bc

La Familia Arkarna

book_age12+
546
FOLLOW
2.5K
READ
alpha
family
badboy
drama
sweet
bxg
campus
office/work place
war
like
intro-logo
Blurb

Kondisi Papanya yang mulai sakit-sakitan mengharuskan Alpha segera memegang tampuk kepemimpinan di Arkarna Company. Saat menjabat sebagai CEO, Alpha masih kuliah S2 Jurusan Hukum di salah satu kampus favorit di Jakarta. Seorang gadis penjaga kantin kampus yang bernama Jingga telah menarik perhatiannya, bukan karena sifat badboy-nya yang meronta tapi ada sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan diksi.

Bukan hanya asmara yang diperjuangkan di sini, tetapi juga nama baik dan keberlangsungan Keluarga Arkarna. Rasakan sensasi romance yang dibungkus dengan action di novel ini.

chap-preview
Free preview
Alpha Panca Arkarna
Suasana kantin kampus tidak terlalu ramai pagi yang cerah itu, mungkin ini karena disebabkan mahasiswa-mahasiswa yang sedang ada jam kuliah. Terlihat hanya ada beberapa mahasiswa yang asyik dengan kesibukannya masing-masing.  Ada yang sedang tenggelam dalam laptopnya di pojok kantin, ada yang sibuk dengan buku-buku dalam genggamannya dan ada yang sedang menikmati romansa kampus dengan pasangannya. Di kantin berukuran sepuluh kali dua puluh meter itu terlihat juga dua orang pemuda yang sedang duduk di pojok kantin sambil menikmati kopi hangat yang masih mengepul di atas meja mereka. Ada yang menarik jika diperhatikan dari keduanya, mereka seperti dari dua dunia yang bertolak belakang. Pemuda berkulit terang dengan bibir merah itu seperti Oppa Korea yang sering sekali namanya digaungkan oleh para perempuan, sedangkan pemuda di depannya mempunyai kulit yang lebih gelap dan berbadan kekar. “Sepertinya ada sesuatu yang sedang mengganggu pikiran, Bos?” tanya pemuda berkulit lebih gelap itu disaat matanya menangkap sesuatu yang tidak biasa dari sosok di hadapannya. “Aku bilang jangan pernah memanggil ‘Bos’, Jhon,” kata pemuda berambut lurus dengan yang disisir miring ke kiri itu dengan sorot mata tajam. “Maaf, Bos. Eh, Bos lagi,” ujar Jhon dengan senyum merasa tidak enak gara-gara kesalahan yang dilakukan berulang-ulang itu. “Maaf, sudah kebiasaan dengan kata ‘Bos’ soalnya.” Pemuda kekar itu jelas sekali sangat menjaga sikapnya di hadapan sosok berkaus hitam yang dibalut blazer warna biru gelap di depannya. “Alpha Panca Arkarna, boleh panggil Alpha atau Panca, Jhon. Asal jangan Arkarna karena itu nama keluarga, atau jika ribet panggil 'Abang' saja seperti yang lain.” Alpha nampak tersungut karena ini bukanlah pertama kalinya dia menjelaskan perihal ini kepada pengawal pribadinya itu. Nada kalimat yang diucapkannya itu terdengar seperti sebuah perintah yang harus dikerjakan oleh Jhon. Tidak boleh tidak. “Siap.” Jhon membuat sikap memberi hormat hormat kepada sosok di depannya dengan disertai sebuah senyum kecil. “Kita di sini adalah teman kampus, Jhon. Bukan ‘Bos’ dengan anak buah. Ingat selalu hal itu, jangan harus diingatkan terus.”  Kalimat Alpha dijawab dengan sebuah anggukan oleh pemuda berambut panjang yang dikuncir kuda itu. Anak tunggal keluarga Arkarna itu menempelkan bibirnya di cangkir kopi dan menyeruput isinya perlahan. “Tetapi mohon izin supaya tetap bisa menggunakan kata itu jika hanya berdua saja seperti ini. Jika ada orang lain baru memanggil nama. Boleh ya, Bos? Walau bagaimanapun sungkan rasanya jika harus memanggil nama langsung.” "Enggak, supaya biasa jangan pernah gunakan kata itu lagi, panggil 'Abang' saja seperti yang lain," ujar Alpha sambil menyorot tajam ke arah Jhon. Pengawal pribadinya itu mengangguk dengan takzim, nampaknya kalimat yang diucapkan oleh sosok di depannya itu sudah merupakan perintah.  Sebuah panggilan telepon video menjeda pembicaran mereka, terpampang nama Viviana Fernandes di ponsel milik Alpha yang ada di atas meja. Pemuda itu meraih benda itu dan menekan tombol untuk menerima panggilan. Seorang gadis muda berambut keriting halus pirang muncul di layar dengan senyumnya yang lebar, hidungnya bangir dengan lancip di bagian ujung. Sungguh sebuah kecantikan khas negeri Amerika latin. “¡Hola![1],” sapa gadis itu masih dengan senyumnya. “Hai, Vi. ¿Cómo estás?[2]" ujar Alpha membalas senyum gadis berhidung bangir itu. "Bien, gracias[3]. Kamu apa kabar, Al?" “Aku baik-baik saja.” Alpha kembali mengukir sebuah senyuman di wajahnya. “Thank’s, God[4]. Aku punya kabar baik, Al.” “Kabar baik? Wow, apakah itu, Vi?” “I’m going to Indonesia[5], Pha.” “Awesome[6], kapan Vi?” “Belum pasti, mungkin bulan depan. Aku akan mengabari lagi kapan pastinya aku ke negara kamu.” “Aku senang sekali mendengarnya, Vi.” Terdengar seseorang memanggil nama Viviana di layar ponsel Alpha, gadis itu menoleh ke arah suara yang memanggilnya.“Al, sudah dulu ya. Papa memanggil aku, sepertinya hal penting.” “Okey, Vi. Nos Vemos[7].” Sedetik kemudian ponsel yang ada di tangan Alpha mati, dia lalu meletakkan kembali gadget-nya di atas meja. Pemuda di hadapannya seperti bertanya tentang siapa yang menelepon tetapi tidak diucapkan dalam kalimat. “Viviana, anak Uncle Jose Fernades, saudara angkat Papa di Kolombia, Jhon,” ujar Alpha yang lalu menyeruput kembali kopinya. “Apakah ini Jose Fernandes yang orang nomor satu di bisnis yang sama dengan Bapak?” ujar Jhon sambil memandang Alpha serius. Bapak adalah kata yang selalu digunakan untuk memanggil orang nomor satu di keluarga Arkarna, Pak Guzman, Papanya Alpha. Pertanyaan Jhon dijawab dengan sebuah anggukan oleh pewaris tunggal Arkarna Company itu. “Tiga bahasa digunakan sekaligus, Spanyol, Indonesia dan Inggris. Apakah seperti itu biasanya, Bang?” Ada keraguan di kalimat Jhon saat menggunakan kata sapaan baru untuk Alpha, rupanya dia mulai melatih dirinya membiasakan menggunakan kata 'Abang' “Iya, dia pernah tinggal di sini juga makanya bahasanya campur Indonesia. Yang belum kenal dia pasti agak bingung meladeninya,” Jhon menyematkan senyum kecilnya setelah kalimatnya usai, lalu sebuah helaan napas mengikuti. “Sebenarnya aku senang Viviana akan datang ke Indonesia, tetapi akan menjadi PR untuk kita juga dengan pengamanan yang harus kita tingkatkan lagi, Jhon. Musuh Uncle Jose itu banyak.” Jhon menatap ke arah sosok berambut rapi dengan potongan ivy league itu, dia nampak berpikir sesaat setelah mendengar kalimat majikannya. “Saya yakin kita bisa melakukan pengamanan untuk anak Uncle Jose itu, Bang.” “Sebentar ... perhatikan kalimat yang kamu ucapkan, Jhon.” “Ada yang salah ya, Bang?” “Kalau kamu menggunakan kata ‘saya’ dalam percakapan akan terlihat ada gap di antara kita di mata orang lain. Menurutku seperti ada jurang yang memisahkan kita. Jangan menggunakan kata itu, gunakan kata 'aku atau gue',Jhon. Aku enggak keberatan.” “Tapi, bagaimana ya, Bang?” Jhon menggaruk-garuk pelipis kanannya dengan ragu. “Sudah, jangan banyak protes,” ujar Alpha seperti memberikan sebuah perintah. “Jangan lupa tambahkan kata ‘Bro’ di akhir kalimat supaya lebih terdengar akrab, Jhon.” Alpha menambahkan kalimatnya dengan tertawa. “Oke, kalau begitu.” Jhon mengacungkan kedua jempol tangannya ke Alpha. Pewaris satu-satunya Arkana Company itu terdiam sesaat, lalu menyeruput kopinya kembali, seperti ada hal yang tiba-tiba mengganggunya, hal itu tak luput dari perhatian anak buahnya yang ada di depannya. “Ada apa, Bang? Sepertinya ada yang sedang mengganggu pikiran?” tanya Jhon memberanikan diri. “Ada sedikit yang menjadi pikiran, Jhon,” kata Alpha sambil memperbaiki duduknya. “Pagi tadi Papa mengajak bincang-bincang kecil, tetapi itu bukanlah sebuah bicang-bincang kecil yang bisa dibawa santai menurutku, itu adalah sebuah percakapan maha berat.” “Maha berat?” Jhon menatap sosok di depannya karena tidak mengerti dengan diksi yang digunakan oleh Alpha. “Berat banget maksudnya, John.” “Oh,” respon John pendek sambil menggaruk-garuk pelipis kanannya kembali. “Papa minta aku menggantikan posisinya sebagai CEO Arkarna Company, Jhon.” Sebuah helaan napas melengkapi kalimat Alpha. “Wah, daebak[8]. Keren. Pasti Arkarna Company akan lebih maju di tangan Abang.” “Keren memang jika melihat jabatan yang akan aku pegang itu. CEO, Chief Executive Officer alias Direktur Utama. Tetapi sepertinya aku belum siap sekarang ini, Jhon. Lo ‘kan tahu aku ingin menyelesaikan S2 hukum secepatnya.” “Apa yang disampaikan oleh Bapak itu masih bisa ditawar enggak, Bang? Maksudnya masih bisa menunggu lulus S2 dulu enggak?” “Enggak, Jhon. Mau enggak mau harus diambil.” Alpha kembali meneguk kopi hitam miliknya, kali ini diikuti oleh Jhon yang sejak tadi belum mencicipi kopinya. “Jika boleh tahu apa penyebab Bapak mendadak menyerahkan tampuk pimpinan perusahaan, Bang? Maaf jika pertanyaan ini lancang.” “Enggak, It’s fine[9], kamu memang harus tahu alasannya karena merupakan salah satu orang kepercayaan di perusahaan, Jhon” kata Alpha yang dijawab sebuah anggukan. “Alasan yang disampaikan oleh Papa saat itu adalah karena beliau sudah tua, sudah waktunya aku menggantikan posisinya. Ditambah beberapa hari sebelumnya Papa tiba-tiba sakit, terkena serangan jantung.” “Semoga Bapak baik-baik saja, Bang.” Wajah Jhon berubah mendung mendengar apa yang disampaikan oleh Alpha. “Aamiin. Terima kasih, Jhon.” Alpha menyematkan sebuah senyum kecil di akhir kalimatnya. “Makan yuk, Jhon. aku lapar.” Bodyguard berbadan kekar itu melirik jam dinding yang ada di tembok kantin. “Belum saatnya makan siang, Bang.” “Iya memang, tapi entah mengapa perut rasanya ingin sekali diisi,” ujar Alpha sambil mengusap usap perutnya. “Ah, aku tahu. Ini pasti karena ada yang sedang dipikirkan dan membuat sedikit stress. aku biasanya kalau sedang seperti itu suka lapar tak terkendali.” “Wah, memangnya ada hal yang sedang membuat stress, Bang?” “Kedatangan Viviana ke Indonesia yang tiba-tiba dan penyerahan kursi CEO lumayan membuat stress, Jhon.” “I see, tapi jangan khawatir Arkarna Company ini dikelilingi oleh orang-orang yang bisa diandalkan. Akan aku pastikan akan ada terus membangun perusahaan bersama-sama Abang.” “Thanks ya, Jhon. aku senang sekali mendengarnya. Sekarang kita pesan makan, supaya otak yang tertekan kembali mempunyai nutrisi untuk diajak berpikir.” John mengangguk lalu mengangkat tangannya ke arah pelayan yang sedang duduk di samping mesin kasir di pojok kantin. Gadis berambut sebahu itu melihat tangan Jhon, dia lalu memanggil seorang gadis yang tak jauh darinya. “Sepertinya itu pelayan baru di kantin ya, Bang? Atau model rambutnya saja yang baru?” ujar Jhon sambil melihat gadis berpotongan rambut pendek itu. Alpha terpancing untuk menoleh saat mendengar kalimat yang diucapkan oleh pengawal pribadinya, matanya dilepaskan dari menatap layar ponsel. “Sepertinya dia karyawan baru, Jhon.” Mata Alpha menatap gadis yang sedang melangkah mendekati meja mereka. “Gila bodinya dari kasta atas, Jhon.” Alpha menoleh sesaat ke arah anak buahnya yang juga sedang memandangi gadis itu. Anak tunggal keluarga Arkarna itu menatap kembali gadis cantik ber-span biru tua yang beberapa detik lagi sampai ke meja mereka. “Selamat pagi,” sapa gadis itu dengan senyum manis. “Mau pesan apa, Kak?” Alpha merayapi wajah gadis bertahi lalat di pipi sebelah kanan itu, senyum manisnya benar-benar menjadi kombinasi sempurna yang melekat di wajahnya. Jhon memanggil nama Alpha dengan setengah berbisik, namun sepertinya majikannya itu terlalu terpesona dengan gadis berleher jenjang di hadapannya. Akhirnya pemuda berbadan kekar itu menepuk bahu Alpha sehingga kesadarannya kembali hadir, dia menoleh ke arah pengawal pribadinya. “Maaf mengganggu. Mau pesan apa, Bang?” kata Jhon dengan sebuah senyum. “Anu ... aku ... pesan ayam kremes saja,” kata Alpha sambil berusaha mengembalikan kesadarannya. “kamu mau makan juga ‘kan, Jhon?” “Iya, boleh.” Jhon meraih kertas menu yang ada di atas meja dan membacanya beberapa saat. Sebuah kernyitan dahi di wajahnya menampakkan bahwa dia agak bingung dengan banyak menu yang ditawarkan oleh kantin itu. “Samakan saja, ayam kremes juga.” “Okey, ayam kremes dua ya, Kak. Minumnya sekalian?” Gadis itu mencatat pesanan mereka di notes. “Air mineral dingin saja,” kata Jhon. “Iya, samakan saja, Jhon.” Alpha menimpali menyamakan pesanan minumnya. “Air mineral dingin dua,” Jhon mengoreksi pesanannya. “Baik, berarti pesanannya adalah ayam kremes dan air mineral dingin masing-masing dua ya, Kak. Ada lagi yang mau dipesan?” tanya gadis bertahi lalat itu sambil bersiap menuliskan pesanan selanjutnya. “Sementara itu saja dulu,” jawab Jhon, sedangkan pemuda ber-blazer biru gelap di depannya itu masih menatap gadis kantin itu. “Baik, ditunggu ya pesanannya, Kak.” Gadis itu mengayunkan langkahnya meninggalkan meja mereka. “Seperti baru melihat perempuan cantik saja, Bos,” kata Jhon setelah pelayan kantin itu tak lagi terlihat dari meja mereka. Alpha menoleh ke arah Jhon yang masih tersenyum kecil, lalu menggelengkan kepalanya beberapa kali. “Ada sesuatu di gadis itu yang membedakannya dari yang lain, Jhon.” “Waw, sesuatu banget ya, Bang? Apa yang membedakannya?” “Itulah yang aku belum bisa definisikan dengan kalimat yang tepat.” “Body-nya, wajahnya, t**i lalatnya atau senyumannya?” “Entahlah, dia terlihat berbeda dari semua perempuan yang pernah dekat, Jhon.” “Kejar, jangan sampai lolos, Bang.” “Pastilah, aku harus mendapatkannya. Minimal hari ini bisa mendapatkan nama dan nomor w******p-nya.” “Mau aku atau Abang sendiri yang memintanya?” “Pastinya harus aku sendiri yang melakukannya, kalau kamu yang minta nanti aku akan dibilang ayam sayur yang enggak punya nyali, Jhon.” Kalimat Alpha yang disambut koor tertawa mereka berdua. “Betewe, ini calon mantan yang ke berapa, Bang?” “Wah, parah, Jhon. Jadian saja belum sudah dibilang mantan keberapa.” “Kan biasanya begitu, Bang. Dekati, pacari, campakkan.” Jhon melengkapi kalimatnya dengan sebuah tawa. “Parah banget itu motto, Jhon. Itu semboyan hidup kamu ya?” “Yaah, Abang ‘kan tahu aku orangnya takut sama perempuan. Boro-boro mencampakkan malah aku yang dicampakkan nanti,” kata Jhon yang disambut tawa mereka berdua lagi. “Tuh dia datang lagi, Bang. Siap-siap.” Alpha merapikan rambutnya dengan tangan kanannya beberapa kali. “Bagaimana penampilanku, Jhon? Sudah tampankah?” “Kalau masalah tampan enggak diragukan lagi, Abang ‘kan memang terlahir dengan takdir tampan. Sebelas dua belaslah denganku, bedanya cuma kalau aku ditakdirkan dengan kulit buluk,” kata Jhon sambil tertawa diikuti oleh Alpha. _____________________________________________________ [1] ¡Hola! (Bahasa Spanyol) Halo. [2] ¿Cómo estás? (Bahasa Spanyol) Apa kabar? [3] Bien, gracias (Bahasa Spanyol) Baik, Terima kasih. [4] Thanks’s, God (Bahasa Inggris) Terima kasih, Tuhan. [5] I’m going to Indonesia (Bahasa Inggris) Aku akan datang ke indonesia. [6] Awesome (Bahasa Inggris) Luar biasa, mengagumkan. [7] Nos Vemos (Bahasa Spanyol) Sampai jumpa lagi. [8] daebak (Bahasa Korea gaul) Hebat, luar biasa, mengagumkan. [9] It’s fine (Bahasa Inggris) Tidak apa-apa.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Living with sexy CEO

read
277.8K
bc

Bridesmaid on Duty

read
162.1K
bc

True Love Agas Milly

read
197.8K
bc

Call Girl Contract

read
323.1K
bc

DIA, SI PREMAN KAMPUSKU ( INDONESIA )

read
471.1K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.1K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook