TERPESONA

1384 Words
Daniella yang mengetahui bahwa mamanya tidak ada di rumah saat dia pulang nanti pun memutuskan untuk pergi berjalan-jalan saja. Lagi pula ujian tengah semester sudah selesai, jadi tidak ada yang menghalanginya pergi untuk melepaskan penat yang tertumpuk selama minggu ujian berlangsung. Daniella pun mengajak kedua sahabatnya untuk menemaninya pergi jalan-jalan. Sayangnya, hanya Christine yang menyanggupi ajakannya untuk pergi ke mall, Maria menolak ajakan Daniella dengan alasan ada urusan. Daniella tidak tau urusan apa yang menyebabkan Maria langsung berlari pergi begitu menyelesaikan kata-katanya hanya bisa terbengong melihat Maria berlari pergi begitu saja, Christine yang sama kebingungannya pun hanya mengangkat bahu lalu mengajak. Daniella segera pergi bersama karena dirinya hari ini tidak membawa kendaraan roda empat itu ke kampus. Butuh waktu hampir satu jam dari kampusnya untuk sampai ke mall ini, karena itu begitu sampai, kedua sahabat baik ini langsung menuju ke lantai paling atas mall di mana terdapat food court. Di food court ini terdapat berbagai macam restoran, stand makanan dan minuman, serta stand camilan. Daniella memilih memesan menu paket ayam goreng dan minuman sarsaparilla dingin dari brand restoran cepat saji ternama di Indonesia dan memesan dua es krim gellato dari sebuah stand es krim yang berada di dekat eskalotor yang tadi mereka gunakan untuk menuju food court ini. Daniella yang telah menyelesaikan makan siangnya langsung berkata pada Christine, “aku mau ambil pesanan es krim untuk kita yang tadi aku pesan.” Christine yang masih sibuk mengunyah makanan hanya mengangguk sembari mengacungkan jari jempol kanannya. Walau sudah memesan dan membayar tadi, tetapi Daniella harus menunggu es krimnya selesai dibuat karena Daniella memang berkata pada mbak karyawan toko es krim itu untuk membuatkan es krimnya nanti saja kalau Daniella datang lagi sesudah selesai makan. Hanya butuh waktu dua menit menit untuk menyelesaikan dua pesanan es krim lalu Daniella segera berlari kecil menuju tempat duduknya supaya es krimnya bisa cepat mereka makan. Langkah lari kecil Daniella seketika terhenti ketika melihat wajah seseorang yang dikenanya. Dengan langkah perlahan, Daniella mendekati tempat duduk mereka dan berhenti di belakang Christine yang memunggunginya. “Kak Jonathan, sedang apa di sini?” Christine yang teramat lega mendengar suara Daniella segera berbalik menatap sahabatnya itu dan berkata, “Katanya dia mengenal kamu.” “Memang kenal kok,” sahut Daniella seraya duduk di depan Christine lalu menyerahkan satu es krim pada Christine. “Kenalin ini kak Jonathan Adams. Kak, kenalin ini sahabat aku, Christine Halim.” Jonathan mengangguk. Christine yang terlalu gugup melihat reaksi Jonathan yang hanya mengangguk pun ikut mengangguk kikuk sebagai sapaan. “Sendirian atau bersama Kak Leandro lagi?” “Bersama Leandro, sekarangdia sedang mengantri makanan di restoran cepat saji.” “Kakak tidak makan?” “Tidak lapar.” Dahi Daniella mengerut mendengar jawaban Jonathan, “Apa kamu biasa tidak makan siang seperti hari ini?” Jonathan mengangguk, “Kalau sedang sangat sibuk, aku biasa melewatkan makan siang.” Daniella mendesah, “Tunggu sebentar.” Lima menit kemudian Daniella menyerahkan kantong kertas berisikan dua buah roti kepada Jonathan, “Makanlah! Lumayan buat ganjel perut supaya tidak terlalu lapar nanti.” Jonathan menatap kantong kertas itu dan menatap Daniella bergantian, “Aku sudah bilang kalau aku tidak...“ “Aku tau Kak Jonathan tidak lapar, tapi tidak baik juga selalu melewatkan makan siang. Makanlah pada saat jam makan siang walau hanya sepotong roti,” ucap Daniella dengan tatapan tajam menatap Jonathan. Daniella tidak menyadari kalau dirinya sedang menatap tajam pria yang dipanggil Leandro beruang kutub. Leandro memanggilnya begitu karena pria ini begitu dingin dan menakutkan bagi siapa pun. Jonathan menerima kantung kertas itu dan menaruhnya diatas meja, “Nanti pasti aku makan.” Daniella menyerah dengan kekeraskepalaan Jonathan dan memilih mengangguk saja, “Baiklah.” Beberapa saat kemudian Leandro tiba di tempat mereka dengan membawa nampan berisikan waffle dengan es krim vanilla dan lelehan coklat diatasnya. Daniella mendengus tertawa melihat pilihan makanan Leandro. “Kenapa kamu malah ketawa?” tanya Leandro cemberut. “Kayaknya enggak cocok saja. Tubuh kakak berotot gitu, makannya waffle manis.” “Jangan meledek begitu, Daniella,” sela Christine. Namun di mata Leandro, gadis yang duduk di sebelahnya ini terlihat membelanya. Leandro memaling wajahnya ke samping untuk menatap wajah orang yang duduk di sebelahnya dan hendak berkata sesuatu, namun perkataannya terhenti bahkan sebelum di mulai. Christine menatap pria di sebelahnya ini-yang tadi terlihat ingin mengatakan sesuatu tapi malah mendadak berhenti-dengan pandangan bingung. Di sisi lain, Leandro yang baru melihat wajah Christine pun paham kenapa mendadak lidahnya terasa kelu. Gadis yang duduk di sebelahnya ini sangat cantik hingga membuat Leandro terpesona. “Shut your mouth, nanti nyamuk masuk,” ucap Jonathan, menghentikan keterpanaan Leandro pada Christine. Leandro tersadar dan menatap kikuk Christine yang memperhatikannya. Dia lalu berpaling ke arah Jonathan dan menatapnya kesal, “You’re noisy, mate.” Jonathan mendengus tak perduli, “Jawaban pertanyaanmu tadi, I’m take a day off today, jadi aku mengajak Leandro ke sini untuk makan siang,” katanya seraya menatap Daniella. “Not inviting, you dragged me here to be more precise!” teriak Leandro kesal. Jonathan mengendikkan sebelah bahunya, lagi-lagi lengkap dengan tatapan tidak perdulinya. Leandro mendesah pasrah, “That's the result of being friends with people like him.” Daniella dan Christine terkikik geli melihat pertengkaran kekanak-kanakkan kedua pria tampan itu. “Kak Jonathan bahkan tidak makan siang, lalu sebenarnya untuk apa mengajak Kak Leandro ke sini untuk makan siang?” tanya Daniella heran. Leandro manggut-manggut dengan ekspresi yang terlihat puas sekali, seolah sahabatnya itu ketahuan berbohong pada calon kekasihnya. Jonathan berdehem sebelum menjawab, “Setelah sampai aku malah tidak berselera makan, jadi akhirnya aku hanya menemani Leandro makan siang.” Jawaban itu membuat Leandro tersedak waffle yang sedang dikunyahnya kemudian tertawa keras, “Ah, itu benar. Makanya tadi Jonathan membiarkan aku memesan sendirian sementara dia mencarikan tempat duduk,” ucapnya di sela-sela tawanya. Walau merasa tidak yakin, Daniella tetap mengangguk mengiyakan saja penjelasan Leandro. Daniella tidak menyadari, ekspresi wajah Jonathan terlihat lega saat melihat Daniella mengangguk, mengira gadis itu percaya pada ucapan Leandro. “Habis ini kami masih mau keliling. Kalian berdua mau ke mana?” tanya Daniella seraya menggelap kedua tangannya yang sedikit lengket karena terkena lelehan es krim dengan tissue basah. “Tidak ada rencana khusus,” jawab Leandro sambil melirik Jonathan dengan pandangan penuh arti. “Bagaimana kalau kami menemani kalian saja?” usul Jonathan yang disambut riang oleh Leandro. Pasalnya Leandro berpikir kalau mereka pergi bersama dua gadis ini, maka Leandro akan punya kesempatan untuk mendekati gadis cantik teman Daniella itu. Daniella dan Christine berjalan bersebelahan, sementara di belakang mereka berdua, Jonathan dan Leandro mengikuti dengan patuh seolah mereka berdua adalah pengawal dua sahabat itu. Daniella yang ingin melihat-lihat toko dari lantai bawah, digandeng oleh Jonathan saat menuruni eskalator. Daniella merasa pria tampan di sebelahnya itu lagi-lagi berlebihan bersikap, seolah Daniella akan celaka saja karena menuruni tangga berjalan itu. Memang kecelakaan seperti itu bukan tidak mungkin terjadi, tapi Daniella kan sudah berpengangan pada pegangan tangga eskalator sebelum melangkah menginjak salah satu pijakan eskalator itu. Di belakangnya ternyata Leandro juga melakukan hal yang sama pada Christine. Namun reaksi Christine sangat berbeda dengan Daniella. Christine tersipu malu saat Leandro menggandeng tangannya untuk menuntunnya turun menggunakan eskalator. Daniella melihat wajah sahabatnya memerah, segera berlari menuju Christine lalu memeriksa suhu gadis itu. Daniella menempelkan punggung tangannya pada dahi Christine, “kamu enggak demam, kenapa merah begini wajahnya?” “Aku enggak kenapa-kenapa kok,” ucap Christine seraya menepis pelan tangan sahabatnya. Christine sedikit kesal dan malu karena Daniella tidak peka di saat seperti ini. “Benar ya kamu tidak apa-apa?” Christine mengangguk menjawabnya. “Ya sudah, kalau begitu kita mulai keliling dari ujung sana aja,” usul Daniella, menunjuk ujung sebelah lain. Keempat orang itu pun berjalan dengan formasi seperti tadi. Daniella dan Christine di depan dan Jonathan serta Leandro mengikuti mereka di belakang. Saat melewati sebuah restoran fine dining masakan china, Daniella melihat Karina sedang bersama Lilia dan satu orang wanita yang tidak dikenalnya. Namun ketika mengingat pembicaraannya beberapa waktu lalu dengan Karina, membuat Daniella tau siapa wanita yang Daniella tidak kenali wajahnya itu. Wanita itu pasti mama Jason yang juga adalah mantan adik ipar Lilia. “Kenapa?” tanya Jonathan ketika Daniella berhenti. Daniella menatap Jonathan lalu tersenyum tipis, “Tidak ada apa-apa.” “Kalau begitu ayo kita jalan lagi,” ajak Christine dan kembali menggadeng tangan Daniella.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD