BERTEMU LAGI

2157 Words
Daniella mendadak merasa sedikit takut saat kembali berkunjung ke Tea Spoon Coffee & Tea beberapa hari kemudian. Daniella masih ingat jelas kejadian beberapa hari lalu dengan si pria muda tampan dan dirinya sangat takut kalau pria muda itu menghampirinya dan menanyakan kenapa Daniella kabur saat melihatnya. Tetapi kemudian Daniella mengingat perkataan sahabatnya dan menggelengkan kepalanya kuat-kuat sambil melangkah menuju kasir untuk memesan minuman dan cake favoritnya. “Green Tea Latte sama Red Velvet Cake ya, Kak!” Daniella menyerahkan member card cafe kepada kasir. “Green Tea Latte-nya yang medium apa large, Kak Daniella?” “Medium aja, mbak. Dine in, ya.” “Baik, Kak Daniella. Satu Green Tea Latte Medium dan satu Red Velvet Cake, totalnya tujuh puluh ribu rupiah.” “Pembayaran digital ya, Kak,” kata Daniella seraya menunjukkan ponselnya yang sudah masuk ke aplikasi pembayaran digital. Kasir tersebut langsung memproses pembayaran dan menyerahkan kertas bukti pembayaran kepada Daniella, “Silahkan mengambil pesanan di sebelah sana, Kak Daniella.” “Terima kasih.” Ketika pesanan Daniella sudah siap, Daniella segera mencari tempat duduk untuk menikmati kopi dan kue favoritnya. Daniella mengamati sekitarnya selama beberapa waktu sebelum dia bosan dan mengambil ponsel dari kantung celananya. Daniella memposting makanan dan minumannya yang dipesannya ke media sosial, lalu menikmati kopi dan kuenya sambil berselancar di media sosial. Tak lama kemudian dua sahabatnya muncul dan mereka bertiga terlarut dalam obrolan sampai tak terasa waktu sudah hampir menunjukkan pukul lima sore, “Sebelum kita berdua datang kamu takut si dia tiba-tiba ada di cafe dan nyamperin kamu enggak?” tanya Christine usil, dia mendadak teringat alasan Daniella lari terbirit-b***t dari cafe ini beberapa hari yang lalu. “Bawel kamu, Christine!” “Pasti jawabannya iya,” Christine terkikik. “tapi kok pas aku datang kamu kayaknya santai ya?" Daniella menanggapinya dengan memasang raut wajah cemberut. "Kamu sudah enggak takut lagi?” lanjut Christine bertanya. “Cuma mikir aja, omongan kamu tuh bener, aku saja yang ge-er kali.” Christine lantas tertawa terbahak-bahak. Berbeda dengan Maria mengangguk dengan tenang, “Nah, benar kan kata-kata kami?” “Kalau dia enggak kelihatan lagi hari ini, kemungkinannya hanya dua. Pertama, dia memang bukan orang yang tinggal di daerah sekitar sini dan kebetulan ke sini karena ada urusan di dekat sini. Yang kedua, menilai dari pakaiannya, cafe seperti ini bukan cafe yang biasa dia kunjungin dan kemungkinan dia datang ke sini lagi itu kecil banget,” Daniella menjelaskan teori dugaannya kepada dua sahabatnya. “Kayaknya mirip deh yang pertama sama yang kedua?” tanya Maria bingung. “Iya juga ya?” Daniella menggaruk tengukknya, merasa sedikit malu, “maksud aku itu, mungkin dia memang bukan orang yang tinggal di daerah sekitar sini." "Benarkah?" "Menilai dari pakaiannya, cafe seperti ini bukan cafe yang biasa dia kunjungin dan kemungkinan dia datang ke sini lagi itu kecil banget.” “Itu baru enak di dengar,” respon Maria yang membuat Daniella cemberut. “Kalau yang Daniella kira itu bener gimana?” tanya Christine. Mata Daniella langsung terbuka lebar, “Amit-amit!” Daniella mengetuk-ngetuk meja sebanyak tiga kali. “Pulang sekarang?” tanya Maria, mencoba mengalihkan pembicaraan karena tau Daniella sudah merasa sedikit tidak nyaman, “sudah hampir gelap nih!” “Iya deh, pulang sekarang. Kemaleman juga nanti Mama aku ngomel-ngomel,” Daniella beralih ke Christine. “Christine, kamu minta jemput Daniel saja?” Christine menggelengkan kepalanya, “Enggak usah, aku takut merepotkannya. Lagian Daniel juga lagi sibuk kayaknya.” “Sibuk apanya? Kayak pengangguran gitu. Sering banget aku lihat dia masih di rumah sebelum aku berangkat kuliah.” “Enggak tau juga sih aku, Daniella. Tapi Daniel sih bilangnya dia lagi ada kesibukan, untuk sementara kami enggak bisa ketemuan." "Kalian masih komunikasi kan?" "Iya, kami masih berkomunikasi dengan lancar kok.” Daniella mengerutkan dahinya tapi tidak mengatakan apa-apa lagi, “Kamu mau aku anterin pulang , Christine?” “Aku saja yang anterin Christine pulang. Jarak rumah Christine juga enggak terlalu jauh dari rumah aku kan?” tawar Maria yang diangguki oleh Christine. “Oke. Kabarin ya kalau kalian berdua udah sampai rumah. Sampai ketemu besok, guys!” “Sampai ketemu besok, Daniella!” pamit Christine. “Bye!” Maria pun turut berpamitan. *** Daniella merebahkan tubuhnya yang lunglai pada kursi kantor yang kaku. Kursi yang Daniella gunakan untuk padanan meja belajarnya itu adalah kursi yang biasa di gunakan di kantor-kantor. Daniella sengaja meminta kursi itu dari kantor Papanya karena Daniella suka menggunakan kursi itu. "Kamu kenapa dek?" suara Daniel tiba-tiba terdengar. "Ketuk pintu dulu bisa kali," Protes Daniella, "Bang Daniel kenapa enggak sama Christine?" "Christine sudah aku antar pulang." Daniella mengangguk tanpa berkomentar, tapi di dalam hatinya ia berpikir, "Tumben. Padahal Christine kalau habis jalan sama Daniel selalu mampir ke rumah, sebelum dia dianter pulang lagi sama Daniel." Daniel yang melihat tatapan Daniella yang bingung pun langsung menjelaskan, "Dia.." Daniel berhenti beberapa detik sebelum kembali berkata, "Christine katanya lagi sedikit tidak enak badan." "Oh, pantas saja chat aku gak di balas sama sekali," gumam Daniella, lebih kepada dirinya sendiri. "Ngomong-ngomong, kamu kenapa? Ada masalah kah, Daniella?" tanya Daniel lagi. "Erland." "Kenapa sama Erland?" "Kangen. Tadi aku hubungin dia, gak bisa-bisa," Keluh Daniella. "Sibuk mungkin. Lagian kenapa secemas itu sih?" "Iya, bang! Aku juga tau itu. Aku kan cuma bilang kalau aku itu lagi kangen aja. Erland itu sejak awal kuliah enggak pernah absen tau!" seru Daniella mendadak marah, “Eh, tunggu dulu! Kenapa abang masuk ke kamar aku?" tanya Daniella yang kemudian tersadar sejak tadi kakaknya berada di kamar tidurnya. "Khawatir aja. Enggak biasanya kamu gak ngerusuhin Mama," jawaban Daniel itu jelas membuat Daniella shock. "Bang Daniel khawatir sama aku? Astaga, lagi enggak ada badai kan?" Daniella membuka tirai jendela di dekat meja belajarnya dengan gaya lebay. "Aduh!" pekik Daniella begitu sebuah jitakan mendarat di kepalanya yang cantik itu. Daniel lah yang menjitak Daniella tadi. Karena gemas dengan tingkah laku adiknya itu yang tidak percaya kalau dia cemas dengan keadaan adiknya itu. "Orang beneran khawatir malah ngeselin," Daniel mendengus. Tetapi kemudian wajahnya berubah murung sekaligus bingung, "Hm, memang abang ada maksud lain mampir ke kamar kamu. Abang enggak tau harus cerita ke siapa lagi. Secara enggak ada yang kenal dia, selain kamu sama Papa Mama. Gak mungkin juga abang cerita sama Papa Mama kan?" Daniel mendesah. "Ada apa memangnya, bang?" tanya Daniella tidak sabar. "Abang tadi ketemu sama Irene." Daniella terkesiap, "Apa?" "Maksud abang setelah ketemu sama Irene, abang jadi enggak yakin. Apa abang benar-benar menyukai Christine," Daniel terdiam sejenak. "Gila kamu bang!” Daniella bangkit dengan berapi-api, “mendingan abang tolak Christine kemarin dari pada kamu ga jelas kayak begini! “Abang gak tau harus bagaimana!" teriak Daniel frustrasi sambil mengacak rambutnya. Daniella benar-benar tidak salah mendengar kata 'Irene' tadi di ucapkan oleh Daniel. Irene Ariana Kusuma adalah mantan Daniel yang pertama, sekaligus cinta pertama Daniel. Daniel berpacaran dengan Irena waktu usia Daniel baru berusia enam belas tahun, saat itu usia Irene yang Daniella tau sudah tujuh belas tahun. "Terus mau kamu apa sih, bang? Mutusin Christine dan balik sama Irene?" tanya Daniella lagi, memastikan sekali lagi bahwa yang ia dengar itu memang tidak salah. Daniel menggelengkan kepalanya lemah. "Ketemu dimana sama Irene?" "Di Mall. Tadi abang mau nonton sama Christine." "Lalu?" "Pas abang lagi mau pesen tiket, abang enggak sengaja liat dia lagi jalan sama cowok bule." "Cowok? Pacarnya dong," sahut Daniella spontan. Seketika Daniella merasa sedikit menyesal saat melihat wajah Daniel kembali murung. “Enggak tau, lagian abang gak peduli cowok itu siapa. Yang abang peduliin kenapa Irene pergi tanpa mengatakan apapun waktu itu?" “Yakin enggak peduli? Terus kenapa tadi bilang malah enggak yakin sama Christine?” “Daniella!” "Terus bang Daniel mau apa? Jelas Irene selama ini di Indonesia tapi enggak ada hubungin kamu sama sekali kan? Dan sekarang bang Daniel mau cari dia buat minta penjelasan? Abis tau kebenarannya jadi mau balikan? Habis kamu sama mama dan papa, bang Daniel!" desis Daniella sambil memolototkan matanya ke arah Daniel, “pikirin perasaan Christine juga dong!” Daniel menggeleng, "Enggak! Kan sudah abang bilang, abang hanya mau mau ketemu sama Irene buat minta penjelasan. Kamu benar. Soal balikan yang kamu katakan, dek, itu rasanya gak mungkin. Abang enggak setega itu sama kalian. Mama, papa, kamu, serta dua sahabatmu lah yang menjadi saksi bagaimana abang waktu itu." "Yakin?" Daniel tersenyum miris. "Baiklah, aku paham!" Daniella dan yang lain sangat tau persis apa yang Daniel alami karena Irene. sudah sering Irene membuat Daniel kecewa. Yang paling parah saat itu. Saat Daniel mengatakan akan melamar pacarnya setelah kelulusan kuliah sarjananya dan orangtua mereka meminta bertemu pacar Daniel terlebih dahulu, Daniel menyetujuinya. Tetapi pada akhirnya semua batal karena Irene tidak datang dan setelahnya pun Irene tampak lenyap ditelan bumi, itu menurut pengakuan Daniel, setelah hampir gila mencari Irene selama beberapa bulan. "Sudahlah, sebaiknya enggak usah bang Daniel cari lagi dia. Bahkan Mama kan udah bilang sama bang Daniel, ada yang gak bener sama mantan abang itu," Daniel memelototi Daniella, tetapi Daniella tidak peduli. "Yang jelas, bang Daniel kan sama dia udah gak ada apa-apanya lagi. Abang sendiri kan yang bilang itu pas malam itu. Enggak boleh ingkar sama ucapan sendiri loh!" lanjut Daniella. "Abang mengerti, Daniella,” Daniel mendesah berat, “tapi bagaimana dengan Christine?" "Kenapa dengan Christine?" "Apa Christine ada cerita sama kamu? Apa dia tau tadi abang lihat Irene di sana?" Daniella menggelengkan kepala, "Aku rasa Christine enggak tau." "Syukurlah." Daniella berdecak kesal mendengar tangapan Daniel, "Apa bang Daniel mau ketemu Irene buat memastikan semuanya? Tanpa sepengetahuan Christine? Yakin?" "Iya, abang yakin." Daniella menatap Daniel dengan pandangan tidak yakin. Tidak yakin bahwa semuanya akan selesai saat Daniel tau alasan sebenarnya Irene meninggalkannya begitu saja dulu. "Bukannya apa-apa. Abang tau Christine pribadi yang rasional, tidak akan sakit hati atau cemburu semudah perempuan lain yang pernah abang pacarin sebagai pelampasian,” lanjut Daniel. "Ya sudah, nanti aku minta tolong Pak Yuri buat mencari tau tentang Irene dan membantu mengatur pertemuan pribadi dengannya tanpa dilihat orang lain serta tanpa gangguan. Sisanya itu urusan Bang Daniel. Deal?" Yuri itu sekretaris Albert dan sudah sejak Daniella masih kecil Daniella sering melihat Yuri berada disekitar Albert. Daniella yakin Yuri bisa membantu Daniella mengurus perihal Irene ini. Walau Daniella tidak menyukai ide ini, tetapi sebagian kecil dari diri Daniella merasa ini harus dilakukan, karena kalau tidak Daniel tidak akan pernah bisa melangkah maju bersama Christine. Mata Daniel berbinar senang, "Deal! Abang setuju!" Daniel tanpa bimbang sedikit pun menyetujui usulan Daniella. Reaksi kakak laki-lakinya itu benar-benar membuat Daniella menjadi takut. Apa jangan-jangan perasaan Daniel pada Irene masih lebih besar daripada perasaan Daniel pada Christine? "Ya sudah, sana keluar dari kamar aku. Jangan galau lagi. Inget Christine!" usir Daniella sambil memelototi Daniel. Daniel tersenyum senang, "Terima kasih, adikku sayang!" "Adik kamu yang cantik ini sudah kasih solusi kan? Sekarang aku mau ngerjain tugas dulu. Besok pulang kuliah baru Daniella pergi ke kantor papa buat ketemu om Yuri. Lebih enak face to face, biar gak ada kesalahan." "Abang minta tolong, jangan sampai Mama dan Papa tau!" pesan Daniel. Daniella membentuk tanda oke di tangan kanannya sebagai jawaban. "Okay!" Daniel pun menebarkan ciuman jarak jauh pada Daniella. Daniella memutar matanya melihat apa yang Daniel lakukan. Dalam hatinya Daniella berpikir, kalau ada maunya saja baru Daniel bersikap manis seperti barusan. *** Di bangku paling pojok di La Gardenia Cafe Daniella duduk manis di depan laptopnya, mengerjakan tugas kuliahnya. Daniella terpaksa mengerjakan tugasnya di sini karena dia sedang menghindari mamanya yang belakangan ini betah banget di rumah. Walau Daniella dan Daniel sudah memberikan alasan yang jelas, tetapi kedua orangtuanya sedikit curiga dengan alasan Daniel mencari sekertaris ayahnya, Yuri. Jadi terpaksa Daniella mencari ketenangan saat mengerjakan tugas kuliah di cafe langganannya ini. Daniella juga terpaksa menyimpan perihal Irene ini rapat-rapat dari kedua sahabatnya, karena Daniella tau begitu dia memberitahu Maria, tanpa pikir panjang sahabatnya yang judes itu akan memberitahu Christine. Daniella mengerti rasa setia kawan yang ada dalam diri Maria besar, tetapi seharusnya Maria tau ada beberapa hal yang tidak boleh dengan gegabah diberitahukan kepada orang lain, walau itu sahabat sendiri. Bukankah begitu? Daniella berhenti mengetik dan menghela nafas panjang. Apakah yang aku lakukan ini salah? Haruskah aku beritahukan tentang Irene dan bang Daniel pada Christine? “Sepertinya kamu sedang ada masalah.” Daniella mendongak dan menatap pria muda di hadapannya dengan bingung, “Who are you?” “Kenalin,” pria muda berambut pirang itu mengulurkan tangannya ke Daniella. Daniella menyambut uluran tangan pria itu, “namaku Leandro Hall, teman dari pria yang duduk di sana.” Daniella mengikuti arah pandang Leandro. Dia?! “Itu temanku, namanya Jonathan Adam. Jonathan bilang padaku beberapa waktu lalu, kamu memperhatikannya sedemikian rupa dan dia ingin tau kenapa?” Wajah Daniella memucat saat melihat pria muda tampan yang beberapa waktu lalu dia perhatikan. Ternyata perkiraannya benar. Pria itu tau Daniella memperhatikannya dan benar juga waktu itu pria itu benar ingin menghampirinya. Oh, God. Sekarang apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku kabur lari seperti waktu itu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD