BAB 2

1044 Words
BAB 2 “Perjodohan itu penekanan pada hati yang memaksa untuk terikat.” AdRIAN sekarang tengah duduk di salah satu warung dekat sekolahnya, ia teringat pada kejadian satu tahun yang lalu, tepatnya waktu ia kelas dua SMA, ia mengklaim Ratu di depan banyak orang, meminta gadis itu untuk menjadi pacarnya. Ah! Memori itu terlalu membekas, ia terjebak dalam pertaruhan bodoh yang melibatkan ia harus memacari gadis introvert di Padipura. Hanya satu tahun, dan tiga bulan lagi waktunya untuk Adrian memutuskan untuk mengakhiri segalanya. Adrian sebenarnya tak ingin memainkan hati Ratu, tapi ia juga tidak bisa membatalkan pertaruhannya kepada teman-temannya. “b*****t, kenapa harus gue yang kalah basket waktu itu?” umpatnya kesal. “Seorang Raja tidak akan terkalahkan,” lirihnya. Ratu menatap rerintik rinai hujan dengan resah. Ia tengah berteduh di bawah naungan pohon. Ia mengusap kedua tangannya kedinginan. Matanya menatap ke arah jalanan yang sudah sepi, hari juga sudah mulai gelap. Ratu menarik napasnya panjang. Dari siang tadi ia menunggu kehadiran Adrian untuk mengantarnya pulang. Lagian Adrian yang meminta Ratu untuk menungguinya. Jika Ratu pergi nanti akan membuat Adrian menjadi kesal lagi. Ratu menutup matanya rapat-rapat, meresapi kepedihan yang ia alami selama menjalani hubungan bersama Adrian. Adrian sama sekali tidak berubah, dari awal mereka menjalani semuanya sampai sekarang. Satu tahun bukan waktu yang singkat tapi hal tersebut tidak juga berpengaruh bagi Adrian. “Eh, ada cewek cantik.” Ratu tersentak kaget. Irisnya menatap dua orang laki-laki yang sudah berdiri di depannya. Ia memakai seragam yang sama seperti Ratu, dia seperti golongan murid biang onar sama seperti Adrian. Ratu mundur beberapa langkah, ia merasa benar-benar takut. Ratu adalah orang yang sangat benci dengan kekerasan dan juga keramaian, penampilan keduanya yang urak-urakkan membuat Ratu jadi sangat cemas terhadap dirinya sendiri. Tidak ada seorang pun yang melintas di sana. Sekolah sudah kosong dan hari mulai gelap, rintik hujan juga sedari tadi tak pernah bosan untuk jatuh. “Ka-kalian mau ngapain?!” kata Ratu gelagapan. Keduanya malah tersenyum menyeringai. Ia mencoba untuk memegang tangan Ratu tapi Ratu malah langsung menepis tangan mereka dengan kasar. “Yahh … dia malu-malu,” goda salah satunya. “Gue teriak ya!” ancam Ratu. Keduanya malah terkekeh. “Teriak aja sampe orang dengar!” Keduanya tertawa lepas. BUG!  Ratu memejamkan matanya. Kedua orang tadi sudah lari terpontang-panting setelah satu pukulan seseorang mengenai perut mereka. Adrian melepaskan jaketnya lalu mengibaskannya. Ia menyampirkan jaketnya pada pundak Ratu.  “Maaf, tadi gue pecah ban.” Alasan klise Adrian. Ratu hanya berdeham. Adrian mengulurkan tangannya untuk merapatkan jaket tersebut pada Ratu. “Lo nggak papa, kan?” tanya Adrian. Ratu hanya mengangguk. Adrian mengacak rambut Ratu lembut, lalu ia naik keatas motor ninja hitamnya, lalu Ratu duduk di belakangnya. Sebelum Adrian menancap gasnya, ia melirik ke arah Ratu yang sudah kedinginan. “Lo boleh pake pundak gue, buat sandaran lo,” ujar Adrian, sebelum ia benar-benar membawa motornya keluar dari pekarangan sekolah. Ratu langsung bersandar pada pundak Adrian. Adrian masih memasang wajahnya datar. Ratu tersenyum kecil di balik pundak lelaki tersebut. Adrian menghentikan motornya di depan rumah megah, Ratu turun lalu ia menatap Adrian sedikit takut. “Ma ... makasih.” Ratu menundukkan kepalanya. Adrian berusaha untuk menatap retina gadis tersebut, perasaan Adrian malah hanya biasa saja dengan Ratu. “Lo mau mampir?” tawar Ratu. Adrian mengangguk, ia melepaskan helmnya kemudian masuk ke rumah Ratu bersama gadis tersebut. Seorang perempuan sudah menunggui Ratu di depan pintu dengan senyum manisnya, “Baru pulang yah? Dari mana aja Rian?” Tanya Tara ibu Ratu. “Tadi pecah ban tan,” jelas Adrian. Tara mengangguk, lalu ia mempersilakan Adrian untuk masuk dan duduk, Tara langsung menyediakan sechandgkir coklat panas untuk Adrian, Adrian menopang dagunya di ruang tamu.Tara sudah kembali ke kamarnya, yang berada di lantai atas. Sekarang tinggal Ratu dan Adrian hanya berdua di sana. “Lo beneran pecah ban?” Ratu menatap Adrian ragu. Adrian menyipitkan matanya. “Lo tahu?”  Ratu menarik napasnya lalu mengangguk. “Lo anterin dia pulang, lagi?” Leher Ratu serasa tercekat.  Ia menahan air matanya agar tidak jatuh di hadapan Adrian dan selalu begitu. Karena Ratu tidak ingin menangis di hadapan Adrian. Adrian terdiam sejenak. “Dia Vania, pacar baru gue,” jawab Adrian. Ratu tersenyum kecil. “Lo tetap nggak mau mutusin gue?” tanya Ratu untuk yang kesekian kali. Adrian menggeleng. “Gue enggak mau bahas hal itu,” tekan Adrian. Ratu mengangguk paham. Adrian paling benci kalau Ratu membawa kata-kata 'putus'. Ratu mengangguk paham. “Jadi lo bukan pecah ban kan? Tapi nganterin Vania pulang?” selidik Ratu kembali Adrian mengangguk. Ia merasa bersalah pada Ratu. “Iya, untung aja gue datengnya lebih cepat jadi lo enggak di apa-apain sama itu dua orang laki-laki b******k,” sela Adrian. “Brengsekkan mana sama lo yang selalu mainin gue?” batin Ratu. “Udah gue nggak papa,” tutur Ratu. Adrian mengangguk. “Kasih gue kesempatan lagi. Buat gue yakin kalau lo adalah pilihan terbaik buat gue,” pinta Adrian. Ratu tersenyum lalu mengangguk. “Setahun kesempatan yang lo pinta gue kasih, Rian. Apa perlu seribu tahun lagi penantian yang bakal gue hadapin?” Adrian lagi-lagi menunduk. Sudut matanya memandang sendu. “Maaf, gue mau benar-benar yakin,” sela Adrian. Ratu lagi-lagi tersenyum manis. “Sampai lo yakin suatu saat nanti gue bukan yang terbaik terus lo mau ninggalin gue setelah setahun pengorbanan yang gue lakuin?” Sebelah alis Ratu terangkat. Adrian memejamkan matanya. Kemudian ia menatap iris Ratu intens. “Percaya, gue cuma butuh waktu untuk semuanya,” bantah Adrian meyakinkan. Lagi-lagi Ratu hanya bisa diam, tak banyak yang dapat ia sampaikan. Percuma karena akhirnya juga bakalan sama. Jika Adrian memang diciptakan bukan untuk Ratu, terus kenapa waktu selalu memaksa untuk mereka selalu bersama? Ratu lelah, bahkan Ratu sedang berdiri di ambang kelelahan. Penantian yang benar-benar tak berujung. Ratu merasa tak semua gadis bisa menghadapi yang Ratu alami. “Lo Ratu, dan gue Raja the troublemaker di sekolah. Dan lo Ratu yang paling sabar buat gue, lo udah baik, makasih. Lo bisa anggap gue Raja bagi lo, Raja bagi hati lo. Tapi maaf kalau Raja lo ini belum bisa nerima kenyataan atas hadirnya lo di hidup gue. Gue minta lo kasih waktu tiga bulan buat gue, agar gue bisa buat diri gue sendiri yakin dan jatuh cinta.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD