Bab 3. Tes dari Fanny

1676 Words
Istri Adi Hartanto, Fanny Fedrianti ternyata juga bukan istri pertama. Ketika dia masih muda, wanita itu adalah bintang top klub malam yang kemudian berhasil menarik perhatian Adi Hartanto dan menjanjikan Fanny sebagai wanita simpanannya. Baru setelah istri pertama yang sah meninggal dunia, Adi Hartanto segera mengangkat Fanny sebagai istri pertamanya. Ironisnya, setelah Fanny menjadi istrinya, Adi Hartanto tetap merasa kurang dan kemudian mengambil Lindy Kusnadi sebagai wanita simpanan barunya. Jadi, tidak heran jika Fanny meragukan hubungan antara Adi dan Lindy. Itu karena sejak awal, dia sudah sangat mengenal baik dan buruk dari suaminya yang gemar berselingkuh itu. Fanny sedikit lebih muda dari Lily, ibu mertuaku. Fanny mungkin berusia sekitar empat puluh tahun. Ketika aku melihatnya, aku langsung mengerti mengapa dia adalah bintang top klub malam dan disukai oleh Adi. Dia rupanya memang sangat cantik. Meskipun dia hampir berusia empat puluh tahun saat ini, dia masih terlihat sangat muda. Jika tidak diperhatikan dengan seksama, aku awalnya hampir berpikir bahwa dia baru berusia dua puluh tahunan. Saat kami bertemu, Fanny mengenakan baju kaos warna-warni tanpa lengan yang dia pasangkan dengan celana harem. Dengan kacamata hitam dan juga bohemian di pergelangan tangannya, Fanny justru terlihat seperti artis muda. Begitu melepas kacamata hitamnya, matanya yang menawan seperti bisa berbicara dan menarik perhatian orang. Fanny memancarkan aura yang sangat memikat dari sekujur tubuhnya dengan bahasa tubuh yang tampak sangat genit. Itu mungkin karena masa lalunya. Menurutku, wanita simpanan kerap kali memang membawa aura khusus maupun sikap semacam itu. Fanny bahkan terlihat sangat santai dan tenang saat ini. Namun, ada satu hal yang sangat baik dari dirinya. Dia tidak sombong. Meskipun auranya sangat centil dan genit, tapi itu justru membuatku merasa bahwa tidak ada jenjang sosial di antara kami. Dia selalu tersenyum dan membuat orang merasa bahwa dia menghormati orang lain. Bahkan, walaupun aku adalah sopirnya, dia tidak terlihat angkuh ataupun merendahkan aku sama sekali. Pertama kali dia melihat aku, tatapan matanya menyapu aku dari ujung rambut sampai ujung kaki beberapa kali. "Aku tidak menyangka sopir baruku adalah pria yang sangat tampan. Ah, aku memang paling suka sama pria tampan," ujar Fanny sambil dengan senyum genit menyentuh otot dadaku. Aku benar-benar terkejut dan tidak bisa mengatakan apa pun hingga Fanny terus mengangguk sambil lanjut berucap, "Kamu boleh juga. Sering berolahraga, ya?" “Kadang-kadang saja, aku olahraga ringan," jawabku sambil terus mencoba bersikap santai. Fanny tersenyum sambil menepuk bahuku dan berkata, "Jangan gugup, oke? Aku bukan orang jahat, jadi santai saja." Tingkahnya yang sangat ramah ini membuatnya terlihat seperti kakak perempuan yang sangat baik hati. Dia sama sekali tidak angkuh seperti seorang istri direktur pada umumnya. Aku dengan sopan membukakan pintu mobil untuknya dan membiarkannya masuk. Pertama kali aku menyetir untuknya, Fanny pergi ke Fair Lady SPA yang berkelas tinggi. Harga di tempat itu terbilang sangat tinggi dan target pelanggannya adalah wanita sosialita seperti Fanny. Perawatan yang ada di sana ada spa, facial, pijat, mandi kaki dan sebagainya. Selain perawatan dasar ini, masih ada berbagai perawatan luar negeri seperti pijat Thailand, mandi s**u dan sebagainya. Ada dua orang pria bule berkulit putih dengan rambut pirang bermata biru berdiri di pintu. Kedua pria bule itu akan membungkuk 90 derajat ketika para tamu masuk. Fanny memberitahu aku, “Nanti Fair Lady SPA mungkin akan menjadi salah satu tempat yang paling sering aku kunjungi. Wanita memang harus melakukan perawatan setiap hari, kalau tidak, kami akan cepat tua. Begitu mereka menjadi tua, tidak ada pria yang akan menyukainya. Pria itu sangat gampang berpindah hati.” Fanny tampaknya telah menghabiskan banyak waktu untuk perawatan penampilannya. Tidak heran jika dia sudah berusia empat puluh tahun tetapi masih terlihat seperti dua puluhan. Saat di dalam mobil, Fanny bertanya kepada aku dengan genit dari kursi belakang, “Wilson, aku datang bersama suamiku saat hari pernikahanmu, kamu tidak lupa, 'kan?" “Tentu saja aku ingat," jawabku sopan. Hari itu keduanya memang datang. Mereka bahkan duduk bersama dan terus saling bergenggaman tangan, seolah-olah mereka memang pasangan yang saling mencintai. “Bagaimana rasanya setelah menikah setengah bulan? Kehidupan setelah menikah sangat manis, bukan?” Tidak ada manis-manisnya sama sekali. Aku mendengus kesal di dalam benakku namun justru berkata, "Rasanya lumayan." Setelah beberapa saat, Fanny tiba-tiba mencondongkan kepalanya ke depan dan berkata tepat ke belakang kepalaku, “Wilson, aku ada pertanyaan untukmu, akhir-akhir ini Adi berkunjung ke rumahmu untuk berkunjung? Apakah kamu pernah melihatnya mengunjungi Lindy?" Mendengar pertanyaan Fanny, otakku mulai berputar dengan cepat. Sepertinya Fanny mulai menyadari akan hubungan antara Adi dan Lindy, dan bahkan sudah tahu situasinya. Dia mungkin juga tahu tentang Adi Hartanto diam-diam pergi ke Samara Garden untuk mencari Lindy. Dia sedang menguji aku! Aku berpura-pura tenang dan langsung berbalik dan tersenyum, “Bagaimana mungkin begitu? Orang besar seperti Pak Adi bagaimana mungkin pergi ke tempat tinggal kami yang tidak layak itu?” Fanny juga tersenyum. Raut wajahnya terlihat semakin menawan ketika dia menyahut, “Belum tentu begitu. Meskipun dia adalah seorang direktur, Adi adalah orang yang gemar melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan statusnya yang tinggi itu." “Benarkah?” Aku semakin yakin bahwa Fanny memang sudah mengetahui hubungan gelap antara Adi dan Lindy. Hal itu membuatku semakin bingung. Mendengarkan nada suaranya, sepertinya dia sudah tahu segalanya. Dia pasti sudah tahu namun hanya sedang berpura-pura bodoh saat ini. Aku akhirnya mengerti kekhawatiran Lindy karena walaupun istriku itu telah melakukan pernikahan kontrak untukku, rupanya Fanny masih tidak bisa menghilangkan kecurigaannya. Hal berikutnya yang Fanny tanyakan padaku membuatku lebih yakin akan dugaanku saat ini tentang dia yang sedang menguji aku. “Ngomong-ngomong, aku dengar kamu dan Lindy menikah setelah saling mengenal selama sepuluh hari. Mengapa kalian menikah begitu cepat? Itu tidak terdengar masuk akal.” Fanny masih menguji aku! Aku dengan berhati-hati menjawab, “Iya, kami menikah setelah 10 hari saling mengenal. Kami langsung memutuskan untuk menikah karena sudah merasa cocok. Lindy adalah wanita yang sangat cantik, jadi aku takut jika menunda terlalu lama, dia akan menyesal dan menolak untuk menikah denganku nantinya." Aku tertawa dengan kaku. “Benarkah?” Fanny terdengar curiga, “Atau ada alasan lain yang tidak boleh diceritakan?” Semakin banyak Fanny bertanya, semakin gugup juga perasaanku. Aku bahkan bisa merasakan keringat yang mulai bercucuran di keningku. Dari cermin, aku melihat Fanny yang duduk di kursi belakang sambal menyilangkan kedua kaki panjangnya. Dia tersenyum aneh sambil menyilangkan kedua lengannya di depan dadanya. Melihat bahwa aku sedang menatapnya, dia mencondongkan tubuh sedikit ke depan hingga belahan dadanya terbuka itu membuatku menelan ludah dengan susah payah. “Tidak ada alasan lain. Aku dan Lindy sepertinya memang sama-sama impulsif, jadi kami setuju untuk melakukan pernikahan dengan cepat," jawabku sambil tertawa pelan. “Lindy tidak seperti orang yang akan begitu impulsif ketika dia melakukan sesuatu. Aku lihat dia selalu berpikir jauh sebelum mengambil keputusan.” Tampaknya Fanny mengenal Lindy dengan sangat baik. “Aku dengar kondisi keluargamu tidak terlalu baik. Kamu baru saja lulus dari universitas, bukan? Lindy Kusnadi sendiri sangat cakap di berbagai bidang. Kalian berdua orang yang datang dari dua dunia yang sangat berbeda itu sama sekali tidak terlihat cocok." “Mungkin Lindy tertarik padaku karena aku kebetulan lebih muda darinya,” ocehku dengan asal. Aku bahkan tidak tahu apa yang sedang aku bicarakan saat ini. “Sebenarnya, aku mengenal Lindy dengan sangat baik karena aku sering membeli perhiasan di toko ibu mertuamu. Kami memiliki hubungan yang cukup baik. Lindy sangat baik dan memiliki kepribadian yang cukup angkuh. Jadi, menurut pengertianku terhadap Lindy, dia tidak mungkin tertarik dengan pria sepertimu." Setelah mengatakan ini, Fanny juga memberitahuku bahwa yang dia hanya mengatakan fakta yang sebenarnya agar aku tidak merasa tersinggung. Semakin banyak Fanny berkata, semakin gugup aku dibuatnya. Aku menjawab dengan pelan, “Mungkin ini yang dinamakan jodoh. Kalau jodoh memang sulit untuk dijelaskan.” “Sekarang hanya kamu dan aku yang di dalam mobil ini. Jujur saja, apa kamu dan Lindy memiliki sebuah persetujuan rahasia, seperti pernikahan kontrak misalnya?" Apa-apaan ini! Fanny sangat cerdas hingga dia bahkan benar-benar menduga bahwa Lindy dan aku mungkin menikah karena kontrak. Otakku berputar cepat. Bagaimanapun, aku harus tenang dengan apa yang terjadi. Aku tidak boleh menunjukkan apa pun, karena Fanny sedang mengujiku sekarang. Itu menunjukkan bahwa dia sedang meragukan aku, jadi aku tidak boleh bertindak gegabah ataupun berucap sembarangan. Melalui kaca spion, aku melihat mata Fanny yang menatapku sambil tersenyum ringan. “Menikah kontrak?” Aku berpura-pura terkejut kemudian tertawa pelan. “Anda bisa saja. Apa itu menikah kontrak? Aku dan Lindy tidak mungkin melakukan hal semacam itu." “Mengapa tidak? Untuk mencapai tujuan tertentu, orang-orang zaman sekarang akan melakukan segala hal. Bahkan, ada juga yang disebut dengan perceraian palsu. Itu karena hidup yang singkat ini hanya seperti panggung pertunjukan," sahut Fanny. Menurutku, ucapan Fanny sama sekali tidak terdengar salah. Namun, aku masih tetap berusaha untuk meyakinkan dia dengan berkata, “Lindy dan aku adalah suami istri yang sah. Kami tidak menikah karena kontrak, itu karena kami saling mencintai." Fanny terdiam beberapa saat sebelum tiba-tiba bertanya padaku, “Apakah Lindy hebat di ranjang? Apakah itu jauh berbeda dari yang biasa aku rasakan saat aku o*****e?” Aku tidak menyangka Fanny begitu lugas, jadi aku tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. “Wilson, kamu ternyata cukup pemalu. Namun, apa yang membuatmu merasa malu? Ketika pria dan seorang wanita berteman dan menikah, bukankah itu hanya untuk seks? atau… apakah kalian belum pernah melakukannya sebelumnya?” Poin utamanya ada di kalimat terakhir. Fanny benar-benar sangat mengerikan. Dia bahkan tidak hanya mencurigai aku dan Lindy melakukan pernikahan hanya karena kontrak, namun juga menebak bahwa kami bahkan belum melakukan hubungan badan. Semua tebakannya memang cocok, dia benar-benar bukan wanita biasa. Hatiku bergejolak menyesali keputusanku untuk menjadi sopirnya. Belum apa-apa namun dia sudah berhasil memancing informasi sebanyak itu. Aku merasa bahwa aku hampir kehabisan tenaga untuk diserang olehnya terus-menerus. “Anda ... kenapa menanyakan pertanyaan ini kepada terus? Aku benar-benar malu." “Apanya yang memalukan? Kita berdua sama-sama sudah menikah. Tidak ada yang perlu membuatmu malu. Jadi, ceritakan padaku tentang rasanya berhubungan seks dengan Lindy. Istrimu itu adalah wanita luar biasa yang bahkan kecantikannya menempati urutan nomor satu di Citra Group. Apa kamu tahu berapa banyak pria yang ingin menikmati tubuhnya itu? Jadi, bagaimana rasanya ketika kamu melakukan itu dengan dia?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD