Ara menyenderkan punggungnya ke sofa. Kakaknya telah kembali ke kantor tadi. Ara menatap si kembar yang sedang bermain dengan si Alien. Ia tak menyangka si kembar bisa begitu cepat akrab dengan Vando. Ah, ia lupa! Si Alien kan juga bocah. Jadi, pantas saja mereka bisa akrab begitu cepat.
Ara sangat menyayangi si kembar, apalagi ia ingin sekali mempunyai adik dari dulu. Makanya, saat istri kakaknya mengandung dan melahirkan, ia sangat antusias. Bahkan, ia selalu meluangkan waktu ke rumah Kakaknya saat libur untuk bermain dengan si kembar. Jadi, tidak heran kalau si kembar menjadi lengket dengannya.
Oh, iya, Mami si kembar sebenarnya bukanlah wanita sibuk. Hanya saja Mami si kembar itu penulis yang mempunyai banyak sekali penggemar. Sebulan sekali pasti Mami si kembar selalu ada roadshow seperti saat ini.
"Dasar bocah!" gumam Ara saat melihat Vando yang begitu asik bermain dengan si kembar. Bahkan wajah Vando terlihat sumringah. Ara menggeleng geli saat mereka bermain kejar-kejaran dengan pistol mainan.
"Jangan lari-larian sambil naik turun gitu! Itu tangga bukan ingus!" seru Ara.
"SIAP AUNTYYY!!" teriak mereka serempak lalu berlari menuruni tangga.
Tunggu dulu! Siap Aunty? Mereka bertiga? Berarti sama Vando juga? Memangnya sama siapa lagi, Ra! Ara meradang saat tau si Alien memanggilnya Aunty juga. Dengan wajah garang, ia menghadang Vando yang sedang berlari.
Vando berhenti mendadak saat gadisnya berdiri di depannya. Untung saja ia bisa ngerem dengan baik, kalau tidak, ia pastikan sekarang pasti gadisnya sudah berteriak keras karena ditabraknya.
Bugh!
Setelah lumayan lama tak merasakan bogem mentah dari gadisnya, kini Vando merasakannya lagi. Vando meringis, sementara si kembar mengerjap melihat adegan action secara langsung.
"Sekali lagi gue dengar lo manggil gue Aunty, gak cuma tangan gue yang melayang, tapi sofa juga melayang!"
"Kalau mau ikut main bilang, Nona, gak usah pakai pukul segala," kata Vando dengan cengiran lebarnya.
Ara menatap Vando keki. Apa pukulannya tidak sakit? Hingga masih bisa buat si Alien menyengir lebar. "Lo mau gue tendang hah?!"
"Please deh Aunty, Uncle, jangan melakukan adegan kekerasan di depan kami yang masih bocah ini!" gerutu Vion sebal karena acara mainnya terganggu.
"Klise! Benci jadi cinta! Udah kaya sinetron alay aja!" cibir Vian.
Ara mingkem. Diliriknya Vando yang malah tertawa ngakak. Memangnya ada yang lucu apa? Yang ada dia malah jengkel karena dicibir oleh bocah bermulut pedas yang masih duduk di bangku kelas satu itu. Mulut Vian benar-benar berbahaya! Pantas saja keponakannya yang satu itu jarang mempunyai teman.
"Mending kalian lanjut gih sana mainnya!"
"Kalau Aunty gak ganggu juga sekarang seharusnya kita lagi main!"
Nah! Tuh kan! Tau dong siapa yang bicara? Itu tuh si bocah kecil yang mulutnya kayak cabe. Andai sabar dapat uang, pasti dompet Ara sudah tebal karena meladeni mereka bertiga butuh stok kesabaran yang banyak. Ara kembali menyenderkan punggungnya ke sofa. Ia berusaha mengabaikan ketiganya yang sudah kembali bermain dengan membaca majalah yang menyempil di sofa.
"BERUBAH!!" teriak ketiganya serempak. Ara berharap, telinganya tidak mengalami gangguan setelah ini. Sadar, Ra! Bukannya lo juga suka berteriak!
"Boboi Boy api!" seru Vian
"Boboi Boy air!" seru Vion juga
"Pahlawan bertopeng!" seru Vando sambil menirukan gaya sosok pahlawan favorit Shincan. Pada tau kan kartun Shincan? Itu loh, yang bercerita tentang anak kecil yang nakal.
"Kok malah nyambungnya ke Shincan si Uncle?" protes Vion.
"Kamu kan udah api sama air, kalau Uncle ikutan jadi Boboi Boy tanah kalau gak angin, nanti jadinya Avatar dong," jelas Vando.
Ara tertawa. Mari kawan-kawan, kita tunggu sebentar lagi.
"Susah sih kalau main sama yang beda generasi! Gak sekalian aja Uncle berubah jadi Boots'nya Dora!"
Ara ngakak nista. Tau kan Boots'nya Dora? Itu loh, seekor monyet yang memakai Boot berwarna merah dan selalu menemani Dora kemana pun. "Terus ngomong Swiper jangan mencuri! Swiper jangan mencuri!"
"Wow, lo juga tau kartun Dora, Nona?" tanya Vando takjub.
"Gini-gini gue juga pernah kecil kali! Emangnya pas brojol, langsung segini!" Ara malah jadi keki, sementara si kembar, Vian dan Vion memutar bola mata mereka.
"Kalau udah berantem, Uncle sama Aunty berasa dunia milik berdua! Yang lain mah ngontrak," gumam Vian disambut anggukkan Vion.
Vion pun menarik ujung baju Vando dan Ara yang sedang asik berdebat.
"CILUKBA!" seru Vion sambil menirukan gayanya saat Ara dan Vando menengok. "Kita bukan upil kali, yang ada tapi gak keliatan gara-gara nyempil!"
Ara dan Vando melongo sesaat lalu tertawa. Sementara Vian menepuk dahinya mendengar perumpamaan dari kembarannya itu.
"Tapi cinta Uncle ke Aunty kalian itu kaya upil, gak akan hilang walau berusaha dibuang." Vando kembali ngakak.
"Emang lo mirip upil Alien! Mengganggu kalau gak dibersihkan, tapi tetap aja datang lagi!" ketus Ara.
"Tapi ibaratnya, hidung tanpa upil mana lengkap." Vian ikut menimbrung, membicarakan benda kecil yang selalu menyempil itu. Bahkan, bisa menimbulkan perperangan bila dioleskan ke orang lain.
"Kalian jorok ngomongin upil," gumam Vion membuat ketiganya melotot ke arahnya.
"Emangnya siapa coba yang pertama bahas upil?!" cibir Ara. "Sana gih main lagi!"
"Gak ah, capek!" ujar Vion.
"Main rubik aja yuk!" seru Vian lalu mengeluarkan rubik 4x4 dari dalam tasnya. "Cepat-cepatan, yang kalah harus nurut sama perintah yang menang, gimana?"
"Oke!" jawab Vando dan Vion, sementara Ara tak ikut bermain.
Ara ingat, saat di kembar mengajaknya bermain rubik-rubik menyebalkan itu. Ia melempar rubik si kembar ke lantai dengan keras karena saking kesalnya tak selesai-selesai. Karena perbuatannya itu pula, si kembar ngambek saat rubik kesayangan mereka rusak. Lagian permainan macam apa itu? Bukankah permainan diciptakan untuk menghilangkan stress, tapi itu malah membuat stress bertambah.
"Aunty jadi wasit."
Ara mengangguk lalu memasang timer di handphonenya. Dia penasaran, apakah si Alien bisa mengalahkan si kembar yang jago bermain rubik itu. "Oke, siap? Tiga, dua, go!"
Ara pusing melihat tangan-tangan mereka yang begitu cepat memutar rubik.
"Selesai!" seru Vando.
"57 detik," gumam Ara saat melihat waktu yang di pecahkan si Alien.
"Kalian kalah! Jadi, kalian harus nurut sama Uncle." Vando menyeringai. "Sekarang, kalian bereskan semua mainan yang berhamburan di lantai, Jagoan!"
Tak ada bantahan dari si kembar walau sesekali mulut mereka mengeluarkan gerutuan. Dipunggutnya satu persatu mainan di lantai lalu memasukannya kembali ke dalam tas.
"Capek!" keluh Vian saat selesai membereskan.
"Laperrr," rengek Vion.
"Di kulkas udah gak ada bahan makanan lagi, Nona," kata Vando. "Gue ke supermarket dulu deh, Nona."
"Ikutttt!" teriak si kembar.
"Kalau kalian ikut terus yang nemanin Aunty'nya siapa?" tanya Vando. Ia tak mungkin meninggalkan gadisnya sendiri di rumah.
"Gue ikut juga deh, Alien."
"Lo baru baikan, Nona, nanti lo capek dan drop lagi," tolak Vando.
"Gak usah lebay!" ketus Ara. Memangnya ia selemah itu!
Vando mengalah. "Kalau lo capek bilang, Nona!"
"Udah belum dramanya? Kita laper nih!" sahut Vian.
Vando tertawa. "Ayooo berangkatttt!!"