Tawaran (2)

1186 Words
Suami. Sebuah kata yang tidak pernah muncul di benak Liam. Dia menjajaki diri sebagai lelaki malam selama tujuh tahun, dan tak pernah sekali pun ia memikirkan untuk menikah. Bayangan masa depan yang Liam miliki seperti lembaran kosong tanpa warna. Tak tahu arahnya ke mana dan akan berakhir seperti apa. Kini, ia dihadapkan pada pilihan ambigu. Tawaran pernikahan. Tidak tanggung-tanggung, yang melakukannya adalah seorang wanita cantik yang entah berprofesi sebagai apa, dengan karakter menarik dan sorot mata menakjubkan. Siapa yang gila di sini? Wanita waras mana yang memilih mencari suami di tempat hiburan malam, dengan mak comblang mucikari ternama? Lebih penting lagi, pernikahan sinting seperti apa yang wanita itu harapkan dari dirinya? Tidak ada pernikahan sehat yang pasangannya diambil dari lelaki malam secara acak. Liam sepertinya perlu mengingatkan wanita itu, mungkin ada yang salah dengan cara otaknya bekerja. "Sepertinya kalian perlu berbicara secara pribadi. Liam, kamu ingin Mami pesankan minuman favoritmu?" tanya Rena, memahami rasa syok yang Liam alami. Bukan hanya Liam. Rena pun merasakan hal serupa. Baru kali ini ia mendapati klien yang ingin membeli lelaki untuk sebuah pernikahan. Entah siapa yang pikirannya perlu diperbaiki. "Soft drink saja, Mam!" Liam menjawab santai, bertolak belakang dengan situasi hatinya yang runyam. "Baik! Kalian ngobrol dulu!" Rena segera melenggang pergi, tidak menyalahkan Liam atas pesanan soft drink yang lelaki itu buat. Liam butuh untuk tetap waras dan menjaga otaknya tetap sehat. Alkohol bukan menu yang baik untuk saat ini. Setelah kepergian Rena, Lilith menatap lelaki di hadapannya dengan santai. Dia tersenyum kecil, tak merasa canggung sama sekali. Wanita itu bertindak seolah-olah ia tidak melakukan hal-hal yang salah sama sekali. "Apa kamu lines?" tanya Liam, nada suaranya datar. Senyum lelaki itu masih saja ia pertahankan. Lines adalah sebutan yang mengacu pada minat sejenis, alias lesbi. Mungkin, tawaran pernikahan yang Lilith ajukan hanya sekadar sarana untuk menutupi kekurangannya sebagai penyuka sesama jenis. Siapa yang tahu? "Tidak. Justru aku normal, karena itulah aku menawarimu sebagai suami!" Lilith melengkungkan bibir, membuat wajahnya yang cantik semakin mengagumkan. Apakah wanita di depan ini dianugerahi pesona surgawi? Liam terkekeh kecil. Jika Lilith normal, ia tak mungkin melemparkan tawaran konyol seperti ini. Lebih jauh lagi, ia tak akan mungkin datang ke club ini. Jelas tak ada yang normal dari diri Lilith. "Nona!" "Panggil aku Lili, atau Lilith! Terserah!" "Baiklah! Lilith, menikah adalah sesuatu yang sangat serius. Sementara aku biasanya melakukan hal-hal yang tidak serius! Mungkinkah ini adalah tawaran yang … sungguh-sungguh?" Liam menerima segelas soft drink yang baru saja diantarkan oleh pramusaji berpakaian minim, menolak saat ditawari menu makanan. Dia tidak membutuhkan makanan saat ini. Liam adalah orang yang biasanya bermain-main dengan wanita untuk sebuah kesenangan dengan mematok harga tinggi. Kebanyakan dari mereka yang datang adalah nyonya-nyonya kesepian alias tante girang. Mereka yang tidak memiliki kasih sayang, mereka yang terluka di dalam sebuah pernikahan. Liam datang sebagai pihak ketiga, dan bukan sekali dua kali ia menjadi penghancur pernikahan orang lain. Kini, Liam yang biasanya dicap sebagai penghancur pernikahan, justru ditawari membentuk pernikahan. Siapa yang masih waras di sini? "Liam! Aku … memiliki sebuah kepentingan yang sangat besar dalam pernikahan ini. Keluargaku menuntutku untuk menikah sebelum akhir tahun. Jika tidak, semua aset dan bisnis yang kumiliki akan disita. Jadi, mari kita bicarakan kesepakatan yang sama-sama menguntungkan! Menikahlah denganku, dan aku akan membayarmu dengan layak. Selain itu, selama kamu menjadi suamiku, aku akan memberimu modal untuk berbisnis dan mengenalkanmu ke kalangan atas. Bukankah dengan begitu kamu bisa membentuk koneksi baru? Setelah dua tahun, saat kita bercerai, kamu pasti mampu membangun bisnismu sendiri dan tak perlu lagi menjadi lelaki malam!" Lilith menyesap rokoknya dengan anggun, membiarkan asap samar membumbung tinggi. Sebuah cincin dengan batu permata berwarna merah ruby menghias jari telunjuk Lilith. Wanita itu memancarkan kecantikan, keanggunan, sekaligus keangkuhan. Kombinasi yang sangat mematikan. "Jadi … kamu menikah untuk membungkam tuntutan keluarga?" Liam menatap wanita itu lama, menyadari fitur wajah Lilith sangat halus dan istimewa. Bulu matanya melengkung indah, menciptakan bayang-bayang samar di sekitar mata. Alisnya tebal dan melengkung, seperti lukisan yang digores hati-hati. "Ya." Lilith mengangguk kecil. "Kalau begitu, kenapa dipatok dua tahun?" Liam bertanya. "Aku mencintai seorang lelaki. Dua tahun lagi, dia baru bisa bersamaku!" Bahkan wanita seperti Lilith mengaku mencintai seseorang. Lelaki itu pasti sangat luar biasa, sehingga berhasil menjadi objek penantian darinya. "Kalau begitu, kenapa tidak berbicara dengan keluarga secara baik-baik! Menikahi lelaki malam sepertiku seharusnya bukan pilihan akhir!" Liam lagi-lagi tersenyum. Wanita di hadapan Liam adalah wanita yang cukup rumit. Dia bahkan merencanakan untuk menikahi lelaki seperti dirinya hanya demi tuntutan keluarga. "Keluargaku tidak bisa menunggu dua tahun. Mereka ingin aku menikah sebelum akhir tahun. Keluargaku juga nggak tahu kalau aku menunggu seorang lelaki dalam kurun waktu dua tahun ini!" Lilith menjelaskan. "Kalau begitu, kenapa tidak menikah lebih awal?" Lilith menatap Liam lama, sebelum akhirnya membuang puntung rokoknya sembarangan. Dia menyilangkan kaki, membuat paha indahnya yang dibalut rok selutut tampak indah dan menggoda. "Lelaki yang kuinginkan masih berada di balik jeruji penjara! Dia baru akan dibebaskan dua tahun lagi. Aku akan menikahinya saat itu. Tetapi keluargaku menekan agar aku menikah sekarang! Jika tidak, semua aset dan perusahaanku akan diambil alih oleh anak haram ayahku! Jadi, aku butuh seseorang untuk berpura-pura sebagai suamiku agar aset-asetku tak dibekukan." Lilith mengetuk-ngetukkan ujung kukunya ke atas meja, menunjukkan ketidaksabaran. "Biarkan aku bertanya padamu untuk terakhir kalinya! Maukah kamu menerima tawaran menjadi suami sementaraku? Aku membutuhkan lelaki yang tidak menuntut, dan bisa kuajak bekerja sama. Lelaki yang bersedia berpura-pura dan tunduk pada semua kemauanku! Jika mau, aku akan memberimu banyak keuntungan! Jika tidak, aku akan mencari kandidat lain yang tidak merepotkanku! Take or leave!" Lilith menekan meja dengan ujung jari telunjuknya, memberi Liam kesempatan terakhir untuk mengambil keputusan. Senyum Liam berubah menjadi lebih misterius. Wanita seperti apa yang rela menunggu seorang lelaki keluar dari penjara? Wanita seperti apa yang rela menikahi seorang terpidana? Wanita seperti apa yang bahkan demi menunggu lelakinya dan mempertahankan aset kekayaan, ia rela mengambil lelaki malam demi melengkapi sandiwaranya. "Baik! Aku menerima!" Inilah keputusan yang Liam ambil. Inilah langkah yang Liam pilih. "Bagus! Kita akan menikah satu bulan dari sekarang!" "Tapi aku terbiasa melayani wanita kalangan atas selama ini. Kamu adalah salah satu wanita dari lingkaran sosial seperti itu. Meskipun kamu menciptakan latar belakamg fiktif untukku, bagaimana jika pada akhirnya ada yang tahu aku adalah lelaki malam? Wajahku cukup dikenal untuk wanita tertentu!" Liam memberikan kemungkinan-kemungkinan terburuk. Bagi sebagian wanita, nama baik adalah segalanya. Sebuah rumor mampu membuat wanita baik-baik seperti Lilith tenggelam dalam konflik tanpa ujung. "Aku nggak terlalu peduli. Pada dasarnya, Opa hanya memintaku untuk menikah secepatnya. Beliau nggak memberi kriteria khusus. Fakta tentang kamu lelaki malam, entah nanti bocor atau pun nggak, nggak akan terlalu mempengaruhi hidupku. Jadi … gimana? Deal?" Lilith mengulurkan tangan, bermaksud menyegel kesepakatan mereka. Liam menyambut uluran tangan Lilith, menggenggam tangan wanita itu dengan erat. "Deal! Aku akan menjadi suami kontrakmu!" "Aku akan memberikan banyak keuntungan!" "Oke!" Tapi bukan keuntungan yang Liam inginkan. Sepanjang hidup Liam, Lilith adalah wanita pertama yang mampu menarik reaksi penasarannya. Dia menginginkan wanita ini. Dia ingin mengenal lebih jauh wanita ini. Senyum Liam tersungging sempurna, mengandung niat untuk menggoda dan menaklukkan. …
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD