“Ayolah Ea, kau bukan anak kecil lagi! Seharusnya kau sadar bahwa kau bukan seorang Clairchanter!” Raas berucap dengan tegas meskipun tidak ada teriakan yang keluar dari mulutnya, Ea terdiam dengan raut wajah kecewa mendengar ucapan tersebut. Melihat raut wajah Ea yang berubah menjadi seperti itu, membuat Raas menjadi sedikit merasa bersalah. Ia mengacak-acak pelan rambut Ea seraya menyunggingkan sebuah senyuman pada adiknya tersebut.
“Jadi, siapa saya? Kenapa saya tidak memiliki apapun dari Ibunda dan Ayahanda?” pertanyaan Ea itu sukses membuat Raas terdiam, ia pun tidak mengerti mengapa Ea tidak memiliki kekuatan keturunan Keluarga Nara dari Ayahanda, maupun kekuatan Clairchanter dari Ibunda mereka?
Hal yang membuat Raas kebingungan adalah Ea… Ia justru memiliki kekuatan yang sangat berbahaya yang bisa saja membunuh dirinya sendiri maupun orang-orang disekitarnya.
Raas menegakkan tubuhnya di hadapan sang adik, ia bersiap dan bertekad untuk memberitahu siapa Ea sebenarnya saat ini, kerena ia tidak bisa terus menyembunyikan kenyataan tersebut. “Ea, kau adalah...”
Tok-tok-tok suara ketukan pintu yang terketuk itu menyadarkan keduanya, dan membuat Raas menghela nafas dengan jengkel, karena merasa terganggu oleh ketukan pintu tersebut. Ia menatap pada pintu besar nan mewah tersebut dengan mata yang memincing tajam, “Siapa?” Tanyanya memastikan siapa yang berani mengganggunya.
“Ini saya Baginda. Saya Adam!” Terdengar jelas suara Adam yang menjawab pertanyaan Raas dari luar kamar sana. Raas menghela nafasnya dan berdiri dari posisi duduknya seraya berkata “Masuklah!” Namun saat ia hendak melangkah kea rah pintu tersebut, tanpa di sangka-sangka Ea menarik lengannya dengan cepat dan keras untuk kembali terduduk di sampingnya. Dan ternyata tubuh Raas saat itu sedang dalam keadaan tidak seimbang, sehingga menyebabkan ia terjatuh menindih tubuh sang Adik yang masih berada di atas kasur.
Kejadian itu terjadi tepat disaat Adam membuka pintu kamar Ea, sehingga Adam melihat posisi Raas yang menindih tubuh Ea, hal itu tentu membuatnya luar biasa terkejut. Sayangnya, tarikan tangan Ea pada Raas yang tidak sempat terlihat oleh para Raja itu, membuat prasangka buruk muncul dari Raja muda ini. Para Raja dan Ratu yang berdiri dibelakang Adam pun terkejut melihatnya, dan mungkin memiliki prasangka yang sama dengan Adam.
Adam yang merasa dirinya telah mengganggu privasi dari sang Pemimpin, dengan cepat meminta maaf meskipun dengan ucapan yang terbata-bata. “M-maaf bukan maksud saya mengganggu Baginda dan… T-tapi, apa tidak sebaiknya Pangeran Ea kita bawa ke tabib?” Adam menawarkan ide yang terlintas di pikirannya, ia menggaruk pelan tengkuknya ketika mendapatkan tatapan dari sang Pangeran dan sang Raja. Ea yang menyadari raut wajah Adam dan juga para Pemimpin yang berbisik dibelakang sana, membuatnya menyunggingkan senyuman samar.
Raas kembali berdiri dari posisinya dan menjawab pada sang bawahan, “Tidak perlu Adam, aku sudah menyembuhkannnya!” ia menarik lengan Ea agar ia terduduk dari tidurnya sehingga para Raja tidak mengkhawatirkannya. Mendengar pernyataan dari Raas tersebut, seluruh Raja dan Ratu tentu terlihat tidak percaya.
“Apa benar Pangeran? Anda sudah baik-baik saja?” Raja Guam memasuki kamar Ea tanpa permisi ketika ia menanyakan hal yang memang tidak ia percayai, tidak mungkin Ea bisa sembuh begitu saja tanpa pertolongan dari tabib.
Ea tersenyum semanis mungkin di hadapan para pemimpin Kerajaan itu, dan menjawab pertanyaan tersebut “Benar Raja Guam, saya sudah baik-baik saja dan semua ini berkat sentuhannya. Terima kasih Kak!” Guam, Adam maupun seluruh Raja dan Ratu yang ada di belakang sana terdiam membatu mendengar perkataan yang keluar dari mulut Pangeran Ea. Raas yang juga terkejut segera menatap pada sang adik dan mengetahui bahwa senyuman yang saat ini di pasang di wajah itu adalah senyuman jahil milik Ea.
‘Dia ingin membuatku berada dalam masalah besar.’ Pikir Raas melebarkan kedua sorot matanya pada Ea. Setelah cukup lama terdiam, Guam dan Adam akhirnya saling menatap, sementara Rwanda yang mendengarnya terlihat shock dan menggelengkan kepalanya berulang kali.
“Jika begitu, kami akan menunggu Baginda di ruang perundingan saja.” Adam berucap untuk mencairkan suasana, dan berbalik meninggalkan kamar tersebut tanpa berkata apapun lagi pada sang Raja, ia bersama ke 14 Pemimpin Kerajaan pergi dari tempat tersebut.
“Saya tidak mengerti Adam, apakah mereka saling… menyukai?” Pertanyaan yang keluar dari Find itu membuat Adam meliriknya dan melihat wajah sang Raja yang tidak merasa canggung menanyakan hal tersebut, ia berjalan mengimbangi langkah Adam yang berjalan sedikit cepat dari yang lainnya itu.
“Tentu tidak!” Adam membantah dengan keras dan lantang, “Saya baru melihat mereka seperti ini. Namun yang jelas, jangan sampai kabar ini tersebar. Karena, hanya kita yang ada disana tadi! Dan jika kabar ini menyebar, kita yang akan dituduh telah menyebarkan kabar yang sangat tidak benar.” Adam menjawab dan memperingatkan pada para Raja di belakangnya. Mereka pun mengerti maksud dari Adam, mereka juga takut jika kabar ini meluas, dan merekalah yang akan dituding menyebarkan kabar tidak jelas dan tidak pasti ini.
“Saya benar-benar tidak menyangka!” Sebastian berbisik pelan pada Josh, dan Josh hanya mengangguk dengan santai meskipun wajahnya terlihat peduli tidak peduli atas masalah ini.
“Kalian jangan terlalu percaya, Pangeran yang satu ini sangat sering menipu kita.” Bodhi yang merangkul pundak Josh dan Sebastian berbisik pelan mengingatkan keduanya, mereka berdua pun melirik pada Bodhi yang berada ditengah keduanya kemudian mengangguk pelan mengiyakan apa yang Bodhi katakan.
“Ratu Rwanda apa anda baik-baik saja?” Raja Sagiso yang menahan tawanya melihat sikap diam Rwanda sepanjang lorong itu akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, membuat seluruh Raja dan Ratu Clara menatap mereka.
“Perasaan kecewa yang sangat besar.” Ronce berbisik kepada Jiwoo dan Aruba yang berjalan dibelakang Rwanda yang tidak menjawab pertanyaan dari Raja Sagiso tadi, ketiganya termasuk Ronce sendiri, menahan tawa mendengar ucapan yang baru saja Raja Ronce katakan.
“Kalian tidak boleh begitu... Nanti jika ketahuan orangnya, kalian bisa diperangi loh.” Robert yang mendengar bisikan Ronce tadi, berucap memperingatkan. Sontak ketiga Raja itu terdiam dan dengan cepat melirik pada Robert yang ada di samping kiri ketiganya. “Ada apa?” Robert yang seolah ia tidak mengetahui kesalahannya pada ketiga Raja yang lebih tua darinya itu berlagak bertanya, membuat Ratu Clara yang berdiri disampingnya hanya menggeleng kecil guna menutupi tawanya.
“Apa maksudmu berkata ‘karena sentuhanku?’, mereka jadi berpikir yang tidak-tidak, Ea?!” Raas menatap Ea dengan amat tajam selepas Adam menutup pintu, Ea tertawa puas seraya memegangi perutnya yang terasa sakit ketika mendengar pertanyaan atau lebih tepatnya sentakan dari sang Kakak tersebut.
“Hahaha... Salahkan saja Adam yang memasang raut wajah seperti itu Kak!” Ea menjawab dengan tawa yang masih terdengar di telinga sang Raja. Raas sedikit mendecak kesal menimpali jawaban Adiknya itu, dan menghela nafasnya. “Sudahlah Kak, cepat kembali berunding. Jika anda berlama-lama disini, mereka akan berpikir yang tidak-tidak.” Ea segera bangkit dari duduknya dan mendorong Raas keluar dari kamarnya seraya masih dengan kekehan kecil yang keluar dari bibirnya, sementara Raas sengaja memberatkan tubuhnya agar tidak terdorong keluar oleh sang adik.
“Pada kenyataannya mereka sudah berpikir yang tidak-tidak, Ea!” Raas kembali berucap saat tubuhnya sudah sangat dekat dengan pintu besar tersebut.
“Hahaha... Kalau begitu luruskanlah!” Ea tersenyum pada Raas, ia berhasil mendorong Raja tersebut keluar dari kamarnya kemudian segera menutup pintu tersebut.
Dengan santai, Raas yang sudah terusir dari kamar sang adik berbalik, dan tersenyum menatap pintu yang telah tertutup itu, kemudian ia berjalan kembali menuju ruang berunding dengan sedikit menggelengkan kepalanya. Raas Berpikir bagaimana ia akan menghadapi para Raja dan Ratu yang menunggunya di ruang rapat.
Di sisi lain, Ea yang telah mengunci pintu kamarnya tertunduk di hadapan pintu besar tersebut. Seketika senyuman di wajah itu memudar, ia mengingat jelas perjuangan Raas yang begitu besar dalam membangun kembali Kerajaan Monitum. ‘Semoga ini dapat menghiburmu, dan meringankan sedikit beban pikiranmu atas segala masalah yang terjadi di Kerajaan ini Kak.’ Bisiknya pada dirinya sendiri.
Uhuk... Ea menutup mulutnya ketika ia batuk dan mengeluarkankan darah, ia terjatuh bersandar pada pintu besar tersebut. ‘Apa penyakitku ini sudah semakin parah?’ pikirnya lagi saat melihat darah yang ada ditangannya.
to be continue.