba menenagkan hati Rista. "Iya juga, Tante doakan kamu segera hamil Ris." "Aamiin."Ucap semua orang yang berada di sana. Acara segera dilaksanakan, banyak sekali yang datang. Karena Ardi merupakan direktur utama di pabrik milik orangtuanya. Ari ikut menyambut tamu yang berdatangan. Acara telah selesai, semua berjalan dengan lancar. Ari dan Ardi masih sibuk dengan beberapa staf pabrik yang belum pulang. Sedangkan Rista ikut berkumpul di ruang tengah bersama ibu mertuanya dan juga keluarga Sita, sembari menunggu Ari selessai dengan tamu-tamu yang masih di sana. "Mbakyu, ini Rista? istrinya Ari?" tanya Sari, ibu Sita yang memang baru beberapa kali bertemu dengan Rista. "Iya Mbakyu." Jawab Tari. "Cantik, Ari tak salah pilih."Puji Sari. "Terimakasih." "Sudah ada tanda-tanda hamil belum?" "Belum Tante." Jawab Rista, ia tertunduk lesu. Memang akan banyak yang bertanya seperti itu, mengingat pernikahan Ari dan Rista sudah satu tahun. "Risa bermasalah dengan kandungannya mungkin, Mas Ardi dan Ari kembar 'kan? Aku saja sudah hamil, kenapa Rista belum? coba kamu periksa Ris, jangan-jangan kamu mandul." Ucap Sita dengan nada sinis. Astaghfirullah, astagfirullah. Ucap Rista dalam hati. Sakit, hati Rista terasa sangat sakit setelah mendengar ucapan Sita baru saja. "Tidak boleh berkata seperti itu Sita!" tegur Sari kepada putrinya. Rasanya ucapan tadi begitu menancap dihati Rista, ingin rasanya Rista menangis saat ini juga. Rista berusaha menahan tagisnya yang seolah bisa pecah kapan saja. Rista tak ingin terlihat di hadapan mereka, terutama Sita. Ia mencoba untuk tegar. Suasana seketika menjadi hening, Tari mengusap lembut punggung tangan Rista yang ada di pangkuan. Mencoba untuk memberi semangat. Rista tahu Tari mengerti perasaanya. "Loh? kenapa diam semua? " tanya Ardi, lelaki itu berjalan ke ruang tengah. Ari mengikutinya di belakang. "Ris, kita pulang ya. Sudah malam." Ajak Ari, ia belum melihat raut sedih diwajah istrinya. Mereka berdua pulang setelah berpamitan, ketika di mobil RIsta dan Ari sama-sama terdiam. Rasa sakit masih menjalar di hati Rista, wanita mana yang tak sakit hatinya jika dikatai mandul? Rista memilih mengalihkan pandangan ke luar jendela. berusaha untuk tak mengingat kata-kata yang sekarang masih saja terngiang ditelinganya. Sesampainya di rumah, Rista memilih untuk langsung masuk ke dalam rumah. Rista ingin segera beristirahat. Bahkan Rista sampai terlupa jika kemarin lusa sudah memesan kue untuk mereka berdua untuk hari ini, sebagai ulang tahun pernikahannya dengan Ari yang pertama. Rista melihat Ari mengambil bungkusan yang tergeletak di meja teras rumah mereka, penasaran apa isinya. Belum sempat bertanya, Rista sudah berjalan ke kamar lebih dulu. Rista sudah tak memikirkan semua itua, yang Rista inginkan hanyalah memejangkan mata untuk menghapus rasa sakit yang ia rasakan.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

DIA UNTUK KAMU

read
39.8K
bc

Rewind Our Time

read
168.6K
bc

Long Road

read
147.9K
bc

MANTAN TERINDAH

read
9.9K
bc

Everything

read
283.4K
bc

FINDING THE ONE

read
34.4K
bc

Bukan Calon Kakak Ipar

read
146.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook