bc

Terputusnya Harapan

book_age16+
531
FOLLOW
2.1K
READ
family
friends to lovers
inspirational
drama
bxg
genius
friendship
spiritual
like
intro-logo
Blurb

Dalam hal materi kehidupan Ezra selalu tercukupi karena orang tuanya tergolong orang berskala menengah ke atas. Apa yang diinginkan selalu dituruti, begitu pula Ezra, ia selalu mengikuti kemauan orang tuanya.

Pendirian Ezra mulai berubah sejak lulus SMA, ia sering membantah apa yang diinginkan orang tuanya karena tidak sepaham. Tetapi berbagai ancaman datang, ketika bantahan itu terjadi. Ia terpaksa menuruti keinginan orang tuanya, meskipun hatinya tidak ikhlas.

Bagaimana kisah Ezra? Apakah hidupnya akan bahagia atau menderita?

Cover by @chaygraphic

chap-preview
Free preview
Bab 1 Wang-Sinawang
Langit memancarkan pesona indahnya. Ombak landai di Pantai Kukup membuat Ezra dan teman-temannya memberanikan diri bermain air. Mereka melepaskan penat setelah berbulan-bulan digodog materi ujian, pertaruhan terakhir telah usai, walaupun hasil belum tampak.  Mendinginkan otak yang ngebul dicekoki materi dari pagi hingga sore. Pikiran tetap bekerja di malam hari tuk mengingat materi yang telah dibahas. Bercengkrama dengan air menjadi kepuasan tersendiri. Berbulan-bulan dilewati tanpa piknik yang benar-benar fresh. Setelah kepuasan bermain air terpenuhi, mereka bukanlah turis asing yang suka berjemur, tetapi memilih mandi air tawar untuk menghilangkan kadar garam yang terkesan lengket di tubuh. Lapangan bola basket sudah menjadi kebiasaan Ezra dan empat orang temannya untuk berjemur sekaligus mengeluarkan keringat, saat jam istirahat pertama. Landasan konkret bagi mereka, tak ingin kulit yang terbalut kaos singlet terkena sinar ultraviolet secara langsung. Anak muda itu tak seperti mereka-mereka yang suka pamer bentuk tubuh, telanjang bagian atas. Celana boxer dan kaos singlet tetep melekat pada tubuh saat basah-basahan. Tampilan lima anak muda itu telah berganti, mereka kompak menggunakan celana training semata kaki, meskipun dengan jenis berbeda. Disertai kaos lengan pendek yang berbeda pula. Mereka kembali berkumpul di sebuah warung. Menikmati kelapa muda muda yang baru saja diplatok sambil melihat pesona indah dari deburan ombak, nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. Disela-sela kebersamaan tiba-tiba Firza melontarkan pembicaraan. “Enak juga kalau jadi Ezra. Anak tunggal, orang tuanya kaya.” “Wong iku mung sawang-sinawang,” sahut Ezra sambil menyeruput air yang berada dalam tempurung kelapa. (Orang itu hanya saling memandang). “Emangnya kurang apa? Kan Pak Pradipta cukup dikenal. Siapa yang nggak kenal? Orang se-kecamatan pasti pada kenal. Bahkan sampai provinsi.” Ezra hanya menguraikan senyum. Sebenarnya ia tak mau kehidupan pribadinya disorot, terutama di tempat umum. Diam menjadi pilihannya agar Firza tidak melanjutkan ocehan unfaedah. Tatapan Ezra tertuju pada tiga orang yang sedang sibuk dengan smartphone, entah apa yang dilakukan. “Apa yang dikatakan Firza bener lho, Ez. Apa yang menjadi keinginanmu selalu dituruti sama Bu Ajeng,” timpal Bondan. Hal ini sama sekali di luar dugaan Ezra. Bondan yang dari tadi mainan handphone ternyata nguping juga. Mata tertuju pada layar, tetapi kuping berkeliaran kemana-mana.  “Kok kamu tahu, Ndan!” “Rupanya Firza sudah lupa, kalau aku sama Ezra satu kampung. Jangan banyakan makan brutu dong!” Percakapan Bondan dan Firza membuat risih kuping Ezra. Agar percakapan itu tak meleber, Ezra mengetukkan handphone di atas meja dengan pelan. Getaran dan suara yang tak begitu keras membuat empat temannya mengarahkan mata ke sumber suara, handphone yang menjadi media suara terjadi menjadi sorotan. “Nggak ada pembahasan lain,” kata Ezra dengan nada datar. Ia tampak tidak suka dengan pembicaraan yang dimulai oleh Firza. Satu meja mulai membisu, hanya suara dari sekitar yang menguasai kuping. Kuping yang tak sengaja di pasang untuk mencuri pembicaraan orang, malah melewati indera pendengaran Ezra. Matanya mulai berkeliaran mencari sosok yang tengah membicarakan dirinya. Pembicaraan itu masih terus berlanjut. “Itu anaknya juragan beras. Dia itu serba dituruti.” “Serius, Bu!” “Piye to, Bu! Makan nggak pernah pakai garam kayak kita. Sandang belinya di mall, kalau kita mah di pasar aja cari obralan. Motor dibelikan sejak masuk SMA, merknya CB150 R Streetfire.” “Beruntung sekali anak itu.” Percakapan dengan volume suara agak tinggi membuat Ezra menangkap sosok Ibu-ibu yang membicarakan dirinya. Indera penglihatannya menatap dua sosok yang menghuni meja sebelah samping. Tatapan tanpa kedipan dari Ezra seolah mengisyaratkan kalau dirinya tidak mau menjadi topik pembicaraan. Dua Ibu-ibu yang membicarakan dirinya mendadak diam, saat tertangkap oleh pihak terkait. Ezra menyahut tas Crossbody bag dari dekapan manja sebuah meja. Barang itu dipakainya dengan menyilang. Berdiri tegap dihadapan teman-teman dilakukannya. Dia mengulurkan tangan kepada empat orang secara bergantian, sebagai bahasa isyarat untuk mengajak bersalaman. Mereka tampak bingung dengan perlakuan Ezra. “Kamu mau ke mana, Ezra?” tanya Bondan saat tangan mereka saling genggaman. Bahasa isyarat dari Ezra muncul. Ia menegakkan kepala sambil menunjukkan suatu tempat. “Setelah itu aku mau pulang. Kalian kalau mau pulang sekarang boleh kok, ketemu lagi besok ya!” Empat teman Ezra mengangguk. Dengan langkah kilat ia meninggalkan mereka. Meja Ibu-ibu yang sempat membicarakan dirinya segera didekati. Bondan dan kawan-kawannya memantau Ezra dan belum beranjak pergi dari tempat tadi.  “Permisi, Bu!” sapa Ezra dengan ramah. Dua wanita itu dengan kompak tersenyum. Mereka tampak berbicara dengan bahasa isyarat dengan kedipan mata. Ibu yang terlihat sosialita mengangkat tubuhnya dari posisi duduk, disusul satunya. “Monggo, Mas!” Ibu berjilbab itu mempersilakan Ezra duduk. “Dipakai aja! Kita sudah mau pulang kok,” kata Ibu yang terlihat sosialita. Tak menuruti permintaan untuk duduk oleh Ibu itu dilakukan Ezra. Ia menatap dua wanita seumuran ibunya satu-persatu. Ezra sangat heran dengan tingkah mereka. Apalagi mereka tampak seperti orang ketakutan, lalu berlari meninggalkan dirinya. Sebagai seorang anak muda, ia tak mau kalah. Diikutinya wanita itu, hingga mereka berhenti karena ngos-ngosan. “Kenapa Ibu berlari? Apa tampangku seperti orang jahat?” tanya Ezra yang berada di belakang dua wanita. Sontak mereka menoleh ke arah belakang. Mereka kaget saat melihat sosok Ezra. Pemuda itu terlihat tenang, meskipun dua wanita itu tampak kekelahan dengan pelariannya. “Takut sama omongan sendiri ya, Bu!” ujar Ezra sambil sedekap. Wanita berjilbab dan berambut pirang bergerai saling melemparkan pandangan ke arah satu sama lain. Dengan santai Ezra melihat tingkah dua wanita yang sempat membicarakan dirinya.  Mereka masih saja membisu, Ezra beranjak bicara, “Kayak ketemu penjahat saja, pakai lari segala. Aku dengar lho apa yang Ibu katakan. Kupingku masih waras lho, Bu.” “Oke. Jadi kamu ngejar kami hanya untuk melabrak!” tanya wanita berambut pirang dengan volume tinggi. “Saya tidak ada niatan untuk melabrak. Tolong kabulkan permintaanku! Jangan bicarakan tentang kehidupan pribadiku di tempat umum! Sekalipun panjengan tahu segalanya.” “Seharusnya kamu bangga dong, Mas. Kan, banyak orang yang tahu tentang kamu.” Berbicara dengan wanita berambut pirang membuat Ezra geram. Sudah dijelaskan tidak paham. Malah ngasih petuah yang tidak masuk akal. Mungkin bagi Ibu itu suatu kebanggaan seandainya jadi Ezra, tetapi hal ini tidak berlaku bagi laki-laki yang baru duduk dibangku menengah atas di jenjang akhir (mendekati kelulusan). “Sekali lagi! Saya tidak suka ada orang yang mengumbar kehidupan pribadi saya di depan umum. Ibu sudah kemakan usia! Seharusnya kalian paham! Permisi!” tegas Ezra. Pemuda itu membalikkan tubuhnya. Dua wanita yang membuat geram ditinggalkannya. Ia tidak peduli jika kata-katanya dinilai tidak sopan. Hal ini dilakukan karena Ibu tadi tidak paham dengan kalimat pertama darinya. Andai saja kalimat pertama tidak dibantah, kata-kata terakhir sebelum meninggalkan Ibu-ibu tidak akan terlontar dari mulut anak juragan beras. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Rujuk

read
912.8K
bc

A Piece of Pain || Indonesia

read
87.5K
bc

Om Tampan Mencari Cinta

read
400.5K
bc

Pengganti

read
301.9K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
55.6K
bc

Pengantin Pengganti

read
1.4M
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
475.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook