16. Belanja

1339 Words
"Katanya dekat Aunty supermarketnya? Tapi kok gak sampai-sampai!" seru Vion. "Sabar, bentar lagi juga sampai." Ara tertawa dalam hati melihat ekspresi cemberut si kembar. Sekarang mereka sedang berjalan kaki ke supermarket yang jaraknya lumayan jauh dari rumahnya. Tadinya Vando mengajak mereka untuk naik motor, tapi Ara menolak tegas. "Gue gak mau! Cabe-cabean aja naik motor bertiga! Ini kita berempat, Alien!" Ara melirik Vando yang terlihat biasa saja. Tak ada ekspresi lelah sama sekali. Malah yang ada Vando tersenyum lebar. Oh, iya, dia lupa! Vando kan bukan manusia, tapi alien. "Kayaknya dari tadi Aunty bilang bentar lagi, bentar lagi deh, tapi gak sampai-sampai!" gerutu Vian. "Kalau masih jauh bilang aja sih!" Ara terkekeh. Digandengnya si kembar dengan riang. Kapan lagi coba dia bisa membuat si kembar kesal? Biasanya kan dia yang selalu di buat jengkel oleh si kembar. "Sampai!" seru Ara saat sudah sampai di depan supermarket. "Aku kira, kita sampainya besok!" Tau dong itu siapa yang ngomong? Yaps, siapa lagi kalau si mulut pedas Vian yang menggerutu sepanjang jalan bersama Vion. "Ayo masuk!" seru Vando. Ia pun mengambil keranjang untuk menaruh belajaan mereka, sementara Ara tetap menggandeng si kembar. "Aku maunya ikan!" "Tapi aku maunya ayam!" "Ikan!" "Ayam!" Kalian pikir itu Vando dan Ara yang berdebat? Oh, salah, tapi itu si kembar Vian dan Vion yang sedang berdebat. Ara menghela napasnya melihat si kembar yang tidak ada yang mau mengalah. Ia mendelik sebal saat melihat Vando yang terlihat cuek dengan pertengkaran kecil si kembar. Si Alien itu malah sibuk melihat-lihat deretan daging ikan dan ayam. "Ikan untuk Vian dan ayam untuk Vion." Vando pun memasukan keduanya ke dalam keranjang. "Jadi, gak usah bertengkar, oke jagoan?!" Si kembar mengangguk patuh, sementara Ara tidak mau tahu. Pokoknya untuk belanja makanan kali ini itu urusan si Alien. "Kalian suka kacang panjang?" tanya Vando pada si kembar. Si kembar menggeleng serempak membuat Vando mengernyit bingung. Kacang panjangkan enak, apalagi kalau di tumis pedas bersama ikan teri. "Kenapa?" "Kacang pajang itu gak jelas, Uncle! Dibilang sayur tapi namanya kacang! Dibilang kacang, tapi termasuk sayur-sayuran! Maunya apa coba?!!" ketus Vian disambut anggukan Vion. Vando tertawa mendengar penjelasan Vian. Bukan, bukan hanya Vando yang tertawa, tapi juga pengunjung lain yang berada di dekat mereka juga terkekeh, sementara Ara kembali menghela napasnya. "Yaudah, terus kalian maunya sayuran apa?" tanya Vando saat tawanya sudah reda. "BROKOLI!" seru si kembar serempak. "Oke!" Vando mengacungkan jempolnya, lalu memasuk brokoli ke dalam keranjang. "Lo mau apa Nona?" "Apa aja! Gue pemakan segalanya!" "Hm, Oh, iya, Nona, terong ungu bagus loh buat lo yang suka banget marah-marah sambil teriak," kata Vando kalem. "Jangan sok tau Alien! Lagian lo niat lo ngasih tau apa ngina sih?!" "Serius, Nona, terong ungu itu bagus untuk peremajaan kulit dan mencegah penuaan dini." "Maksud lo, gue keliatan tua gitu, hah?!" Ara meradang. Vando berdecak. Apa gadisnya sedang dalam masa PMS jadi sensitif sekali? Lagian dia kan tidak  mengatakan kalau gadisnya terlihat tua. "Gak Nona, sekali pun iya, bagi gue lo tetap cantik kok." Ara mendengus. Apa iya terong bisa membuat kulit awet muda? Sepertinya ia harus bertanya kembali kepada mbah yang tau segalanya itu. "Kalau brokoli manfaatnya apa, Uncle?" tanya Vion. Dia juga penasaran dengan manfaat sayur kesukaannya itu. "Brokoli itu bagus untuk anti kanker karena mengandung fitokimia, mencegah anemia, menjaga kesehatan mata dan otak, dan yang paling bagus manfaatnya sebagai detoksifikasi," jawab Vando lancar. Ara juga ikut penasaran, kok si Alien bisa tau? Padahal ia tak pernah melihat Alien belajar atau pun membaca. Inget, Ra! Don't jugde by cover. Lo sendiri gak nyangka kan si Alien itu manja dan cengeng hanya gara-gara masalah sepele. "Kalau kacang panjang manfaatnya apa?" "Kacang panjang itu bagus untuk meningkatkan stamia, mencegah sembelit, mempercerdas otak, meningkatkan daya ingat, dan untuk kesehatan tulang." "Denger tuh! Masih gak mau makan kacang panjang juga?!" kata Ara pada si kembar, membuat si kembar merengut. "Kalau manfaat petai apa, Uncle?" tanya Vian spontan saat melihat jejeran petai di lemari pendingin. "Petai itu bagus untuk mengatasi depresi dan gangguan PMS, serta meningkatkan nasfu makan dan mood seseorang." "Kalau, Aunty, kayaknya harus setiap hari deh makan petai, biar mood Aunty bagus, kan tiap hari Aunty kayak orang gangguan PMS," kata Vian kalem. Skatmat! Ara diam, sementar Vando sudah tertawa ngakak. Keponakan Ara yang satu itu mulutnya benar-benar luar biasa. Sabar, Ra! Cuma sehari kok, nanti sore juga kakak lo datang buat jemput si kembar. Vando melirik keranjangnya yang sudah mulai penuh. Tapi kok seperti ada yang kurang? Vando pun menjentikkan jarinya. Ia lupa membeli s**u coklat. "s**u coklat buat siapa, Uncle?" tanya Vion saat melihat Vando memasukkan s**u coklat ke keranjang. "Buat, Uncle." "Enakkan juga yoguart, Uncle." sahut Vian. "Kalian mau yoguart?" Si kembar pun mengangguk serempak. Mereka kini menuju ke kasir. Keranjang yang didorong Vando benar-benar penuh. Bahkan, tadi ia dan Ara sempat berdebat untuk menaruh lagi sebagian makanan yang tidak di perlukan. "Belanjanya udah kaya orang khilaf sih lo, Alien! Bawa dah tuh kantong plastik gede-gede!" cibir Ara saat melihat kantong plastik besar yang ditenteng Vando. Vando terkekeh. Dari tadi senyumnya tak pernah lepas dari wajahnya. "Lo tau gak, Nona, apa yang lagi gue bayangin?" "Mana gue tau! Gue bukan mindreader! Emangnya di sinetron, yang bisa liat apa yang lo bayangin dan bisa dengar apa yang lo omongin dalam hati!" "Gue lagi ngebayangin, kita itu keluarga kecil. Lo, gue, dan si kembar. Gue ngebayangin betapa ramainya rumah kita nanti kalau anak kita kaya si kembar." Ara mendengus. "Bayangan lo terlalu jauh, Alien! Emangnya lo tau ke depannya gimana? Tau aja lo jadinya sama cewek lain nanti. Lagi pula kita masih sekolah kali!" Ara diam. Ia membayangkan Vando dengan wanita lain. Hatinya seperti tercubit. Sakit. Itu baru membayangkan, apalagi kenyataan! "Kayanya gue berhasil deh, " gumam Vando saat melihat raut wajah Ara. "Berhasil apa?" tanya Ara bingung. Vando menggeleng. "Bukan apa-apa, Nona." "Dasar gak jelas!" Kaki mereka terus melangkah. Sesekali si kembar bertanya membuat Vando tertawa. Rasa penasaran keponakan gadisnya itu benar-benar besar. Namun, saat ingin melewati rumah makan, Vando mempercepat langkahnya. Duagh Mata Ara sukses melotot tak percaya saat tiba-tiba Vando menendang seseorang. Ara bergidik. Ekspresi Vando begitu menakutkan saat ini. Rahangnya mengeras seperti menahan amarah. Tangannya pun terkepal erat. Ara yakin, bila si Alien tidak menenteng plastik makanan mereka, mungkin tangan si Alien sudah melayang dari tadi. "Kamu apa-apaan main tendang sembarangan hah?!" teriak pria yang ditendang Vando tadi. "Anda saja marah saat ditendang, lantas kenapa anda menendang kucing tadi?!" Vando menatap tajam pria itu. Rasanya, ia ingin menghabisi pria itu saat ini juga. Bisa-bisanya pria itu bersikap kasar dengar hewan. Kucing lagi! Vando tak terima. Bahkan gerakannya tadi itu refleks saat melihat pria itu menendang kucing dengan kasar. "Kalau anda tak mau memberi, maka anda jangan memukul! Usir secara baik-baik! Sakitkan kalau dipukul? Harusnya anda tau itu! Kucing itu juga makhluk hidup yang mempunyai perasaan! Boleh membenci, tapi jangan menyakiti!" Orang-orang di sekitar pun mulai memperhatikan mereka. Ara tersenyum lalu menggandeng si kembar untuk menghampiri Vando. Vian mendekati Vando. Ditariknya ujung kaus Vando membuat Vando menengok ke arahnya. "Ngomong sama orang kaya gini mah percuma, Uncle. Dia dikasih otak sama akal untuk mikir, tapi gak dipakai! Orang kaya gitu itu lebih rendah dari hewan itu sendiri. Simpanse yang gak dikasih akal aja bisa mikir kalau dikasih tau, tapi ini kok manusia yang dikasih akal malah kayak yang gak punya otak. Dia mungkin gak pernah diajarkan untuk peduli dan menyayangi sesama makhluk hidup, kasian banget!" Semua yang mendengar terhenyak. Apalagi yang bicara tadi seorang bocah. Bahkan pria tadi hanya diam sambil menunduk, tak berani mengangkat wajahnya. "Ayo Uncle kita pulang! Aku tau aku ganteng, tapi kalau diliatin kayak gini aku jadi malu. Berasa punya fans." Vando tersenyum lalu mengangguk. Sebelum pergi ia menatap tajam pria tadi. "Lain kali posisikan diri anda kalau mau melakukan sesuatu! Semua makhluk hidup itu mempunyai perasaan, kalau anda tidak tau itu!" Mereka pun kembali melangkah. "Kok lo nangis, Alien?!" Ara kaget saat mendengar sebuah isakan. "Pasti kucing tadi  lagi ngerasain sakit sekarang gara-gara ditendang. Kenapa orang tadi kejam amat sih! Apa salahnya sih kalau gak menyakiti binatang? Kan kasian." "Jadi inget cerita Grandpa," sahut Vion. "Iya, yang katanya Aunty nangis gara-gara kucing kesayangannya meninggal ditabrak motor," timpal Vian. Pikiran Ara kembali menerawang. Rasa sakit itu kembali muncul saat mengingat kucingnya tergelatak di jalan dengan kondisi yang mengenaskan. Rasanya ia ingin mewek sekarang. Diusapnya sudut matanya yang mulai berair. "Sebenarnya yang masih kecil itu siapa sih?!" ketus Vian saat melihat Ara yang juga ingin menangis. "Gue gak nyangka, Alien," kata Ara. "Makanya jangan nilai seseorang dari sebelah mata, Nona! Emangnya lo bajak laut!" sahut Vando. "Bukan itu, Alien Bodoh!" Ara keki. Perasaan melow'nya sinar sudah. "Gue gak nyangka kalau kucing kesayangan gue bakal mati begitu mengenaskan."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD