Baron menggebrak meja kerjanya, video rekaman yang menampilkan rencana jahatnya menjadi viral. Nilai sahamnya pun turun drastis. Beberapa investor mengundurkan diri dan dalam beberapa hari terakhir tamu di hotel dan resort-nya semakin berkurang.
“Berengsek! Ini gara-gara Gibran sialan itu!”
Baron segera memanggil Kenzo, asistennya untuk memasuki ruangannya.
“Apa ada berita siapa yang membantu Gibran saat itu?” tanya Baron.
“Tidak Bos. Preman-preman kita bahkan tidak ingat siapa yang membebaskan Gibran hari itu. Terakhir ingatan mereka, pada saat mengikat Gibran. Menurut Dokter, mereka diberi obat bius yang cukup langka.”
“Cih. Terus penyelidikan siapa yang mengambil CCTV di klub Aquena, bagaimana?”
“Tidak ada yang meminta rekaman CCTV di ruangan VVIP itu. Ini jelas ulah hacker Bos. Sebenarnya ada yang aneh, rekaman CCTV di sana hari itu banyak yang terhapus dan terpotong-potong.”
“Saya yakin malam itu pasti ada musuh saya dan mendengar pembicaraan kita lalu dia menyelamatkan Gibran. Kira-kira siapa orang itu?” Musuh yang ingin menjatuhkan Baron cukup banyak, tapi sepertinya orang ini adalah orang yang pintar.
“Bagaimana dengan ruangan VVIP sebelah? Siapa saja yang berada di sana?” tanya Baron kembali.
“Itu juga aneh. Pertama, rekaman CCTV di ruangan itu rusak. Kedua, saya sudah periksa daftar pengunjung, ternyata beberapa pengusaha sedang berpesta kecil di ruang sebelah. Namun, saat saya mengunjungi mereka satu per satu, mereka pun tidak ingat pernah berkunjung ke klub, malam itu. Yang mereka tahu adalah hari itu mereka kehilangan uang dan jam tangan.”
“Hah! Apa dari mereka ada yang tampak memusuhi saya?”
“Sepertinya tidak Bos.” Baron menjadi bingung apa ada hubungannya atau tidak semua ini.
“Bagaimana dengan orang suruhan kita yang diminta mengikuti Gibran?”
“Mereka ketahuan Bos dan dilaporkan ke polisi. Tentu mereka bebas karena sepupu Bos yang kepala kepolisian.” Ya, Baron memang mempunyai beberapa sepupu yang bekerja di bidang hukum. Ada yang menjadi kepala polisi, jaksa, dan pengacara. Dulu mendiang sang kakek adalah hakim yang sangat disegani sehingga Baron tidak pernah terlibat masalah hukum walau berperilaku licik. Gibran saja sudah melaporkan Baron. Namun, akhirnya Baron di lepaskan karena kurangnya bukti penyekapan Gibran.
“Oke, yang paling penting sekarang kita harus bersiap mengadakan konferensi pers. Setelah itu baru kita susun rencana untuk membalas Gibran Adelard. Berani sekali dia menjatuhkan saya!” Baron menatap sinis ke arah jendela sambil mengepalkan tangan. Sekarang dia boleh kalah, tapi tidak dengan lain kali.
***
Dua minggu telah berlalu. Daisy dan Gibran belum pernah bertemu lagi. Gibran sedang sibuk dengan pekerjaannya apalagi kemarin-kemarin dia tahu bahwa anak buah Baron ada yang mengikutinya. Setelah itu dia menangkapnya, tapi orang-orang itu malah dibebaskan. Benar-benar menyebalkan.
Dia juga sudah menceritakan kepada Bunda dan kakaknya tentang Tiara dan Baron. Bunda serta sang kakak tentu sangat marah dan ingin melabrak kedua orang itu. Namun, Gibran melarang karena jika mereka melakukan itu ada bahan untuk Baron memfitnah dan menjatuhkan keluarga Gibran. Bisa saja dia memutarbalikkan fakta. Menurut Gibran yang paling baik tidak menemui Tiara maupun Baron saat ini.
Sementara mengenai Daisy, dia tidak menyebutkan nama wanita itu kepada keluarganya. Hanya mengatakan ada orang baik yang membantunya saat itu. Gibran juga sudah tahu bahwa Daisy dan kawan-kawannyalah yang menyebarkan video rekaman. Mereka menyamar menjadi bule yang Gibran sendiri tidak ingat.
Bagaimana kabar Daisy sekarang? Apa yang sedang wanita itu lakukan? Kadang Gibran sempat memikirkan itu.
Daisy sering mengirim pesan memintanya datang ke kontrakan. Namun, karena pekerjaan dan saat itu dia tahu bahwa sedang diikuti, apalagi dalam beberapa hari terakhir dia berada di Bali, hingga dia belum sempat pergi ke kontrakan Daisy.
Daisy kadang mengirimi Gibran foto dirinya dari pose yang cute sampai yang seksi menggoda. Meskipun Gibran sempat marah Daisy mengirimkannya foto-foto seksi itu, tapi Gibran tetap menyimpan foto Daisy di dalam folder yang terkunci hanya dia yang bisa melihatnya. Untuk apa Gibran melakukan itu? Gibran sendiri juga bingung.
Daisy sedang rebahan cantik di kasur kontrakannya yang tidak terlalu empuk. Dia tiba-tiba ingin bertemu dengan Gibran. Mengapa juga pria itu tidak pernah mengunjunginya rasanya seperti peribahasa habis manis sepah dibuang. Dibuang setelah tidak diperlukan lagi. Ini membuat Daisy kesal karena dia yang sudah banyak membantu Gibran, harusnya CEO itu setiap malam ke kontrakannya dan menemani dirinya tidur. Gibran bahkan dihubungi pun susah walau Daisy sebenarnya tahu Gibran adalah CEO yang sibuk.
“Mas Gibran kayaknya udah pulang deh dari Bali, aku video call gitu ya,” gumam Daisy. Wanita itu mengambil ponselnya, langsung menghubungi Gibran. Tidak lupa dia memakai baju tidur seksinya agar Gibran tergoda ingin ke sana.
“Halo," sapa Gibran yang kemudian menghela napas melihat pakaian Daisy yang mengumbar belahan dadanya.
“Mas aku kangen, ke sini yuk Mas main nemenin aku tidur.”
“Saya tidak bisa hari ini karena besok pagi sekali, saya harus berangkat ke kantor.”
“Selalu aja kayak gitu!” Daisy cemberut benar-benar kesal, tapi itu tampak lucu di mata Gibran.
“Ya sudah, besok habis pulang kerja saya ke sana. Kalau ingin dibelikan sesuatu katakan saja nanti saya belikan.”
“Benar ya, Mas. Aku nggak butuh dibeliin apapun, tapi Mas nginep sini ya.”
“Iya, tapi kalau masalah nginep lihat besok saja. Sudah jam sepuluh malam sebaiknya kamu tidur. Saya juga akan tidur.”
“Aku nggak bisa tidur. Mas Gibran nyanyi buat aku dong. Aku lihat pas itu ada postingan Mas Gibran lagi nyanyi buat Tiara ngerayain ultah cewek itu.” Meskipun postingan Gibran bersama Tiara semua sudah di hapus, tapi Daisy sempat melihatnya sebelum di hapus.
“Mau lagu apa?”
“Terserah Mas Gibran yang penting bukan lagu yang pernah Mas nyanyiin buat Tiara.”
Gibran mengambil gitarnya lalu menyangga ponselnya bersiap menyanyikan lagu untuk Daisy sang penyelamat.
~Aku tak pernah meminta, sosok pendamping sempurna, cukup dia yang selalu sabar menemani dalam kekuranganku.
Namun, Tuhan menghadirkan, kamu wanita terhebat, kuat tak pernah mengeluh, bahagiaku selalu bersamamu.
Andai ada keajaiban, ingin kuukirkan, namamu di atas bintang-bintang angkasa, agar semua tahu, kau berarti untukku, selama-lamanya kamu milikku.~
Lagu kekasih impian yang sekarang sedang dilantunkan oleh Gibran terdengar sangat merdu di telinga Daisy. Perlahan mata Daisy mulai terpejam karena mengantuk dan akhirnya wanita itu terlelap.
Sementara di kamar Gibran yang cukup mewah, Gibran sedang memandangi wajah tertidur Daisy yang sangat polos, setelah dia menyanyikan lagu kekasih impian untuk Daisy. Tidak tahu juga mengapa dia memilih lagu romantis untuk dinyanyikan kepada wanita itu.
“Selamat tidur Daisy,” ucap Gibran. Meskipun tidak dapat didengar karena wanita itu sendiri sudah tertidur pulas. Gibran mematikan ponselnya lalu bergegas untuk tidur.
***
Keesokan harinya.
Malam telah tiba, Daisy hanya sibuk melamun duduk di meja makan. Dia tadi memasak beragam masakan untuk menyambut kedatangan Gibran. Namun, pria itu mengatakan tidak jadi datang dan Daisy sangat kecewa. Daisy juga menutup telepon secara sepihak ketika Gibran memberitahunya dan memblokir nomor Gibran.
Tentang makanan yang dia masak banyak itu, akhirnya ia makan bersama sahabatnya. Sekarang kedua sahabatnya itu sudah kembali ke kontrakan masing-masing.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Daisy. Ketika wanita itu membukanya, tampaklah wajah seorang pria yang ia rindukan dua minggu terakhir ini. Dia juga tidak tahu mengapa bisa merindukan sosok CEO tampan yang hanya sekali bertemu. Tentu pria itu adalah Gibran Adelard. Daisy rasa dia memang menyukai Gibran, tapi dia tak mau berlarut dalam rasa sukanya yang akan menyakiti dirinya sendiri.
“Mau apa?!” tanya Daisy ketus. Gibran hanya bisa menampilkan wajah menyesal. Dia yakin penyelamatnya itu sangat marah padanya.
Gibran tadi lembur, banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan, sehingga ia menghubungi Daisy mengatakan bahwa tak jadi datang. Daisy langsung mematikan ponselnya dan ketika dia menghubungi wanita itu lagi, tidak diangkat. Setelahnya, konsentrasi Gibran mulai terbelah antara pekerjaan dan Daisy yang marah kepadanya. Sekitar pukul setengah sepuluh malam, Gibran sampai di rumah. Kemudian setelah membersihkan diri, dia mencoba menghubungi Daisy kembali dan akhirnya yakin wanita itu telah memblokir nomornya. Gibran memutuskan mengambil kunci mobil dan bergegas pergi ke tempat Daisy dan baru pukul sebelas malam dia sampai ke kontrakan ini.
“Maaf.” Hanya kata itu yang keluar dari bibir Gibran.
“Sudah sana mending Mas pulang!” usir Daisy. Wanita itu seperti seorang yang marah karena kekasihnya tidak menepati janji.
Daisy bergegas menutup pintu kontrakannya, tapi dicegah oleh Gibran. Daisy akhirnya menyerah dan membiarkan Gibran masuk tanpa menoleh ke arah pria itu. Gibran menutup pintu dan langsung memeluk Daisy dari belakang.
"Tolong maafkan saya, Daisy.” Gibran memohon pada Daisy sambil masih memeluk tubuh wanita itu dari belakang dan mengecup bahunya, tapi Daisy hanya diam tak menanggapi.
Gibran memutar tubuh Daisy menghadap ke arahnya, “Daisy, saya minta maaf. Saya salah, tapi tadi saya benar-benar harus lembur dan baru sampai rumah saja jam setengah sepuluh malam.” Gibran mengecup kedua telapak tangan Daisy. Harusnya sebelum ini dia membaca kiat khusus untuk meminta maaf kepada pasangan ketika tidak menepati janji. Tunggu, padahal mereka ‘kan bukan pasangan.
“Mas memberi janji yang belum tentu bisa Mas tepati. Aku sudah siap-siap dari sore, sudah masak makan malam spesial buat kita, Mas Gibran malah nggak datang. Aku sangat berharap, tapi Mas buat aku kecewa,” ungkap Daisy dramatis. Dia memang merasakan kekecewaan saat ini. Gibran memeluk Daisy menggumamkan kata maaf berkali-kali. Daisy mulai luluh, toh pria itu akhirnya datang ke kontrakannya walau jam sebelas malam.
“Ya sudah aku maafkan, tapi jangan diulang ya, Mas.” Kata-kata Daisy membawa angin segar untuk Gibran. Pria itu menatap Daisy yang sedang tersenyum ke arahnya.
Gibran mendekatkan bibirnya ke bibir ranum wanita di hadapannya mengecup pelan bibir itu berkali-kali.
“Terima kasih.”
“Mas Gibran jadi genit sekarang." Daisy menghentikan aksi ciuman kecil berkali-kali Gibran.
“Mungkin, tapi ini karena kangen sama kamu.” Gibran tidak bisa membohongi perasaannya, dia memang merindukan sosok Daisy.
Wanita itu mengalungkan kedua tangan di leher Gibran, “Kangen apanya?” Ia mulai tersenyum genit.
“Semua tentang kamu termasuk—” Gibran kembali mencium Daisy. Sekarang bukan kecupan kecil, tapi menjadi ciuman yang dalam.
Daisy sangat menikmati ciuman mereka. Baginya ini sangat memabukkan. Bukan hanya Daisy yang merasakanya, begitu juga Gibran merasakan hal yang sama, terus melahap bibir manis itu tanpa ampun.
Mereka berdua melepaskan ciumannya. Gibran menatap wajah Daisy yang merona, lalu bibir merah muda wanita itu sudah sedikit bengkak. Benar-benar cantik dan seksi.
Gibran kembali menyesap bibir manis yang menjadi candu baginya. Bahkan sekarang Daisy berada dalam gendongannya, masih dengan bibir mereka yang saling berpagutan. Gibran menaruh pelan tubuh Daisy di atas kasur.
Bibir mereka terlepas. Saling terengah dengan wajah memerah. Pria itu menatap intens wajah cantik Daisy yang membuat wanita itu malu.
Gibran membuka kaosnya dan terpampanglah otot perut yang sangat seksi di mata Daisy. Wanita itu juga tidak mau kalah dan membuka kaos yang ia gunakan. Gibran kembali melahap bibir Daisy dengan tak sabar, lalu pindah ke leher putih mulus wanita itu.
Gibran menatap wajah dan tubuh Daisy dengan tatapan memuja. Daisy tidak tahan ditatap seperti itu, wajahnya merona hebat, ia berusaha menutupi bagian dadanya yang sedari tadi menjadi pusat perhatian Gibran.
“Cantik.” Gibran tidak akan melepaskan wanita dalam kungkungannya sekarang, ia menyingkirkan tangan Daisy.
Wanita itu hanya bisa pasrah menikmati kecupan dan hisapan pada tubuhnya serta rabaan tangan hangat Gibran yang membuat ia semakin meremang. Mereka saling memuaskan satu sama lain, meskipun tidak sampai melakukan aktivitas penyatuan.
Sekarang Daisy sudah tertidur lelap dalam dekapan Gibran. Pria itu belum tertidur, dia masih dengan pikirannya mengapa bisa melakukan hal gila seperti ini. Sama sekali tidak seperti dirinya. Ia sungguh merasa bersalah karena menuruti hawa nafsu dan rindu yang menggebu.
Gibran mendapati dirinya sudah terjebak dalam pesona Daisy. Hampir saja mereka berakhir melakukan aktivitas penyatuan, untunglah di detik terakhir Gibran bisa menahan. Dari dulu Gibran berprinsip tidak akan melakukan hal itu sebelum dia menikah. Namun, bersama Daisy prinsipnya hampir goyah karena hasrat menggebu melihat wanita itu. Haruskah ia menikahi Daisy?
Gibran memperhatikan wajah polos Daisy yang benar-benar tertidur lelap.
“Aku tidak tahu segala hal tentang kamu, tapi rasanya untuk sekarang aku tidak bisa jauh dari kamu. Aku hanya takut suatu saat hubungan yang terjalin ini akan menjadi boomerang untuk kita. Aku sebenarnya ingin mengenal kamu lebih jauh, tapi apa kamu mau berbagi cerita denganku,” batin Gibran.
“Mas Gibran, pingin lagi,” igau Daisy yang membuat Gibran tertawa geli.
“Kamu itu ya, nakal banget.” Ia mengecup sekilas bibir wanita dalam dekapannya. Kemudian ia mencoba memejamkan mata dan langsung tertidur.