Fasha kembali menatap jalanan di depannya. Disamping kanan ada seorang laki-laki yang tengah mengemudikan mobilnya. Siapa lagi laki-laki itu jika bukan Arham. Mereka berdua baru saja mengurus masalah undangan dan t***k bengek tentang pernikahan keduanya yang resmi akan dilaksanakan pada tiga bulan yang akan datang karena melihat kondisi Fasha yang tidak memungkinkan itu. Ia juga baru keluar dari rumah sakit sejak beberapa minggu yang lalu karena untuk pemulihan pasca kecelakaan.
Pandangan Arham masih fokus pada jalanan yang nampak lenggang karena sedang hujan. Sebagian sepeda motor memilih untuk berteduh di beberapa emperan toko atau langsung mampir ke rumah makan pinggir jalan. Sedangkan dua manusia ini, malah menikmati suasana tenang di dalam mobil. Tanpa ada pembicaraan nyleneh yang biasanya akan mereka lakukan.
"Kamu jadi kuliah hari ini?" Tanya Arham tanpa menatap Fasha yang sedang menatap jalanan lewat kaca mobil.
Fasha mengangguk, "iyalah Pak dokter. Apa kabar sama IPK kalau Fasha bolos terus. Emang Pak dokter mau, punya istri mahasiswa abadi." Cetus Fasha dengan jutek. Lagipula Fasha masih kesal dengan Arham karena menertawakan dirinya saat fitting baju tadi.
Fitting baju pengantin adalah saat di mana keduanya merasa sangat bahagia. Yang awalnya baik-baik saja, jadi berantakan gara-gara ucapan Arham yang membuat Fasha jadi kesal. Saat itu, Fasha masih mencoba sebuah kebaya warna putih yang menjuntai sampai lantai.
Tapi, bukannya Arham merasa terpesona dengan penampilan Fasha. Dia malah tertawa dengan keras lalu memegangi perutnya yang sakit gara-gara terlalu lama tertawa. Lalu setelah itu, ada kata baru yang Arham ucapkan padanya. Katanya, Fasha itu kutilang darat atau yang kita ketahui bersama adalah kurus-tinggi-langsing-d**a-rata. Setelah itu Fasha hanya bisa mendengus sambil melempar high heels yang baru saja ia coba ke arah wajah Arham.
Dan begitulah acara persiapan pernikahan mereka yang tidak berakhir bahagia. Sampai membuat wajah Fasha masih menekuk sempurna. Tidak peduli pada Arham yang kini sudah membelokkan mobilnya ke arah rumah makan langganannya. Sebuah warung lesehan dengan menu bakar-bakaran.
"Masih marah?" Tanya Arham yang kini menatap Fasha saat mobilnya sudah berhenti di depan rumah makan itu.
Fasha memanyunkan bibirnya seraya mendengus sebal. "Masih lah! Siapa yang nggak marah dibilang kutilang darat?" Ketus Fasha yang melipat tangannya di d**a.
"Lho, saya kan memang jujur. Bukannya kenyataannya begitu? Nanti saya bilang kamu seksi, nanti kamu marah lagi. Dan bilang saya laki-laki kurang ajar." Jawab Arham dengan wajah santainya sambil menatap jalanan di depannya.
"Nggak gitu juga kali," Fasha jadi geregetan sendiri. Kalau bukan calon suaminya, sudah ia tendang kelaut juga.
Arham menaikkan kedua bahunya acuh, "btw, saya mau makan. Kalau kamu nggak mau makan, ya udah duduk di mobil aja." Jawab Arham yang keluar dari mobilnya dengan santai. Seperti tidak ada beban sama sekali.
Fasha jadi semakin kesal. Dia memang bukan perempuan yang suka marah hanya karena persoalan kecil. Tapi entah mengapa, setiap bersama Arham sepertinya dia selalu diuji. Mana ada laki-laki yang meninggalkan calon istrinya di mobil kalau tidak mau diajak makan. Paling tidak mereka akan memohon-mohon agar sang perempuan mau makan dengan mereka. Tapi, yang dilakukan Arham malah sebaliknya.
Walaupun Fasha tahu, jika Arham memang bukan laki-laki yang suka bertindak seperti laki-laki kebanyakan. Tapi setidaknya harusnya dia peka jika Fasha sedang tidak dalam mood yang baik. Bukankah perempuan hanya ingin dimengerti, seperti lagu. Tapi kenapa tidak ada lagu balasan tentang laki-laki yang juga ingin dimengerti. Memangnya semua hanya tentang perempuan yang perlu dan wajib dipahami. Laki-laki juga perlu dipahami.
Tapi nyatanya, aura perempuan memang selalu menang. Bukankah begitu, kaum Adam? Kalian bersedia menjadi apapun yang perempuan inginkan. Hanya agar para perempuan merasa bahagia di dekat kalian. Yes or no?
Arham tidak jadi melangkah ke dalam warung makan favoritnya karena tak melihat Fasha yang biasanya selalu mengintil di belakangnya. Laki-laki dengan wajah datar itu kembali masuk ke dalam mobilnya. Menatap Fasha yang sudah menunjukkan wajah yang hendak menangis. Memangnya separah itu apa ejekannya sampai perempuan bawel disampingnya ini harus menangis?
"Huwaaaaa, Pak dokter jahat! Pak dokter ninggalin Fasha sendiri," ucap Fasha yang kini diikuti dengan aliran kecil di pipinya. Air mata sudah tumpah ruah di sana tanpa diminta.
Arham yang awalnya santai, sekarang malah kebingungan sendiri. Ini yang tidak ia disukainya dari kaum perempuan. Mereka gampang sekali menangis. Tidak tahu tempat dan waktu. Jika ingin menangis langsung saja menangis. Membuat laki-laki bingung saja! Sama halnya dengan Arham, dia bingung harus bagaimana. Dengan tampang paniknya, dia hanya kepikiran untuk menyodorkan kotak tisu di depan wajah Fasha. Bukankah di sinetron yang ibunya tonton begitu?
Fasha yang semakin kesal karena ulah Arham yang tidak peka malah semakin kencang menangis. "Dasar cowok nggak peka! Calon istrinya nangis bukannya di peluk, malah di kasih tisu." Ketus Fasha yang menarik gulungan tisu dari kotaknya. Membuat Arham mengerutkan keningnya.
"Kok peluk? Di mana-mana kalau orang nangis kan di kasih tisu. Makanya saya pikir kamu butuh tisu," ucap Arham seraya menatap dasbor mobilnya. Ia benar-benar payah dalam urusan perempuan. Mana dia tahu, kalau Fasha minta di peluk. Memangnya ini drama Korea apa?
Bukannya dilapin air matanya Fasha kaya di film-film. Eh, malah dikasih kotak tisu. Ini cowok kenapa nggak peka banget sih, sama kode cewek. Fasha menghapus air matanya kasar dengan punggung tangannya. Biarkan saja Arham bingung dengan tingkahnya hari ini.
Kenapa lagi sih? Memangnya salah saya di mananya. Perasaan dari tadi salah terus. Keduanya seakan perang lewat batin.
---oOo---
Mood Arham sedang tidak dalam kondisi baik. Selain karena dia sedang kesal dengan Fasha, ia juga sedang malas melakukan apapun sekarang. Bawaannya mager alias males gerak. Pandangan mata Arham beralih pada sesosok laki-laki tinggi dengan senyuman manis yang sedang asik berdada dengan Fasha. Laki-laki yang sama yang datang ke ruangan rawat Fasha beberapa minggu yang lalu.
Banyu masih berjalan santai di depan Fasha yang sedang asik memakan mi ayamnya. Entah mengapa, keadaan ini selalu saja membuat Arham benci. Banyu seperti tidak ada lelah-lelahnya untuk mendekati Fasha.
"Halo Fasha," sapanya dengan riang dan senyuman manisnya. Membuat Arham rasanya ingin menonjok wajah itu. Wajah yang dulu pernah Fasha puja dengan jiwa dan raga.
Fasha hanya diam seraya memasang wajah juteknya. "Hm, apa lagi, Banyu? Kita lagi nggak teleponan ya," ketus Fasha yang sesekali menatap wajah Arham yang sudah menekuk sempurna.
"Haha, kamu inget nggak sih. Waktu itu, kita pernah jalan kesini kan?. Yang waktu itu kamu naik motor sama aku," Banyu tertawa sejenak. Sok bernostalgia di depan Arham. Membuat dokter muda itu jadi panas luar dalam.
Lagi-lagi kedua pasangan yang sedang dilanda Pre Menstrual Syndrome, sebenarnya cuma Fasha sih. Tapi Arham juga ikutan kesel. Jadi dua-duanya sedang dilanda virus PMS. Bawaannya kesel mulu, apalagi kalau liat masalalu. Bukannya mantan itu sumber dari segala petaka dalam hubungan. Awalnya aja sok minta putus, eh pas putus dan kita makin cantik or ganteng, ngemis-ngemis minta balikan. Dasar nggak punya pendirian.
Malahan, Banyu sekarang asik duduk disamping Fasha dan nyerocos menceritakan tentang masa-masa mereka pacaran. Kok kayanya sengaja-sengaja gimana gitu. Kok kezel ya, kalau liat mantan yang modelnya begini. Fasha kembali memakan mi ayamnya, mencoba tak peduli. Cukup tutup indera pendengaran saja. Serah dah serah!
"Kenapa aku dulu bisa sampai mutusin kam-" belum selesai Banyu mengucapkan kata terakhirnya. Arham sudah menggebrak meja. Membuat pandangan beberapa orang fokus ke arah mereka.
Brak.
"Wassalamualaikum," ucap Fasha karena acara gebrak-gebrak meja yang dilakukan keduanya.
"Heh air, mau dingin mau panas. Saya nggak suka ya anda bilang kaya gitu. Nggak malu apa godain calon istri orang? Anda ini cuma mantan. Tau artinya apa? Jodoh yang numpang lewat," ketus Arham yang mengganti nama Banyu menjadi air. Ya walaupun artinya sama sih. Dalam bahasa Jawa kan Banyu artinya air juga. Serah lah, Ham!
"Apaan sih! Sebelum janur kuning melengkung, gue nggak akan mundur. Mau Fasha elo umpetin di lubang buaya sekalipun, pasti gue temuin." Jawab Banyu dengan gaya sok petantang-petenteng. Ala-ala jagoan di pasar Beringharjo.
Sial, ya kali Fasha diumpetin di lubang buaya. Dikira Fasha pahlawan revolusi apa? Batin Fasha yang masih menatap ke arah kedua laki-laki yang sedang memperebutkan dirinya itu.
"Kalau sampai kalian nikah. Saya yang pertama kali hancurin kue pernikahan kalian," ketus Banyu yang makin nekat. Dan,
Bugh. Bogeman mentah telah mampir di wajah Banyu. Dan itu dari punggung tangan Arham. Fasha hanya melongo, laki-laki yang dibilang kalem, lemah lembut, penyayang, bukan laki-laki yang ringan tangan. Lah ini apa? Bonyok deh anak orang.
Sial, Pak dokter galak banget. Kalau gini sih PMS mode on. Dosa nggak sih kalau Fasha bilang, Pak dokter kereeennnnn bangettt. Teriak Fasha dalam hati melihat sang calon suami sedang membenarkan kemejanya yang cukup lecek. Mungkin kejadian ini adalah tontonan gratis bagi warung mi ayam Pak Amat. Buktinya sekarang banyak yang datang. Selain untuk makan mi ayam, mereka juga ingin menjadi saksi pertarungan dua laki-laki stress menurut Fasha.
---oOo---