Bab 2. Siapa yang Bermasalah?

1849 Words
Melihat pemandangan yang sedang ada di depan mataku saat ini, aku mengepalkan kedua telapak tanganku dengan erat namun tidak tahu harus berbuat apa. Setelah hening selama beberapa saat, aku mendengar Lindy berucap dengan nada genit, "Pak Direktur, kita sudah berhubungan cukup lama dan kamu juga sudah berjanji untuk menaikkan jabatanku menjadi General Manager PT. Travelindo, tapi kenapa belum ada kejelasan apa pun lagi sampai sekarang?" “Aku akan mengusahakan hal itu secepat mungkin. Istriku tampaknya sudah mencurigai hubungan kita, jadi aku tidak bisa bertindak gegabah untuk sebelumnya. Namun sekarang karena kamu sudah menikah, aku akan segera mempercepat kenaikan jabatanmu itu," jawab pria gemuk di dalam ruangan itu. “Wah baguslah. Terima kasih, Pak Direktur." Lindy mencium wajah pria gemuk itu sebelum kembali berkata, “Terima kasih juga karena sudah memberikan ide untuk pernikahan kontrak itu." Mendengar ucapan Lindy barusan, aku langsung menyadari apa yang sebenarnya maksud Lindy menyarankan pernikahan kontrak tersebut. Pria gemuk itu rupanya Adi Hartanto, Direktur dari Citra Group. Aku mengenalnya karena sempat bertemu dengannya tadi siang ketika dia datang ke pernikahanku dengan Lindy. Rupanya, Lindy adalah sekretarisnya dan juga selingkuhan dari Adi. Namun, karena istri sah dari pria gemuk itu mencurigai hubungan gelap mereka, Lindy memilih untuk melakukan pernikahan kontrak denganku untuk menghilangkan kecurigaan apa pun yang mengarah padanya. Lindy dengan cerdas menggunakan aku sebagai tameng, sehingga dia bisa dengan leluasa menjadi selingkuhan Adi dan memanjat ke jabatan tertinggi di perusahaan itu selangkah demi selangkah. Aku tiba-tiba merasa sakit hati karena aku tidak pernah menyangka bahwa aku akan diperalat dalam situasi seperti ini. Ternyata, Lindy tidak hanya berhubungan dengan Vanessa, dan berperan sebagai pihak 'Suami' di hubungan mereka. Namun, Lindy juga bekerja sebagai sekretaris pribadi sekaligus menjadi wanita simpanan direktur perusahaan tempat kerjanya. Aku merasa seperti disambar petir dan merasa bahwa aku tidak berdiri lebih lama lagi. Pada saat ini, Adi berkata kepada Lindy, “Ngomong-ngomong, apakah suamimu kontrakmu itu tahu tentang hubungan kita? Apa kamu yakin kalau pria itu nantinya tidak akan menjadi halangan dalam hubungan kita?" Aku melihat Lindy yang saat ini menoleh ke Adi Hartanto dan berkata, “Dia tidak akan menjadi masalah sama sekali. Pria ini, Wilson Lazuardi adalah orang yang jujur dan sepertinya sangat polos. Menurutku, dia hanya orang yang tidak berguna. Bahkan, jika dia tahu tentang hubungan kita, kamu tidak perlu mencemaskan pria itu. Dia hanya seekor anjing yang telah aku beli dengan uang dan tidak akan bisa membawa pengaruh apa pun pada hubungan kita." Di mata Lindy, aku hanyalah seekor anjing. Mendengarkan kata-katanya, hatiku terasa sakit. Dengan mata memanas dan bibir bawah yang aku gigit dengan keras, aku memutuskan untuk meninggalkan gedung perusahaan itu dan pergi ke sebuah bar untuk minum sendirian sepanjang malam. Ketika aku pulang ke rumah Lindy keesokan harinya, ibu mertuaku, Lily Mulyani sudah ada di rumah. Dia sepertinya bisa mencium bau alkohol di sekujur tubuhku. Dia memutar kedua matanya dengan kesal kemudian bertanya, "Kamu minum di mana sepanjang malam, huh? Kenapa seluruh tubuhmu berbau menjijikkan seperti itu?" Setelah dia selesai berbicara padaku, dia mengeluh kepada Lindy lagi, “Lihatlah suami baik yang kamu pilih sendiri itu bahkan sudah mabuk-mabukan sepagi ini." Lindy buru-buru membawaku ke lantai atas. Mungkin karena Lily Mulyani datang ke sini. Sikapnya terhadapku tidak arogan seperti tadi malam dan bersikap seolah-olah dia seperti orang yang berbeda. Setelah kami sudah berada cukup jauh ibu mertuaku, dia berkata kepadaku dengan gugup, “Mamaku ada di sini, dia mungkin akan tinggal selama satu malam. Ingat, kamu harus berakting dengan baik dan tidak boleh melakukan hal bodoh, mengerti?" Kami kemudian kembali turun ke lantai bawah dengan Lindy yang merangkul lenganku dengan erat sementara tatapannya padaku terlihat penuh cinta dan kasih sayang. Dia tampak sedikit menggemaskan ketika dia yang lebih pendek itu menyandarkan wajahnya di bahuku. Ibu mertuaku itu tampaknya sangat tidak menyukaiku, bahkan sejak pertemuan pertama kali. Saat ini, ketika dia melihat ke arahku, dia memberiku perintah untuk duduk sebelum berbicara, "Putriku itu sangat terampil di berbagai bidang hingga ada banyak pria mapan kaya raya yang ingin menikahi dia. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya dia pikir menarik dari pria sepertimu. Sekarang, aku tidak peduli lagi asalkan kamu tidak membuatnya berada kesulitan ataupun asalkan kamu tidak terus hidup dengan menjadi parasit dan membiarkan putriku menghidupi kamu." Lindy menyela Lily Mulyani dan berkata, “Ma, apa yang Mama bicarakan? Aku sudah membicarakan beberapa hal dengan orang-orang di tempat kerjaku, jadi beberapa hari ke depan, dia bisa bekerja di perusahaan tempat kerjaku juga." “Oke, sudahi topik tentang pekerjaan yang membosankan itu dan bahas tentang keturunan. Aku dengar kalian sudah berhubungan cukup lama sebelum memutuskan untuk menikah. Jadi, mengapa belum ada perubahan apa pun di perut putriku ataupun kabar baik lainnya tentang kehamilan?" Aku mendengus kesal. Menurutmu bagaimana putrimu itu bisa tiba-tiba mengandung jika dia bahkan menolak ketika aku hanya mencoba menyentuh kulitnya? Ibu mertuaku terus sibuk dengan omelan panjang lebarnya itu. Namun intinya dari semua omelannya tetap menunjukkan bahwa dia sangat tidak menyukai aku. Dia bahkan membahas bahwa aku hanya seorang pria miskin yang sangat tidak pantas untuk menjadi pendamping hidup putri kesayangannya. “Aku juga pernah mendengar bahwa ada banyak pernikahan yang serupa denganmu. Setelah menikah, pria miskin itu akan diam-diam terus memanfaatkan istri mereka dan terus menggerogoti semua harta benda milik istri mereka. Jadi, kamu harus terus berhati-hati, Putriku." Kata-kata ibu mertuaku itu mulai terdengar sangat berlebihan hingga Lindy yang sebelumnya masih tampak mendengarkan dengan baik segera memotong ucapan ibu mertuaku dengan cepat, "Sudahlah, Ma." Aku hampir kehilangan kesabaranku dan ingin membongkar semuanya pada ibu mertuaku itu. Namun, Lindy berhasil mengurungkan niatku dengan cara terus mengedipkan matanya ke arahku agar aku tidak bertindak gegabah. Baru satu hari Lily ada di sini, aku sudah merasa bahwa tinggi badanku menurun setengah kepala. Sembari terus mendengar ucapan tajamnya itu, aku bahkan harus terus berpura-pura menerima pendapatnya dengan rendah hati dan tetap tersenyum. Malam harinya, Lindy mengizinkan aku tidur di kamarnya untuk pertama kalinya. Aku sangat gembira dan membayangkan bahwa aku akhirnya bisa melakukan hal itu dengannya di malam ini. Namun, ketika aku hendak naik ke tempat tidurnya, Lindy berdiri di tempat tidur dan menatapku dengan kedua tangannya di pinggulnya. "Kamu hanya boleh tidur di lantai dan tidak boleh naik ke tempat tidur, mengerti?" tegas Lindy sambil menatapku dengan tatapan tajam yang seakan-akan memberi ancaman bahwa dia akan segera menguliti aku hidup-hidup jika aku sampai melanggar perintahnya. Keesokan paginya, ketika kami sedang sarapan, Lindy dan ibu mertuaku tiba-tiba bertengkar. Rupanya, hubungan ibu dan anak itu juga tidak terlalu harmonis. Saat ini, Lindy berteriak pada ibu mertuaku, “Bisakah mama tidak terus memaksaku untuk segera punya anak?” Lily tidak mau kalah dan balas berteriak, "Kamu hanya perlu melahirkan seorang anak. Apa yang sebenarnya terjadi dengan pikiran kalian berdua? Apa kalian tidak memiliki rencana untuk memiliki anak setelah menikah?" Lindy tampak sangat gelisah dan sepertinya tidak bisa mencari alasan lain, jadi dia memutuskan untuk menjadikan aku sebagai kambing hitamnya kali ini. "Sungguh, aku juga benar-benar sangat ingin punya anak, tapi Wilson tidak bisa, Ma," jelas istriku itu pada ibu mertuaku. Aku benar-benar terkejut, tetapi hanya bisa berteriak frustrasi di dalam kepalaku. Aku apa? Bukan hanya aku, Ibu mertuaku juga tampak sangat terkejut dengan ucapan putrinya. Kedua mata ibu mertuaku kemudian turun ke arah selangkanganku sebelum kembali menatap wajahku. Aku benar-benar merasa sangat tidak nyaman dengan tatapannya itu. Setelah puas menatapku dengan tatapan jijik, ibu mertuaku kembali menoleh pada Lindy. "Ada apa dengannya?" tanyanya. Lindy mengedipkan mata padaku. Mungkin dia juga tidak tahu bagaimana menjawab, jadi justru kembali menyudutkan aku dengan berkata, "Jelaskan sendiri masalahmu pada mama!" Aku kehilangan kata-kata karena merasa sangat memalukan. Aku bahkan belum menyentuh Lindy sama sekali, jadi bagaimana aku bisa membuatnya hamil? Setelah ragu-ragu selama beberapa saat, aku akhirnya memiliki keberanian dengan menjawab dengan suara terbata-bata, "Kualitas spermaku sayangnya kurang bagus…" “Ya Tuhan...” Lily Mulyani menghela nafas dan menatapku dengan mata sedih. Dia kemudian menarik Lindy ke samping dan berbisik, “Apa gunanya menikahi pria tidak berguna seperti dia? Mama tidak peduli dan hanya ingin segera menggendong seorang cucu. Jadi, jika dia bahkan tidak bisa membuatmu hamil, kamu sebaiknya segera menceraikan dia." Di satu sisi, Lindy menyukai sesama wanita, dan di sisi lain dia adalah simpanan Adi Hartanto. Tidak mungkin dia bisa hamil saat ini. Jadi, satu-satunya cara adalah dengan melakukannya dengan aku. Namun, Lindy justru segera menghibur ibunya dengan berkata, “Mama, kami sudah pergi ke dokter diam-diam sebelumnya. Kata dokter itu bisa disembuhkan, tapi hal seperti itu butuh waktu sedikit lebih lama, jadi kami tidak bisa terlalu terburu-buru.” "Mama tidak ingin tahu tentang rencana kalian tentang suamimu yang tidak subur itu. Mama hanya ingin segera memiliki seorang cucu," ucap ibu mertuaku dengan tatapan tidak puas. Setelahnya, ibu mertuaku akhirnya pulang. Begitu kami hanya tinggal berdua di rumah, dia kembali menatap dengan dingin ke arahku. "Aku bisa memberimu seorang anak jika kamu mau. Mau coba sekarang?" tawarku pada Lindy sambil tersenyum lebar. Namun Lindy hanya memutar matanya dengan malas. Dia menunjuk ke beberapa sudut rumah sebelum berkata, "Kamu sebaiknya segera mengerjakan pekerjaan rumah dan jangan bermalas-malasan sama sekali. Ah, aku juga akan mengirimkan menu makan malam untuk nanti. Jadi, kamu harus membersihkan rumah terlebih dulu sebelum menyiapkan semua makan malam nantinya, mengerti?" Aku akhirnya bebas dari omelan ibu mertuaku dan menjadi tuan rumah kembali, namun Lindy rupanya hanya ingin menjadikan aku sebagai pelayan di rumahnya. Berbicara tentang tugasku sebagai pelayan di rumah, pekerjaan yang dibahas oleh Lindy sebelumnya ternyata adalah pekerjaan sebagai sopir. Meskipun aku menandatangani kontrak dengan Citra Group, pekerjaan utamaku ternyata sebagai sopir pribadi untuk istri Adi Hartanto, Fanny Fedrianti. Tidak peduli bagaimana aku memikirkan pekerjaan baruku ini, Lindy tampaknya memiliki tujuan tersembunyi untuk hal ini. Lindy memberitahuku bahwa pekerjaan ini adalah pekerjaan bagus yang telah dia perjuangkan untukku sejak awal. Gajiku dalam satu bulan adalah 10 juta dengan bekerja selama 8 jam sehari. Jika aku bekerja lebih dari 8 jam, itu akan dihitung sebagai lembur dan akan dibayar juga. Lindy juga mempertegas hubungan kami padaku dengan berkata, "Jangan pernah memberitahu Fanny bahwa kita hanya menikah kontrak, oke?" Aku pura-pura tidak tahu tentang alasannya memintaku menikahinya secara kontrak dan bertanya, "Kenapa tidak boleh?" Dengan sabar, Lindy menjelaskan padaku, “Fanny sering pergi ke toko mamaku untuk membeli perhiasan. Mereka berdua sangat dekat. Jadi, jika Fanny tahu, dia akan bercerita ke mamaku dan mamaku akan tahu bahwa kita ternyata hanya menikah kontrak. Jadi, kamu harus sangat berhati-hati karena aku akan membunuhmu kalau kamu memberitahu siapa pun tentang pernikahan kontrak ini." Setelah dia selesai berbicara, Lindy menarik telingaku dengan tatapan ganas. “Tidak, aku berjanji tidak akan pernah mengungkapkan hubungan kita yang sebenarnya,” kataku dengan cepat agar dia melepaskan tarikannya pada daun telingaku. Tentu saja aku tahu bahwa dia takut Fanny tahu bahwa kami hanya menikah kontrak. Lindy hanya tidak ingin Fanny kembali meragukan hubungannya dengan Adi, jadi Lindy sangat berhati-hati dan sangat takut jika aku membocorkan hubungan kami yang sebenarnya pada orang lain. Dari segi pekerjaan, untuk seorang mahasiswa yang belum lama lulus, sebenarnya pekerjaan ini bisa diterima. Walaupun tidak begitu terhormat bekerja sebagai sopir untuk istri bos perusahaan, setidaknya ada yang bisa aku kerjakan. Ibu mertuaku yang cerewet juga tidak akan lagi mencela aku karena bergantung hidup pada putrinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD