Pertemuan Keluarga

1376 Words
Delapan hari kemudian. "Angkat kepalamu dan biarkan orang lain melihat keangkuhanmu! Jangan biarkan orang lain merendahkanmu karena alasan apa pun! Keluarga besarku adalah keluarga besar yang rumit. Semuanya dipenuhi intrik! Jadilah pemain yang baik bersamaku!" Lilith berjalan anggun, membimbing Liam memasuki rumah besar keluarga Akbar Syah. Kediaman ini berada di kawasan elite Kemayoran. Liam tahu kompleks ini dan ia langsung menilai keluarga Lilith memang tak sembarangan. Mereka kini tengah melalui jalan setapak menuju rumah besar yang dibangun dengan gaya kontemporer. Luas lahan rumah ini mungkin tak kurang dari tiga ribu meter persegi. Dua pertiganya digunakan sebagai halaman, sisanya digunakan sebagai bangunan rumah. "Aku akan melakukan apa yang kamu perintahkan!" Liam tersenyum, melirik ke arah wanita yang kini mengangkat kepalanya dengan angkuh. Siang di akhir pekan ini, Lilith membawa Liam ke kediaman utama keluarga. Ia perlu mendeklarasikan tentang acara pernikahan fiktif. Keluarga telah lama menekan Lilith untuk menikah. Usia dua puluh tujuh tahun adalah batasnya. Sebentar lagi, di akan menginjak dua puluh delapan, bertepatan akhir tahun. Itu artinya, jika Lilith tak ingin seluruh aset keluarga diwariskan pada anak haram Papa, dia harus bergerak cepat dan melakukan pernikahan konyol sesuai harapan sang kakek. Mari kita lihat. Papa butuh usaha lebih kuat jika ingin membujuk Opa secara sengaja mengalihkan aset keluarga kepada putri lain yang ia ambil dari wanita penari streaptess. "Bagus! Aku yakin kamu bisa mengimbangi sandiwaraku! Jangan mudah ditekan orang lain, oke?!" Lilith lagi-lagi mengingatkan. Lilith tahu Liam memiliki karakter bawaan yang kuat. Dia mampu melihatnya melalui penilaiannya yang tajam. Jika Liam adalah lelaki lemah, mustahil dia bisa bertahan dalam dunia malam dengan lawan yang saling melempar intrik. Hanya saja, meski Liam cukup kuat dan tak mudah dibully, keluarga Akbar Syah bukanlah keluarga yang sederhana. Ada anggota keluarga yang selalu memiliki hasrat untuk menjatuhkan orang lain dengan kejam. Itu sudah menjadi sifat dasar mereka. Lilith membimbing Liam menuju ruang tengah yang berukuran luas dengan dua set kursi dari kulit berwarna kuning gading. Di sana, duduk lima orang yang langsung menoleh ke arah mereka. Jendela-jendela ruangan besar membuat akses cahaya matahari bisa menembus langsung. Pasangan sepuh yang merupakan kakek nenek Lilith, duduk anggun di kursi paling ujung. Oma Annie Akbar Syah, dan Opa Haidar Akbar Syah. Oma Annie adalah seorang wanita sepuh berusia pertengahan tujuh puluhan dengan wajah blasteran Jawa-Inggris. Itulah kenapa Lilith memiliki sedikit sentuhan Eropa. Darah Oma Annie yang mengalir padanya sangat kuat. Sementara Opa Haidar adalah lelaki sepuh delapan puluh tahun dengan sorot mata tajam, sorot mata yang beliau turunkan pada Azrial Akbar Syah, putra tunggalnya, sekaligus ayah Lilith. Meskipun usia Opa bisa dibilang sepuh, tetapi ketajaman pikirannya tidak pernah berkurang. Beliau masih terlihat enerjik untuk ukuran lelaki seusianya. Papa, lelaki dengan sorot angkuh dan sikap otoriter, duduk di sofa paling tengah, bersama wanita anggun awal lima puluhan. Wanita yang tentu saja menjadi ibu biologis Lilith. Wanita yang ia panggil sebagai Mama. Rambut Mama yang dicepol indah, membuat leher jenjangnya terekspos. Mata wanita itu lembut, selalu menawarkan kehangatan kepada siapa pun yang memandangnya. Mama adalah wanita yang luar biasa cantik. Fitur-fitur wajahnya sangat menawan, dengan darah jawa yang kuat. Hidung bangir, alis melengkung, bibir sensual. Wanita mana yang masih bisa secantik ini di usia lima puluh tahun? Mama tampak dua puluh tahun lebih muda. Bukan hanya wajahnya yang menawan. Bahkan karakter dan wawasannya luar biasa. Dia pernah menjabat sebagai duta besar Inggris sepuluh tahun yang lalu. Naas, meski didampingi wanita sesempurna Mama, Papa masih saja mencari wanita lain di luar rumah. Tak jauh dari mereka, duduk wanita manis dengan rambut ikal sebahu, bermata hitam menawan, dan senyum indah dari bibir tipisnya. Wanita ini memang cantik dan mampu menarik kekaguman karena sikapnya yang tanpa cela dan sangat sempurna. Tetapi jika dibandingkan Lilith, jelas Lilith menjadi pemenang. Kecantikan Lilith terlalu luar biasa dan eksotis. Hanya saja, karakter Lilith lebih keras dan kompleks, penuh intrik. Sementara wanita itu, pemikiran yang ia keluarkan terkesan sederhana dan sangat penurut. Itulah poin yang membedakan keduanya. Setidaknya, itulah kesan yang mampu orang lain tangkap secara fisik. Lilith tersenyum sinis menatap wanita tersebut. Dia adalah saudara tiri Lilith. Seorang anak haram yang ayahnya bawa lima belas tahun silam. Usia mereka hanya terpaut dua tahun. Itu artinya, bahkan di awal pernikahan, Papa telah melakukan penyelewengan. Herannya, Mama bisa menerima keberadaan Fiska, sang anak haram, dengan cukup baik. Di mana akal sehat Mama? Di mana? "Kakak!" Fiska mengangguk sopan, menyambut kedatangan Lilith. Suaranya lembut, ringan, dan tak terlalu keras. Dari suaranya, semua orang mampu menilai kepribadian Fiska yang seperti melati. Indah, tanpa duri. Meski suara itu lembut dan mengalun merdu, suara itu telah menjadi suara yang Lilith benci dari dulu. Dia hanya mengangguk kecil menerima sapaan dari sang adik tiri. Jelas tak ada ketulusan dari Lilith. "Lilith. Akhirnya kamu membawa teman lelakimu ke rumah ini!" Oppa Haidar menunjuk dua buah kursi di dekatnya yang masih kosong, meminta agar Lilith menempatinya bersama Liam. "Dia adalah Liam Kusuma. Calon suamiku. Liam, ini semua adalah keluargaku! Oma Annie, sebelahnya Oppa Haidar. Di sana Papa, Mama, dan paling ujung … Fiska." Lilith sengaja tidak menjelaskan identitas Fiska. Apakah dia perlu menjabarkannya sebagai adik? Meskipun itulah kenyataan yang ada, dari dulu Lilith tidak pernah menganggapnya seperti itu. Membawa bukti perselingkuhan Papa ke dalam rumah sudah merupakan fakta yang sangat memalukan. Perlukah Lilith mengumumkan pada dunia jika Fiska adalah adiknya? Huh. Yang benar saja. "Siang, semuanya! Saya Liam, calon suami Lilith. Di sini saya berencana untuk meminta restu dari kalian semua untuk menikahi wanita istimewa yang pernah saya temui!" Liam meraih tangan lembut Lilith, meremasnya. Tatapan mata Liam membicarakan banyak hal. Seolah-olah Lilith adalah segalanya, titik pusat hidupnya, harta yang paling berharga. Lilith untuk sesaat membeku. Dia terjebak ke dalam mata Liam yang menenggelamkan. Seolah-olah di sana ada sebuah kekuatan besar yang sengaja menghipnotisnya, mengambil semua kesadaran Lilith pada pesona Liam yang istimewa. Mata adalah jendela jiwa, jendela emosi, jendela rasa, dan jendela dimensi. Seolah-olah darinya, ada dimensi khusus yang mampu dibuka dan ditutup sesuai keinginan sang pemilik. "Ehm!" Oma berdaham, membuat perhatian Lilith teralihkan. "Kaum muda! Jiwanya memang masih menggelegak!" Opa Haidar manangkap aura istimewa yang tercipta antata Lilith dan Liam. Senyumnya lebar, matanya bersinar menyenangkan. Sepertinya Liam akan mudah diterima. "Umurmu sudah dewasa, Lilith! Itulah kenapa Opa memintamu untuk menikah secepatnya! Tampaknya kamu berhasil menemukan lelaki yang pantas. Liam, Opa perlu berbicara secara pribadi denganmu nanti!" Opa mengangguk-angguk kecil, sebelah tangannya mengusap lembut dagunya berulang kali. Semua anggota keluarga lain diam, memilih tak bersuara. Hanya bibir Papa saja yang menegang, seolah-olah ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi ditahan mati-matian. Dalam keluarga ini, meski Papa memegang sebagian aset dan perusahaan, pada dasarnya, keputusan utama tetap ada di tangan Opa. Dibandingkan Papa, jelas Opa masih memegang persentase besar dalam bisnis keluarga di berbagai bidang. Sayangnya, Opa lebih berpihak pada Lilith dibandingkan dengan Fiska. Sementara Papa, sebaliknya. Dari sinilah memicu persaingan dingin antara Lilith dan Fiska di belakang layar. Meskipun sebagian besar persaingan itu dimenangkan oleh Lilith. Satu-satunya hal yang menyulitkan Lilith adalah tuntutan menikah dari Opa. Beliaulah yang memberikan tenggat waktu dan berhasil membuat Lilith kelabakan untuk pertama kalinya. Tenggat waktu inilah yang mengantarkan Lilith pada Liam. Jika Lilith ingin mewarisi sebagian besar aset keluarga, maka ia harus segera menikah. Jika tidak, maka semua itu akan jatuh di tangan Fiska. Tentu saja Lilith akan menentang itu habis-habisan. Fiska sudah mendapatkan banyak hal dari keluarga ini. Bahkan, Meri, ibunya, juga masih mendapat kunjungan rutin diam-diam dari Papa. Semua keluarga, termasuk Mama, tahu kenyataan itu. Tetapi mereka berpura-pura tak tahu. Setelah semua ketidakadilan ini, bagaimana bisa Lilith diam saja dan membiarkan Fiska menerima segalanya begitu saja? Lilith tak ingin bersikap sedermawan itu. "Opa bisa mengenal Liam lebih lama lagi nanti! Lilith jamin, Liam akan memenuhi standar Opa!" Selama identitas Liam sebagai lelaki bayaran tidak diketahui, semuanya akan baik-baik saja. Setidaknya, untuk saat ini. Jika pada akhirnya nanti setelah menikah identitas Liam terbongkar, toh semuanya sudah terlambat. Lilith sangat mengenal Opa. Beliau bukan orang yang akan mengingkari janji dan sekali aset-aset itu jatuh pada Lilith secara sah, tidak akan ada lagi yang bisa merebutnya. Mau tak mau, keluarga ini akan tetap menerima Liam. Bukankah Fiska juga begitu? Papa membawa noda dari dosa masa lalu. Meski Opa tak menyukai Fiska, toh nyatanya keluarga ini tetap menerima. Begitu juga dengan Liam nanti. …
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD