Episode 2

300 Words
Dia lalu teringat pada Adrian, kekasih yang sudah tiga setengah tahun dia pacari. Tiga setengah tahun bukanlah waktu yang singkat tanpa kenangan-kenangan indah yang tidak mungkin bisa mudah dilupakan dari ingatannya. Dia tahu benar, semua rencana pertunangan ini bukanlah sebuah ilham yang datang seketika, Daddynya sudahlah pasti telah merencanakan jauh-jauh hari sebelumnya. Tapi mengapa tidak ada sedikitpun berita atau kabar angin tentang masalah ini. Kedua orangtuanya benar-benar rapat menyimpan rahasia ini, selihai drama mereka ketika menyambut Adrian saat berkunjung ke rumah beberapa kali. Kdua orangtuanya sudah mengenal Adrian lama, laki-laki itu sering dia ajak kerumah dan makan malam bersama keluarganya. Makan malam mereka yang terakhir itu sebulan yang lalu. Mereka berempat makan malam disbuah restoran cina di kawasan Kemang. Kedua orangtuanya hangat menyambut Adrian bahkan terkesan penerimaan mereka terhadap Adrian. Dia benar-benar tidak menayangka akan berakhir seperti ini. Dia tidak mengerti maksud kedua orangtuanya meskipun dia tahu tujuan pertunangan ini, tidak lain hanyalah untuk membangun jaringan bisnis, mengkokohkan kekuasaan perusahaan dan menimbun harta untuk keluarganya. Dia tidak mengira. Kedua oranguanya tidak memiliki pikiran sama dengan rekan-rekan bisnis Daddynya, tapi ternyata sikap positif thingkingnya berbalik mencuranginya. Dia tahu, aturan dalam keluarga jetset bahwa masa depan anak mereka adalah investasi dan peluang usaha membangun kekuatan bisnis selanjutnya. Itu adalah aturan wajib yang dianut hampir semua keluarga jetset untuk menjaga kekayaan mereka. Busuk memang, bahwa hidup seorang anak tergantung dari berapa banyak perlindungan kekuasaan dan kekayaan yang ditawarkan calon mertuanya. Tapi inilah bisnis, inilah politik, inilah taktik, dan inilah takdir masa depan yang dipilihkan orangtuanya kepadanya. Hatinya meringgis, tapi dia tidak menangis, mungkin terlalu sakit hingga air matanya tdak mau keluar. Ia ingin mengumpat dan bertindak gila, tapi lagi-lagi logika warasnya menghalangi. Logika, logika, sekarang logika, pikiran waras dan positif thingking tidak bisa membantunya memecahkan masalah. Dia harus membangunkan pikiran gilanya untuk melawan realitas yang benar-benar memojokannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD