bc

Gagah with Dangerous Traps

book_age18+
333
FOLLOW
1K
READ
weak to strong
like
intro-logo
Blurb

Gagah yang tidak pernah tahu apapun tentang ayahnya, selain uang yang selalu diterimanya dari sang ayah dengan rekening atas nama Bram. Jangankan kasih sayang, melihat wajahnya saja tidak pernah. Membuat rasa penasarannya kian memuncak, ibunya tidak pernah mau memberitahukannya. Hingga, kejadian tidak terduga terjadi. Dia menemukan titik terang. Namun, semua yang dianggap keberuntungan olehnya tidak gratis. Dia harus merelakan banyak hal, termasuk lengser dari jabatannya.

chap-preview
Free preview
Keberuntungan yang tidak Diharapkan
Gagah berjalan dengan gayanya yang santai, tapi mampu membuat orang lain terkesima. Satu kampus mengetahui siapa lelaki yang memakai almamater kampus dengan gayanya yang sangat rapi. Membuat para mahasiswi mampu menghentikan aktifitas sebentar, hanya untuk melihat lelaki itu berjalan. Hal ini terkesan berlebihan, tapi Gagah memang mendapatkan perlakuan berbeda, sebab semua warga kampus mengetahui bahwa dirinya adalah seorang ketua BEM. Meskipun begitu, sebenarnya gagah tidak pernah sombong, dia juga tetap berprilaku sebagai mahasiswa pada umumnya. Namun, mereka yang memperlakukannya dengan khusus. Awalnya, dia tidak nyaman. Namun, karena sudah terbiasa. Akhirnya dia menerima saja. Karena hal ini, banyak yang tidak suka juga padanya. Termasuk wakilnya sendiri. Dia merasa tidak mendapatkan perlakuan yang sama dengan yang didapatkan oleh Gagah. Sudah beberapa kali, dia mencoba untuk menjatuhkan anak itu, tapi tidak pernah berhasil. Setelah membayar orang untuk mencari informasi, akhirnya Dino mengetahui kelemahan Gagah. Dia menyebarkan fitnah bahwa gagah tidak amanah menjalankan tugasnya sebagai ketua BEM. Rumor itu dibuat berkembang, sampai Gagah mengalami kewalahan, dalam menghadapi pertanyaan dan sindirian warga kampus. Teruma mahasiswa dan mahasiswi di kelasnya. "Dikira berwibawa, ternyata cuma kedok. Nyesel udah milih." Salah satu dari sekian ucapan yang mampu membuat hatinya ngilu. Namun, dia tetap diam dan mencari tahu. Dia juga sadar, semakin di atas maka angin juga akan semakin kencang. Dia akan mencari tahu, dalang dibalik semua itu. Selepas semua mata kuliah selesai. Dia segera pergi, tapi dirinya dihadang oleh satu mahasiswi yang entah dari semester berapa. Wanita tersebut berdiri tepat dihadapannya. "Maaf sebelumnya Kak," "Iya ada apa?" "Aku hanya ingin memberitahukan, jika penyebar gosip ini adalah Kak Dino." "Maksudnya?" Gagah tidak langsung menelan mentah-mentah informasi tersebut, dia meminta penjelasan terlebih dahulu. Lagipula, meskipun dia dan Dino memang tidak terlalu akrab, tidak mungkin wakilnya itu berbuat seperti itu. "Jika Kakak tidak percaya. Bisa cek ke gedung olahraga, di sana mereka sedang membagikan uang. Permisi." Gadis itu langsung pergi dari hadapannya. Mungkin, karena takut. Jika ketahuan mengadu padanya. Gagah ragu, tapi langkah kakinya tidak bisa ditahan. Dia tetap berjalan ke tempat itu. Benar saja ternyata, Dino sedang membagikan uang kepada beberapa orang yang mungkin sudah menjalankan tugasnya dengan baik, karena berhasil membuat orang lain percaya dengan gosip yang beredar. "Harusnya, Saya dapat bagian paling banyak sebagai pemeran utama!" Suara Gagah terdengar sangat menusuk. padahal dia berkata dengan sangat kalem. Tidak terlalu membuka membuka mulutnya, dia memakai suara dengan nada rendah. Namun, berhasil membungkam orang-orang yang ada di sana. Dino terlihat kaget, tapi dia tidak membiarkan Gagah mengetahuinya. Lelaki itu justru melemparkan uang ke depan orang yang dianggapnya lawan itu. "Ternyata pak ketua merasa tersinggung. Jika memang tidak merasa, kenapa mesti marah?" Dino merasa dirinya hebat, dia tidak takut pada Gagah. Lelaki itu berjalan ke arah Gagah yang sedang berdiri tegak. "Cara licik, tidak akan mampu menjatuhkan Saya. Jika Kamu ingin informasi yang lebih detail, harusnya tanya pada sumbernya langsung. Jika ingin Saya mundur dari jabatan ini. Seharusnya, Kamu cukup memikat hati para warga kampus. Bukan memfitnah orang yang sudah bekerja keras. Karena jika Kamu memfitnah Saya sama saja dengan menjatuhkan kinerja organisasi." Gagah marah, tapi dia tidak memiliki banyak tenaga untuk meladeni seorang Dino yang terkenal dengan ambisius. Dia berbalik, bersiap melangkah dan meninggalkan tempat ini. Orang-orang yang mendengar ucapannya menjadi malu. Dino merasa tidak terima, karena ucapan lawannya itu membuat harga dirinya jatuh. Dia menarik bahu Gagah, sampai membuat lelaki itu berbalik, di saat yang sama. Dino langsung melayangkan serangan. Gagah tersungkur ke lantai, karena setelah meninjunya, Dino langsung menendang perutnya. Dia berusaha bangkit. Dan mencoba melawan. Meskipun, hatinya berkata jangan, pikirannya terbayang wajah ibunya yang tidak pernah memperbolehkan dia untuk memukul orang lain. Namun, dia tetap melakukannya. Dia berdiri dengan cepat, lalu mencoba untuk melayangkan gempalan tangannya. Sangat disayangkan, Dino lebih dulu menghindar, dan malah memukulnya dari belakang, mendorong Gagah sampai jatuh ke kolam renang. Mereka memang sedang berada di gedung olahraga, tapi dibagian kolam renang. Karena hanya tempat ini yang jarang dipakai. Tidak ada yang berani untuk melerai. Mereka takut terkena masalah. Tanpa dua orang itu sadari, mereka sedang direkam oleh salah satu di antara mereka yang sedang berkerumun menyaksikan keduanya. "Cabut!" Teriak Dino, dia berjalan keluar gedung tersebut, diikuti oleh mahasiswa lain. Beruntung, Gagah adalah orang yang senang berenang. Dia tidak tenggelam. Meskipun badannya terasa remuk sekarang. Dia tetap bangun, dan pulang ke rumah dengan gontai. Baru kali ini, dia sangat merasa tidak berguna. Dengan keadaan basah kuyup, dia mengendarai motornnya sampai ke rumah. Baju kotak-kotak dan celana bahan itu hampir kering, karena terkena sinar matahari dan juga angin. Sesampainya di rumah, dia segera masuk ke dalam kamarnya. Berharap, ibunya tidak melihat dia dalam keadaan seperti ini. "Kamu pulang telat Nak?" tanya wanita paruh baya, yang sudah memiliki beberapa uban di poninya. Gagah berbalik, menghadap sang ibu. "Iya Bu," jawabnya sembari menunduk, dia tidak berani melihat ekspresi ibunya. "Segera bersihkan badanmu, lalu temui ibu di dapur." Ibunya tahu, ada yang tidak beres dari sang anak. Namun, dia butuh pikiran yang tenang, sebelum menasihati anak bujang kesayangan. Ibu mana yang tidak kaget, melihat anak kesayangannya memiliki memar di wajah, penampilan yang selalu rapih itu terlihat jadi lusuh, belum lagi rambut klimis menjadi lepek. Gagah langsung mandi, dan bersiap menemui ibunya. Dia berjalan ke dapur, di sana terlihat, ibunya sedang duduk, dengan tangan berada di meja kecil, yang biasa dipakai untuk minum teh. Sudah tersedia, dua teh manis hangat, dan juga kotak P3K. "Duduk!" "Bu-" "Minum dulu tehnya. Terlalu dingin, tidak enak." Melihat ibunya setenang ini. Membuatnya tambah ketakutan. Wanita yang sudah melahirkannya itu memang bukan tipe orang yang menggebu-gebu. Namun, jika sudah berbicara bisa membuat orang sakit sampai ke tulang. Dia menurut, lalu meminum teh tersebut. Suara kotak P3K terdengar nyaring, berbunyi bersamaan dengan suara cangkir yang berdenging dengan piring kecil. "Lain kali, jika Kamu senang berkelahi, atau ingi menjadi sok jagoan, jangan jadi anak Ibu." Hati anak mana yang tidak sedih. Mendengar kata-kata ini keluar dari mulut ibunya. Bahkan, di saat dia sama sekali tidak salah, dan butuh sekali dukungan. Mata Gagah sudah berkaca-kaca, dia memberanikan menatap ibunya. Memohon lewat tatapan, agar kali ini dia dimengerti. Ibunya tidak memperdulikan tatapan itu, dia memilih untuk menarik wajah anaknya agar lebih dekat, supaya bisa diobati. Gagah hanya bisa pasrah. Dia menahan pipi bagian dalam, agar tidak menimbulkan suara. Ternyata, saat terkena obat, lukanya menjadi perih. "Jangan harap, Ibu akan datang memenuhi panggilan kampus." "Bukan Aku yang salah Bu," ujarnya. Hanya pada ibunya dia bermanja seperti ini, dalam kehidupan sehari-hari bersama teman-temannya. Dia selalu menggunakan kata saya. "Siapa yang perduli? Ibu tidak meminta Kamu menjadi terlalu pintar, apalagi terkenal. Jangan menjadikan kelebihanmu sebagai alat orang membencimu." "Bu..., Sekali ini saja dengerin Gagah." "Simpan penjelasan itu untuk orang kampus. Ibu tidak butuh." Lagi dan lagi, Gagah menelan ludahnya sendiri. Ucapan ibunya membuat mental dia sangat lemah. "Gagah mau belajar bela diri." Entah keberanian dari mana, dia berani berkata seperti itu, padahal dia tahu akibat dari ucapannya. "Jawabannya tetap sama. Kamu tidak melakukan itu. Buktinya, selama ini Kamu tidak pernah ada yang mengganggu kan? Kejadian ini baru sekali terjadi. Jangan jadikan alasan." "Aku laki-laki, harus punya bekal. Kelak, Aku harud melindungi orang yang kusayang, termasuk Ibu." "Gunakan logikamu. Dari sekolah dasar rangking satu. Belajar apa saja?" "Oke, Aku gak akan belajar bela diri. Namun, Ibu harus beritahu di mana Ayah." "Sepertinya, hari ini terlalu berat, Kamu sebaiknya istirahat." Ibunya menutup kotak P3K, lalu dia berjalan ke arah rak, lalu menaruhnya di sana. Selalu seperti ini, ketika menanyakan di mana ayahnya. Ibunya menghindari. "Kenapa sih Bu? Kenapa Aku selalu dibuat seperti ini. Ibu selalu meminta dan melarangku ini dan itu. Namun, tidak satu pun yang diberikan penjelasan." Ibunya memejamkan mata, dia tidak tahu kenapa hatinya terasa sangat ngilu, menatap anaknya sudah berkaca-kaca. Merindukan sosok ayah yang sedari kecil dia tanyakan. Sementara, dirinya tidak pernah berniat memberikan ayah pengganti untuk sang anak. "Jika semudah itu, Ibu sudah memberitahukan dari dulu. Kamu ingin dimengerti bukan? Sebelumnya, Kamu harus bisa mengerti orang lain." Gagah memegang tangan ibunya, dia benar-benar memohon kali ini, semua terasa sangat tidak logis untuknya. Dia ingin menuntaskan yang selama ini ibunya sembunyikan. "Sekali ini saja Bu," ujarnya sangat lemah dan penuh permohonan. Dia sampai berlutut. Tidak perduli dianggap lemah. Dia merasa Ibunya tidak memperbolehkan hal itu, karena ada hubungannya dengan sang ayah. "Ayahmu masih hidup. Dia sangat baik, dan bahagia dengan kehidupannya. Apa yang kamu harapkan?" "Bertemu dengannya." Air matanya menetes begitu saja. Dia lelah menjadi anak yang tidak memiliki ayah. Sementara Ayahnya masih hidup. "Dia sudah bahagia. Jangan ganggu hidupnya. Jangan jadi cengeng, Kamu tidak pantas seperti ini. Kamu mungkin tidak bisa memukul orang menggunakan tanganmu, tapi jangan biarkan mereka memukulmu, apalagi sampai terjatuh." Ibunya pergi dari hadapannya, membiarkan dia terduduk di lantai dapur bersih ini. Sulit sekali mencari jawaban dari pertanyaan ayah ada di mana. Karena dia tidak memiliki siapapun selain ibunya di dunia ini. Entah bagaimana bisa seperti ini, yang jelas semua tertutup rapat. Bahkan ketika lebaran pun tidak ada acara kumpul keluarga, mereka hanya berdua saja. Hari ini, cukup menyakitkan untuknya. Dia menghadapi banyak masalah, dan saat ini dia merasa tidak memiliki siapapun setidaknya orang yang mengerti keadaannya saja tidak ada. Meskipun terbiasa sendiri, dia merasa tidak bisa mengatasi kesepiannya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

PLAYDATE

read
118.8K
bc

Scandal Para Ipar

read
694.6K
bc

Marriage Aggreement

read
81.3K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
625.6K
bc

Menantu Dewa Naga

read
177.4K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
861.1K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook