Venya duduk diam di depan laptop baru yang ia beli tadi sore bersama Gemma. Dia belum membukanya sampai malam hari seperti ini. Pdahal dia sejak tadi sore tidak berhenti berbicara pada Gemma bahwa dia tidak sabar membuka laptop barunya itu. Entah kenapa semangatnya itu hilang seketika mengingat bahwa uang yang ia dapatkan kembali dsri biaya waktu 'hutang' panti harus di tabung karena dirinya akan pergi dari sini.
Jika jadi.
Jika tidak, kemungkinan uang itu akan ajdi milik panti asuhan karena Venya tidak akan menggunakannya untuk kehidupannya sendiri. Dia akan memberikan semua uangnya ke panti asuhan dan menitipkan pesan bahwa uangnya harus dimanfaatkan semanfaat mungkin, di gunakan sebagai alat bantu untuk semua orang dan di hemat untuk masa depan panti.
"Gue emang butuh laptop baru." Ucapnya dengan kalimat yang sama berulang kali.
Dia butuh motivasi sendiri agar tidak down ketika mengingatbuangnya cukup besar di keluarkan hanya untuk ini. Laptop lamanya memang masih bagus karena Venya hanya memakainya untuk menulis. Hanya saja, Venya ingin menurunkan laptop itu pada anak - anak panti yang lain yang ingin mempelajari dunia elektrobik dan juga laptop. Setidaknya, jika rusak nanti, Venya tidak akan menyesalinya karena anak - anak panti sudah dapat memegang dan bisa menggunakan laptopnya secara bermanfaat.
Untuk Venya sendiri, membeli barang itu adalah membeli yang dibutuhkan dulu sebelum keinginannya. Dia benar - bensr butuh laptop baru dengan tujuan lebih semangat dan produktif lagi dalam menulis dan juga menghasilkan karya tentu saja.
Dengan laptop ini, dia bisa lebih semangat dan lebih banyak ada di depannya karena dia harus membayar kembali uang yang sudah ia belikan laptop ini. Walaupun memang tidak harus diganti. Namun, dia harus memotovasi dirinya lebih lagi.
Jika laptop bisa di beli, kemungkinan apa lagi yang bisa Venya beli ketika dirinya lebih produktif dan juga lebih semangat dalam berkarya? Mobil? Motor? Pesawat? Rumah? Semua itu mungkin jika Venya tetap konsisten dalam keadaannya yang seperti ini. Uangnya bensr - benar bisa terkumpul lagi. Dia bersyukur dalam hati tentu saja.
Tangan Venya menggapai ujung dus yang ada di atas meja. Venya sengaja mengesampingkan dulu laptop lamanya. Doa benar - benar ingin mensyukuri segala sesuatunya. Dia ingin fokus pada satu objek dan tentu saja membuatnya tidak menyesal membeli laptop baru yang bahkan laptop lamanya masih bisa dikatakan layak untuk dipakai. Sedikot lemot memanh, tapi, laptop itu benar - benar dibeli di saat Venya tidak punya apa - apa dan memaksakan membelinya karena menulis di ponselnya cukuo repot. Apalagi keyika ada notifikasi yang bisa sjaa menganggu konsentrasi dan mengubah jalan cerita yang sedang Venya buat.
Venya menarik nafasnya dalam dan menghembuskan dengan pelan, "baiklah. Mari kita buka dan mencoba untuk tidak menyesalinya." Ucap Venya lalu membuka dus yang ada di depannya itu.
Mengeluarkan semua hal di dalam dus dan mengesampingkan dus itu.
"Padahal udah liat langsung di counternya, udah diisi aplikasi yang dibutuhin juga tetep aja speechless." Kata Venya bermonolog.
Selanjutnya dia menghidupkan laptopnya dan matanya benar - benwr berbinar. Dia bahkan akanenangis jika.bunda Kori tidak datang menemuinya di kamar.
"Wah bagus laptopnya." Kata bunda Kori lalu menyimpan s**u vanilla di atas meja yang biasa Venya pakai untuk makan di kamarnya.
Seperti biasa memang, bunda Kori selalu memberikannya s**u jika bunda Kori bangun di malam.hari seperti ini. Kadang juga tidak bangun. Tapi kebanyakan, bunda Kori selalu bangun malam. Tengah malam lebih seringnya. "Semakin semangat ya nulisnua, Nak." Kata Bunda Kori kemudian mengelus puncak kepala Venya dan menjulur ke bawah sampai ke ujung rambut Venya yang tidak terlalu panjang itu.
Venya mengangguk, "pasti bun." Katanya pelan, "aku membeli ini benar - benar mikir lama banget. Jadi ini dipakainya juga harus lama dan awet." Kata Venya lagi lalu tersenyum ke arah bunda.
Bunda Kori membalas senyuman Venya lalu menepuk pundak Venya. "Sukses nak." Katanya kemudian melenggang pergi dari kamari Venya, "bunda masih ada urusan, susunya di minum dan habiskan ya." Katanya sebelum ia keluar dari kamar Venya.
Venya lagi mengangguk walaupun tidak ada yang melihatnya. Dia kemudian mulai mengoperasikam laptopnya. Ia membuka halaman word yang mungkin akan sering ia pakai. Mungkin setiap hari dia akan menulis di sini dan mungkin juga Venya bisa sukses dan mengjasilkan uang dari halaman kosong ini.
"Sampai dimana kemarin?" Tanyanya pada dirinya sendiri. Bahkan tidak ada yang mampu menjawabnya karena tulisannya sendiri, idenya sendiri dan juga dirinya sendirilah yang harus menyelesaikannya. "Sampai Sara yang ada di gudang meledak kalo ga salah." Kata Venya lagi. "Baik, mulai dari sana."
Selanjutnya, keyboard yang memang sudah berteknologi tinggi di laptopnya, sudah tidak terdengar lagi bunyi mengetik. Sudah tidak terdengar lagi klik klik klik. Dan sudah nyaman, sangat nyaman di jemarinya.
Benar - benar, teknologi semakin maju. Dia tidak terganggu lagi dengan ketikan yang bunyi seperti laptop sebelumnya yang sudsh tidak bisa memakai keyboard bawaan dan mengharuskan Venya membeli keyboard luar yang bekas juga. Dan Venya ingay betul bahwa keyboar yang ia pakai itu setiap huruf yang di klik nya berbunyi luar biasa. Venya kadang terganggu dengan bunyi itu.
Sekarang, Venya mungkin bisa lebih bekonstrasi lagi untum urusan berkarya karena tidak ada bunyi yang menganggunya, tidak lambat sepetti laptop sebelumnya dan juga idenya muncul ketika malam seperti ini.
Ponselnya berdering sekali menandsksn dia mendapat pesan masuk. Dia berhenti sejenak dan bangkit dari kursinya kemudian beranjak mengambil ponsel di samping gelas s**u yang disiapkan bunda Kori tadi. Lalu, dia mulai meminum sudu itu sambil melihat notifikasi apa yang sedikit menganggunha ketika ide sedang mengalir dengan derasnya. Cukup deras sehingga mengharuskan Venya untuk engabaikan sementara pesan itu.
Jika pikirannya sudah stuk, maka, Venya akan berhenti, meregangkan badannya termasuk jemarinya. Dan sata itulah Venya ingat bahwa dia memiliki notifikasi di ponselnya.
Pesan yang di bacanya membuat Venya diam mematung. Susunya menjadi sulit untuk di telan. Tangannya bensr - benar tidak bisa ia gerakan sementara waktu. Matanya tetap fokus pada pesan yang di sampaikan padanya.
Di dalam pesan singat melalui aplikasi w******p itu, Venya melihat foto Gemma.
Bukan hanya foto Gemma yang biasa saja.
Gemma sangat jaramg mengiriminya foto.
Apalagi foto yang sekarang di lihat Venya.
Foto Gemma sedang tidur. Dalam keadaan telanjang d**a dan benar - benar seperti sudah tertidur nyenyak sekali.
"Sial." Kata Venya tanpa sadar.