(4)

1181 Words
Sekarang, gue mungkin punya satu alasan kuat untuk setuju dengan tawaran Azril, itu semua karena Mas Afi, gue gak mau Mas Afi nanggung malu cuma karena kebodohan gue tapi gue juga punya banyak alasan untuk nolak tawaran Azril sekarang, gak cuma karena Azril sahabat gue, tapi gimana dengan pendapat orang tuanya? Gimana dengan pendapat keluarganya? Azril juga gak hidup sendiri, masih ada izin yang harus Azril dapatkan, itu baru dari segi izin, belum lagi dari segi yang lain, Azril gak akan pernah tahu seberapa berat pertimbangan gue sekarang, masuk ke kehidupan Azril itu gak mudah, andai gue setuju, ada banyak hal yang harus gue sama Azril pertimbangkan juga. "Ril! Jadi istri lo itu bukan pekara gampang, lo gak inget sama berapa banyak perempuan yang ngedeketin lo selama ini? Lo mau gue jadi bahas bulian mereka? Kalau sampai gue beneran nikah sama lo dan semua temen sekomplotan lo atau bahkan fans saraf lo tahu gue itu siapa lo sekarang, apa lo pikir hidup gue bakalan aman? Gak akan juga Ril." Ini adalah pertimbangan selanjutnya, gue memang gak melupakan fakta kalau seberapa baikpun Azril dengan gue tapi nyatanya di luar sana, banyak perempuan yang mengantri dan mau berebut untuk bisa mendapatkan hati Azril, kalau sampai mereka semua tahu gue siapanya tar? Bukannya bisa jauh lebih berabe? "Jadi itu yang lo takutin? Yaudah kita nikah dulu tapi orang lain gak harus tahu apapun." Tawar Azril lagi. Dalam hati gue udah heran banget sama kelakuan Azril sekarang, ni anak kenapa gampang banget kalau ngomong? Semaunya aja udah, gak ada masalah yang terkesan berat gitu ceritanya, semunya di bikin gampang sama Azril, heran sendiri gue malah jadinya. "Ril! Lo sehatkan ya? Lo mau nikah sama gue tapi gak mau siapapun tahu gitu tentang pernikahan kita?" Tanya gue balik gak habis pikir, Azril memejamkan matanya sebentar dan membukan matanya untuk menatap gue, wajah kesal dan penuh rasa sabar tercetak jelas di wajah Azril sekarang. "Hallo, lo yang gak mau siapapun tahu tapi kenapa malah nyalahin gue? Lo yang sehat gak? Tapi yaudah gak perlu kita berdua bahas sampai muter-muter gak karuan, intinya gimana? Lo setuju atau enggak? Penghulu di depan gak akan bersedia nunggu lo mikir sampai tar malem." Ucap Azril yang terdengar mendesak tapi juga kembali menyadarkan gue, Azril bener, sekarang gue cuma lagi buang-buang waktu untuk memperdebatkan hal yang gak perlu, Pak penghulu di depan juga gak akan bersedia nunggu gue untuk mikir lebih lama lagi, pilihannya ada di diri gue sendiri sekarang, menikah atau enggak dengan Azril, itu tergantung jawaban gue. "Lo gak akan macem-macem sama gue kan Ril? Walaupun udah nikah tapi gue masih kuliah, lo juga kuliah, gue__" "Apa selama ini gue pernah macem-macem sama lo? Kalaupun ada yang mau macem-macem, orang itu harusnya lo sendiri, selama ini yang selalu nyusahin itu siapa? Lo jugakan?" Potong Azril mukul telak gue, ya memang selama ini yang nyusahin selalu gue tapi sekarang pekaranya udah beda, gue sama Azril bakalan nikah, bakalan serumah, bakalan skamar, bakalan seranjang jadi wajar kalau gue nanya kaya gini sekarangkan? Takut-takut tu anak khilaf sama gue tengah malam siapa yang susah? Gue juga yang susah. "Ril, gue beneran gak papa ni nikah sama lo?" Tanya gue meyakinkan diri gue sekali lagi, gue nanya supaya gue yakin kalau pilihan gue gak akan salah. "Apa gue harus ngulang ucapan gue juga? Gue udah bilang gak papakan terus masalahnya apalagi? Lo yang sebenernya setuju apa enggak? Kalau enggak gue turun untuk nemuin Mas Afi sekarang, ketimbang Mas Afi nunggu lama tapi pemikiran lo sama sekali gak ada hasil disini." Desak Azril lagi, gue yang harus menghembuskan nafas dalam sekarang, apa semuanya bakalan baik-baik aja? Menikah dengan Azril apakah merupakan pilihan yang jauh lebih baik? Dari sekian banyak alasan yang gue punya untuk menolak tawaran Azril sekarang, satu alasan gue harus menerima tawaran Azril udah cukup untuk gue jadikan pertimbangan berat, hidup gue dan Azril yang akan kacau atau hidup Mas Afi yang bakalan gue bikin kacau, Mas Afi memang gak ada secara terang-terangan ngomong kalau dia bakalan keberatan gue membatalkan acara pernikahannya tapi gue juga tahu dibalik wajahnya yang terlihat tenang dan baik-baik aja, Mas Afi juga pasti kepikiran banget sekarang, tahu Adiknya di tinggal tepat di hari pernikahan aja udah cukup untuk dijadikan pukulan keras dan sekarang, apa gue harus mukul Mas Afi sekali lagi dengan membatalkan acara pernikahannya gitu aja? Mas Afi bakalan malu dan jadi bahan omongan orang lain nantinya. Selama ini, gak mudah untuk Mas Afi membesarkan gue sendirian terlebih gue itu anak perempuan, sedikit aja gue ngelakuin kesalahan, orang-orang bakalan menilai kalau selama ini Mas Afi lah yang gak becus ngurusin gue, Mas Afi lah yang selama ini gagal mendidik dan membesarkan gue, semua kesalahan yang gue perbuat, Mas Afi akan ikut nanggung akibatnya makanya sekarang gue gak mau Mas Afi ngerasa kaya gitu lagi, semua masalah yang muncul dalam hidup gue itu karena kesalahan gue sendiri, bukan karena Mas Afi jadi kenapa harus Mas Afi yang jadi bahan omongannya? Gue gak pernah bisa terima satu hal ini dari dulu. Gak cuma Mas Afi, karena gue terlalu dekat Azril, bahkan ketika gue melakukan kesalahan, Azril akan ikut menanggung akibatnya, kenapa? Karena di luar sana semua orang yang kenal dengan gue dan Azril tahu, bagi Azril, gue adalah sabahat, adik dan keluarga untuknya makanya kalau gue ngelakuin kesalahan, mau gak mau, Mas Afi dan Azril akan ikut terkena imbasnya, ini udah hal biasa bukannya hal aneh lagi, keluarga Azril bahkan udah tahu. Walaupun orang tua Azril udah tahu begitu, gue gak tahu pasti apa orang tua Azril keberatan atau enggak kalau Azril dekat dengan gue atau Mas Afi, di depan gue sama Mas Afi mungkin orang tua Azril akan terlihat biasa aja bahkan cenderung terdengar ramah tapi apapun, tatapan dan sorot mata seseorang gak akan bisa nipu, kalau memang suka, itu semua akan terlihat jelas di wajahnya, begitupun sebaliknya, kalau gak suka ya bakalan keliatan jelas juga dari mata walaupun senyuman tercetak jelas di bibirnya, itu yang gue rasain dengan orang tua Azril selama ini, bukannya sekarang ini juga akan menjadi pertimbangan yang makin berat? Tapi apapun, gue gak mungkin nunda semuanya lebih lama lagi, gue harus mutusin pilihan gue sekarang juga? Gue yang aman tapi Mas Afi yang terancam atau gue menyelamatkan Mas Afi dalam artian gue yang terancam, semuanya tergantung pilihanngue sekarang, kalau gue setuju, Azril juga gak akan nolak, apa gue harus bersikap egois sekarang? Apa gue akan membawa Azril masuk dalam masalah gue separah ini? Kalau gue setuju menikah dengan Azril, itu artinya setelah ini gue dan Azril yang akan mendapatkan banyak masalah, tapi setidaknya walaupun gue dan Azril mendapatkan masalah, Mas Afi bisa bernafas lega. "Ril! Apa gak papa gue ngorbanin lo sampai kaya gini?" Tanya gue lirih tertunduk pasrah. "Memang gue harus ngorbanin apa? Masalah setelah menikah gimana bisa kita pikirin nanti, waktu kita gak banyak sekarang Sya." Ucap Azril dengan tatapan yang sangat meyakinkan, gue menangguk pelan setelahnya. "Okey! Gue setuju." Ucap gue memejamkan mata gak yakin, walaupun gue sendiri belum sepenuhnya yakin tapi gue harap pilihan gue gak akan salah, gue mengenal Azril dan bagi gue, Azril adalah laki-laki yang baik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD