Pertemuan tak diharapkan

2793 Words
Suara langkah tegas menggema indah, semua tau langkah itu milik siapa saat terdengar mendekat mereka spontan berdiri sedikit membungkuk memberi hormat kepada si pemilik langkah itu. "Selamat pagi tuan" sapa salah satu pegawai namun hanya dibalas deheman saja olehnya. Sudah biasa seperti ini CEO mereka terkenal kaku, dingin nan tegas. Sesampainya di ruang kerja dia duduk di kursi kebesaran nya, memberi tanda tangan penting untuk beberapa berkas yang sekretasi suguhkan. "Ada lagi ?" tanya nya dingin "sudah pak" Sekretaris itu pergi saat sang bos mengibas kan tangan mengusirnya, dia menghidupkan laptop untuk menelfon lewat video call seseorang yang sangat ia rindukan setiap hari. Panggilan pertama langsung di terima, senyuman merekah indah melihat wajah cantik terpampang disana menyapa "abang !" pekik girang gadis disana, Alin. Dia juga sangat rindu dengan abang nya itu. Adam terdiam beberapa detik dia fokus mengamati wajah cantik adik nya itu, baru kemaren malam dia tidak video call an dengan Alin rasanya sangat rindu. "Hai sayang" jawab nya lembut "abang nggak pulang ? bukan nya jam di indo sekarang udah jam 3 ?" tanya Alin saat menyadari Adam masih berada di kantor duduk gagah di kursi kebesarannya. "Abang baru saja selesai meeting, ini mau pulang tapi rasa rindu abang udah nggak bisa di tahan sampek rumah" gombal Adam, namun memang faktanya seperti itu, semenjak Alin kuliah di London dia menjadi kesepian, setiap waktu luang selalu ia gunakan untuk menelfon Alin dengan catatan menunggu hingga adik kecil nya itu tidak sibuk, dari mana Adam tahu sibuk atau tidak nya Alin ?? ya dari mata-mata yang ia perintahkan. Sesekali jika rasa rindu nya sudah mencuat dia memilih terbang ke London dengan jet pribadinya, kadang disana hanya sehari saja hanya untuk mengajak Alin makan ice cream atau apapun kegiatan favorit Alin. Alin terkikik malu disana "abang bisa aja" jawab nya malu-malu Adam ikut tersenyum gemas, semakin rindu saja ia kepada Alin ingin menciumi seluruh wajah nya, namun kerjaan ini mengurung dia untuk tidak menemui Alin dulu "gimana kuliah kamu ? apa ada yang gangguin kamu?" Alin menggeleng "nggak ada bang, semua baik-baik saja" "Raxel ?" tanya Adam to the point, kening Alin mengerut bingung, apa Adam tau soal Raxel ? oh ayo lah dia tau semua tentang adiknya itu "abang tau tentang kejadian tadi pagi ?" "ya, termasuk Saga yang mengaku sebagai kekasih mu" "hahaha, iya untung ada kak Saga, kalau nggak gitu aku nggak tau gimana caranya bisa menghindar dari Raxel" jawab Alin tertawa lucu Adam tersenyum tipis melihatnya, adik nya polos sekali sampai tidak tahu jika Saga tidak bercanda mengatakan itu. "Queen ?" "iya bang ?" Alin menatap Adam intens menunggu apa yang akan Adam katakan setelahnya "apa kamu masih menunggu nya ?" Deg, Alin terdiam cukup lama dia tau siapa yang Adam maksud, Dafi. Lelaki yang selalu ia tunggu penjelasannya kenapa dia pergi begitu saja, lelaki yang sangat ia cintai dan lelaki yang sudah mematahkan hati nya. "kenapa abang tanya gitu, aku udah nggak nungguin dia" jawab Alin tersenyum paksa, dia berbohong. "Nggak papa, kalau dia belum kembali tahun ini kamu harus lupain dia" karena batas janjinya sudah habis, sambung Adam dalam hati. Alin tertawa sumbang, tidak semudah itu melupakannya, mulut bisa saja berdusta tidak merindukan dia tapi hati ?, hati nya selalu berteriak namanya. "Abang nggak usah khawatir, aku udah nggak papa lagian aku udah lupain dia" Alin berbohong lagi. Adam mengangguk samar, dia menatap intens mata Alin yang menunjukkan ketegaran namun ada sedikit tatapan kecewa. ***** Kedua nya terdiam canggung hampir tiga puluh menit sibuk dengan fikiran masing-masing, Alin terus menunduk mengaduk Coffe Latte nya sedangkan lelaki di hadapan nya terus menatap intens gadis itu, tidak ada sepatah kata pun yang mereka ucapkan hanya hembusan nafas teratur yang terdengar merdu. Alin pun mendongak, dia sedikit kaget karena lelaki itu ternyata menatapnya, Alin mengulas senyum kaku "Ka-kabar ayah kakak gimana ?" tanya Alin menutupi kegugupannya. "Dia udah membaik kok" jawab Saga, mereka berdua duduk berhadapan di cafe terdekat dari kampus Alin, setelah kejadian Saga mengaku-ngaku sebagai kekasih Alin Saga memutuskan menunggu gadis itu selesai ngampus di cafe terdekat. "Hmmm,, syukur deh" Alin mendesah lega "kamu baik-baik aja kan disini ?" "iya, kak Gavin selalu jagain aku, jadi aku baik-baik aja" "soal lelaki tadi apa dia sering gangguin kamu" "sedikit, dia kadang nelfonin aku tiap malem cuman nggak aku respon, aku kaget banget waktu tadi pagi dia nyatain perasaan nya ke aku" "untung ada aku" celetuk Saga bangga "heheh, iya makasih ya kak, kakak udah selametin aku" "udah kayak di kejar setan aja sih" sahut Saga tekekeh gemas, dia kagum karena selama dia mengenal perempuan hanya Alin yang merasa risih di perebutkan lelaki bukan nya bangga atau menyombongkan diri. "cowok disini tuh kelewatan banget kak, aku udah hampir ganti nomer seribu kali dan seribu kali itu juga selalu ada nomer baru" keluh Alin mengerucut jengkel, dia sangat tidak nyaman jika ada nomor baru yang menerornya. Sampai Alin harus ganti ponsel dia takut ada yang meng hack ponsel nya karena dia bingung setiap ganti nomor tidak bisa membebaskannya dari nomor-nomor baru yang mengajak kenalan, dating dan lain-lain. "mangkanya cari pacar biar nggak di gangguin terus" ejek Saga semakin membuat kerucutan bibir Alin maju setengah centi "cowok cuman bisa bikin sakit hati, mendingan nanti aku cari nya yang langsung serius dan langsung nikahin aku" jawab Alin tegas, dia trauma jika harus menjalin hubungan baru, dia takut jika nanti semua nya sama aja, sama-sama datang lalu pergi tanpa alasan. "yaudah ayo nikah !" ajak Saga spontan, Alin cengo, suasana menjadi hening beberapa detik lalu setelah nya mereka berdua tertawa lepas. Alin tertawa karena candaan Saga, sedangkan Saga tertawa paksa karena ucapan nya di anggap candaan semata. Saga terpesona saat melihat Alin tertawa lepas di depannya, tawa indah yang semakin membuat gadis itu tambah menawan, barisan gigi putih, bibir ranum alami dan cekungan kecil di kedua pipi membuat nya terlihat sangat manis. Cantik. "haduuh, perut aku sampek sakit" Alin memegangi perutnya yang kram "kakak kalau becanda kelewatan banget sih, hahaha" "heheh , udah jangan ketawa terus, minum dulu" Alin menerima segelas air yang Saga berikan lalu meminumnya setengah "udah sore, pulang yuk !" sambung Saga sedetik setelah ia mengecek jam pada pegelangan tangan nya. Alin ikut mengecek jam di ponsel nya "hmm,, ayo !" Mereka akhirnya keluar caffe, berjalan sejajar layaknya pasangan kekasih di selingi tawa kecil dari kedua nya sampai memasuki mobil. Sesampainya di apartemen Alin di suguhkan dengan pemandangan paling buruk, plastik makanan dimana mana, tumpukan piring bekas makanan berminyak di atas meja, bantal sofa berserakan dan dunia manusia bodoh tidur terlentang di karpet dengan kondisi perut kenyang. "astaga" Alin mendadak pusing, Saga memegang erat bahu gadis itu, setelah nya dia menggeleng pelan akan apa yang juga ia lihat, kapal pecah. Dia menuntun Alin duduk di sofa "kamu duduk sini, biar aku bangunin mereka" "kak~ gimana beresin nya~" rengek Alin lemah, Saga tidak tega melihat Alin seperti itu dia tersenyum dan berjanji akan membuat dua manusia itu yang membereskan. "BANGUN !!" Saga menendang Gavin, "WOY KERBAU BANGUN !" teriak nya di telinga Putra, mereka hanya bergumam tidak jelas lalu menggeliat menyamankan posisi masing-masing "wahh nggak bener nih" gumam Saga menoleh kanan kiri mencari sesuatu yang bisa membuat mereka bangun dan membereskan semua ini, Alin terus memperhatikan Saga yang masuk ke dapur lalu kembali membawa se gelas air, Alin terkekeh kecil saat tau apa yang akan Saga lakukan BYUUURRR !! "Anj*ng ! banjir !!" "banjirr woy banjir !!" "hahahaha !!" Gavin dan Putra kebingungan, wajah mereka basah namun di sekitarnya kering, suara tawa Alin dan Saga mengalihkan atensi mereka "lo nyiram gue !!" teriak Gavin berdiri menghadap Saga, disusul Putra yang juga menatap sengit Saga "lo apa-apa an sih !" imbuh Putra berkacak pinggang "kalian yang apa-apa an, lihat tuh ruangan nya udah kayak wajah kalian, be-ran-ta-kan" sahut Saga menekan kata berantakan. "enak aja wajah nya kang Daniel di katain berantakan" protes Gavin tidak terima "bersihin !" perintah Saga "OGAH !" jawab mereka berdua lantang tak terbantahkan "lagian ini apartemen gue, ngapain lo yang ngatur" kata Gavin mendengus kasar "bener, lo juga ngapain disini, dimana Alin ?" ujar Putra memicing curiga Alin yang sejak tadi dududk tertutupi punggung Saga dia beranjak mendekati mereka sambil menyilangkan kedua tangan di d**a lengkap dengan wajah pongah nya "aku disini" Glek ! kedua nya menelan susah saliva nya sejak kapan gadis kecil itu ada disana, Gavin dan Putra saling lirik mereka tahu betul bagaimana Alin jika sudah marah "dek, ka-kamu udah pulang" Gavin mulai gelagapan, gawat mati lah riwayatnya "baru aja aku nyampek, dan udah pusing karena di suguhin pemandangan indah ini" jawab Alin mengejek, matanya memutari area berantakan itu, Gavin dan Putra cengengesan seperti anjing bodoh Alin menghela nafas ringan lalu berkata dengan suara dingin menyeramkan, persis seperti Adam namum versi perempuan "kalian mau beresin ini apa kalian yang aku beresin" "i-iya ini di bersihin" Gavin segera memunguti sampah-sampah yang berserakan, Putra pun gelagapan dia ikut membereskan semua kerusuhan yang ia lakukan bersama Gavin tadi. "serem banget sih kayak hantu dia apartemen gue" gumam Putra sambil menata bantal sofa Saga dan Alin saling lirik lalu tersenyum menang. ***** London , Inggris 20:38 Jet mewah landing di atas gedung besar, baling-baling nya menghempas kan apapun yang ada di sekitarnya. Ada sekitar lima belas pengawal yang menyambut kedatangan seseorang yang sangat penting di dalam jet mewah itu. Pintu perlahan terbuka, sang bos turun dengan gagah menuruni tangga jet pribadinya di susul satu orang tangan kanan yang setia menemaninya selama ini "selamat datang tuan Dafi" sambut salah satu pengawal barisan depan, Dafi mengangguk kecil "apa semua nya sudah siap Lex ?" tanya Dafi sambil berjalan turun mencari lift, Alex yang berada di belakang mengangguk samar meski Dafi tidak melihat "sudah tuan, mobil anda sudah ada dibawah, apartemen anda juga sudah siap, beberapa perusahan yang sudah anda beli disini sudah siap anda jalankan" Dafi sampai di dalam lift, Alex menekan tombol lantai bawah "bagus, aku tidak ingin ada secuil pun kekurangan dari ke pindahan ku kesini" Alex mengangguk sopan. Membutuhkan waktu tiga puluh menit untuk sampai ke apartemen mewah yang Alex katakan tadi, semua fasilitas sudah lengkap di dalam sana tidak ada yang kurang satu pun. Dafi tidak langsung istirahat, setelah dia mandi dan ganti pakaian dengan yang lebih santai dia harus mengecek pekerjaan nya, menjadi CEO di usia muda tidak lah mudah baginya, dulu di indonesia dia hanya mengandalkan kinerja Jems dan Alex untuk mengurus perusahaan disana namun semenjak dia ke Italia semua dia lakukan sendiri, berjuang dari nol sendirian tanpa siapapun hingga dia bisa menjadi se sukses sekarang. Dia bangga dengan kegigihan nya selama dua tahun ini, meski harus merelakan masa kuliah nya dia tidak menyesal karena dia bisa menepati janji kepada maminya. Dafi berkutat dengan laptop hingga jam setengah tiga. Sampai akhirnya dia memilih tidur karena kantuk sudah sangat menguasai nya sekarang. Ke esokan harinya dia bersiap datang ke peresmian kantor baru yang sudah ia beli beberapa bulan lalu, menjadi CEO baru disana dengan peraturan dan strategi baru. Seluruh pegawai menunduk hormat menyambut kedatangan nya, beberapa pegawai wanita berbisik kagum akan ketampanan CEO baru serta pemilik kantor ini sekarang. Setelah acara selesai Dafi mengadakan rapat privat dengan jajaran direksi dan manager disana. Dengan badan tegap, mata tajam dan wajah tegas khas pemimpin dia mulai memperkenalkan diri, meski di ruangan itu rata-rata usia nya di atas Dafi namun dia tetap menunjukkan aura kepemimpinan yang tak tersaingi, mereka bahkan kagum dengan fisi misi yang Dafi utarakan untuk kemajuan perusahaan itu. Dafi menghempaskan b****g nya di kursi kuasanya, hari ini cukup memuaskan. Senyuman lega terpampang indah di wajah tampan nya, dia merogoh selembar foto di saku jas lalu memandangi foto itu. "i miss you princess" gumam nya sendu "tunggu sampai semua nya selesai dan aku akan menjelaskan semua nya, maaf membuat mu menunggu dalam kesedihan" sambung nya menatap nanar foto gadis dengan pose tersenyum manis, suara ketukan pintu mengaget kan nya dia buru-buru memasukkan kembali foto itu Alex masuk setelah mendapat persetujuan oleh Dafi "ada apa Lex, kau menganggu waktu ku dengan gadis ku saja" ujar Dafi jengkel, Alex terlihat bingung, dia tidak melihat siapa-siapa di ruangan ini lalu mana gadis tuan nya itu ? "gadis siapa tuan ?" tanya Alex pelan, Dafi terlihat gelagapan "lupakan !" ujarnya canggung "ada apa kamu kesini" imbuhnya mengalihkan pembicaraan "ini berkas yang anda minta tuan" Alex meletak kan satu map merah di meja Dafi "tinggal selangkah lagi tuan" imbuh Alex was-was wajah Dafi mendadak merah padam membaca isi berkas itu, dia melempar berkas itu ke meja "aku tidak bisa Lex !" ucap nya menggeram, dia memijit pangkal hidung nya sejenak "saya tau tuan, tapi hanya ini satu-satu nya cara agar urusan anda segera selesai" Dafi menyandarkan punggung nya, menengadah ke langit-langit menatap atap dengan fikiran kosong, apa yang akan terjadi setelah ini, fikiran nya berkecamuk tidak karuan. Nafas nya memburu panas, dia mengacak kasar rambut nya lalu kembali duduk tegak menatap Alex "siapkan mobil" ***** "terimakasih" ucap Alin tersenyum hangat kepada pegawai kasir, dia membawa dua kantung kresek berisikan snack dan beberapa sayuran untuk makan malam nanti. Di depan supermarket sudah ada mobil bmw yang menunggunya lengkap dengan supir pribadi yang sudah mengantarnya kemana mana selama ia di London. "pak kita ke caffe biasanya ya, aku lagi kangen makan ice cream vanilla disana" kata Alin semangat empat lima "baik nona" Selama perjalanan Alin sibuk bermain dengan ponsel nya hingga tidak terasa jika dia sudah sampai, dia memesan ice cream vanilla yang sudah menjadi primadona di caffe itu lali memilih tempat duduk tak jauh dari pintu masuk. Ice cream vanilla selalu bisa membuat mood nya membaik, dia sering kesini juga bersama Adam saat abang nya itu tiba-tiba datang dan menerjangnya dengan peluka rindu. Dirga ?? kakak kedua nya itu sekarang sudah menjadi CEO di perusahaan dubai, dengar-dengar dia sedang dekat dengan seorang gadis namun jika di tanya dia selalu mengelak, padahal Alin tidak masalah jika ketiga kakak nya mempunyai pasangan, semua akan berubah seiring berjalan nya waktu mereka membutuhkan pendamping yang mereka cintai dan yang mencintai mereka, meski ada sedikit ke khawatiran di hati Alin takut perhatian mereka berkurang namun Alin tidak boleh egois, dia tau posisinya akan selalu special di hati ketiga kakak nya. Di tengah-tengah ia melamun dengan sesendok ice cream di mulutnya, dia tiba-tiba penasaran dengan mobil ferrari yang baru saja parkir di halaman caffe, mobil itu sangat mahal Alin tau karena mobil itu sama dengan mobil yang ia dapatkan sewaktu kelulusan nya dan lagi-lagi Alin tidak tahu mobil itu dari siapa. Hingga sekarang Alin tidak pernah memakai mobil itu dan ia tinggalkan di indonesia. Alin semakin tertarik ingin melihat siapa yang turun dari mobil mewah itu, pintu kemudi terbuka turun lah seseorang dari sana yang langsung mampu membuat Alin menganga tidak percaya rahang gadis itu hampir jatuh ke lantai, jantung nya berdegub sangat kencang hingga bernafas pun susah. Alin mengerjap beberapa kali memastikan jika yang ia lihat tidak salah, dan benar saja dia tidak salah mata nya masih normal. Orang itu benar-benar ada disana dengan penampilan jauh berbeda dengan dua tahun lalu, dia semakin gagah, aura kepemimpinan menguasainya, dia terlihat sangat berbeda namun tetap tampan, garis rahang nya semakin tegas membuat dia semakin menawan badan nya juga jauh lebih atletis di balut setelan jas berwarna navy. Namun Alin semakin susah bernafas saat lelaki itu membuka pintu sebelah kemudi dan keluarlah seorang gadis cantik dari sana, menggaet lengan nya sambil tersenyum manis. Alin meremas sendok ice cream nya kuat-kuat, bibir nya gemetar menahan sesuatu yang akan meledak, sakit bahkan lebih dari kata sakit, ini sangat meremas hati dan perasaan nya, dia bisa mati jika terus-terusan sesak begini. Mata nya mulai memanas mengikuti arah kedua orang itu yang berjalan masuk ke caffe di selingin canda tawa mereka dengan ceria. d**a Alin sangat sakit seperti di tusuk ribuan duri dia ingin lari dari sini tapi tidak bisa, kaki nya kaku badan nya juga kaku, udara di sekitar tiba-tiba panas apalagi saat mata indah dua tahun lalu itu membelalak kaget ketika bertemu dengan mata nya yang sudah berlinang. "A-alin" "kak Dafi" gumam Alin sangat lirih dengan bibir gemetar Dafi berdiri kaku di ambang pintu, di sana dia melihat Alin menatap nya penuh kecewa, penuh benci, penuh kesedihan. Dia menyentak kasar tangan gadis di lengan nya lalu tergesa-gesa mendekati Alin, Alin pun berdiri bermaksud menyambut lelaki itu dengan,,,,, PLAK !! tamparan. Satu tamparan mendarat mulus di pipi kanan Dafi, dia sampai menoleh kesamping saking kerasa nya tamparan Alin. Dia menatap Alin penuh sesal, sedangkan Alin menatap nya nanar penuh amarah, nafas gadis itu naik turun tak beraturan mata nya memerah serta bibirnya gemetar menahan tangis. Alin tak mengatakan apapun setelah menampar Dafi dia segera mengambil tas nya lalu pergi dari sana, menyeka air mata di tengah perjalanan nya menuju mobil. Dafi berlari menyusul gadis itu namun terlambat mobil yang membawa Alin sudah pergi menjauh, Dafi memandang nanar mobil yang menjauh itu dengan perasaan tak karuan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD