(3)

1034 Words
"Apa lo sama sekali gak mempertimbangkan tawaran gue dengan baik? Menikah dengan gue gak akan memperburuk hidup lo kan Sya? Yang harus lo pikirin sekarang itu Mas Afi, lo mau Mas Afi nanggung semuanya sendirian?" Gue menggeleng cepat, gue gak mau Mas Afi nanggung semua kesalahan gue, gue yang nyari masalah jadi gue sendiri yang harus nyari solusinya, kalau gue bisa membuat Mas Afi merasa jauh lebih baik kenapa gue harus mikirin banyak hal lagi? Seperti ucapan Azril barusan, menerima tawaran Azril bukan hal yang terlalu buruk, setidaknya kalau Azril orangnya gue bisa yakin kalau Azril gak akan menyakiti gue nantinya. "Kalaupun gue nerima tawaran lo sekarang, apa lo mau nikah gitu aja tanpa persiapan apapun? Orang tua lo gimana? Apa mereka akan setuju? Orang tua lo tahunya lo datang kenikahan gue sebagai tamu bukannya sebagai calon pengantin prianya, lo gak mau nanya pendapat keluarga lo gitu? Lo gak mau nanya mereka bakalan setuju atau enggak dengan rencana lo sekarang?" Gue mengingatkan, Azril dan gue itu beda, sekarang gue cuma punya Mas Afi tapi Azril masih mempunya orang tuanya, orang tua Azril masih lengkap jadi gue mau Azril nanya sama orang tuanya lebih dulu, izin orang tua Azril itu penting karena ini pernikahan. "Mau gue nikah, cerai, hidup atau mati sekalipun, mereka gak akan peduli, yang mereka tahu cuma kerja, kerja sama kerja, ngumpulin harta sampai mereka lupa kalau harta paling berharga mereka itu sebenernya apa." Jawab Azril tersenyum sinis, walaupun Azril masih bisa menyunggingkan senyumannya tapi gue tahu itu semua adalag senyum pahitnya, Azril sangat terluka kalau menyangkut orang tuanya, sikap orang tuanya yang gila kerja bahkan sampai mengabaikan Azril itu beneran gak bisa Azril terima, orang tuanya masih lengkap tapi Azril hidup seolah gak punya siapapun, orang tuanya hanya menyediakan biaya tapi bukan waktu dan kasih sayang mereka yang harusnya diterima Azril dari masa kecilnya. "Ril! Lo udah dewasa sekarang, lo bukan anak-anak lagi, lo udah bukan di umur yang pantas untuk membangkang dengan orang tua lo kaya gini, mereka kerja juga untuk lo kan? Untuk masa depan lo, seti__" "Sya! Berapa kali lagi harus gue kasih tahu kalau gue gak mau ngebahas mereka? Apa lo mau berdebat dengan gue cuma karena orang tua gue? Mereka itu gak akan mau tahu dan gak akan nyari tahu apapun jadi gue juga gak harus menjelaskan apapun, yang nikah itu gue jadi kenapa mereka harus tahu?" Potong Azril untuk ucapan gue barusan, gue makin tercengang dengan ucapan Azril barusan, apa Azril membenci orang tuanya sampai ke tahan seperti itu? Mau seburuk apapun Mama Papanya Azril, mereka tetap orang tuanya, tanpa mereka berdua, Azril gak akan ada di dunia ini apa Azril lupa? "Ril! Lo boleh marah tapi lo gak bisa membenci orang tua lo sampai kaya gini, baik atau buruk sekalipun, mereka tetap orang tua lo, sekarang lo mau menikah sama gue dan lo nanya sama gue kenapa orang tua lo harus tahu? Lo sadarkan ya barusan lo nanya apaan? Mereka jelas harus tahu karena mereka orang tua lo, lo putra mereka satu-satunya." Jawab gue gak habis pikir, lagian baru kali ini gue denger ada anak nanya apa orang tuanya harus tahu kalau dia mau nikah? Itu gila kenapa dipelihara? Gue tahu hubungan Azril dengan orang tuanya memang gak baik, mereka gak akrab seperti keluarga umumnya tapi gue sama sekali gak mikir kalau Azril akan membenci orang tuanya separah ini, gue akui juga kalau sikap Azril sekarang ada andil orang tuanya, karena merasa terlalu sering diabaikan membuat Azril tumbuh menjadi anak pembangkang dan gak mau mendengarkan orang tuanya sama sekali, gue malah heran kenapa kalau sama gue dan Mas Afi, Azril bisa bersikap sangat baik, kalau gue bandingin, udah kaya gue sama Mas Afi yang keluarganya, orang tuanya cuma numpang nama di kartu keluarga doang, semiris itu memang hubungan Azril dengan keluarganya. Ini juga bukan pertama kalinya gue mengingatkan Azril untuk bersikap lebih baik dengan orang tuanya tapi ya balik lagi, omongan gue kalau udah ngebahas masalah orang tuanya cuma akan di anggap angin lalu sama ni anak, kalau gak di respon ya cuma akan berakhir dengan perdebatan, contohnya aja kaya sekarang, mau gue ngomong selogis apapun, apa gue nasehatin sebaik dan selembut apapun, jawaban Azril tetap gak akan enak gue denger, bikin panas telinga yang ada kalau gue ladenin. "Putra satu-satunya? Jadi apa itu alasan mereka memperlakukan gue seolah gue gak ada didunia?" Pertanyaan Azril sekarang malah udah kaya tamparan keras untuk gue, mau gue jawab takutnya ni anak makin emosi, gak gue ladenin tapi Azril juga udah keterlaluan, dia udah dewasa sekarang, udah saatnya dia belajar ngerti posisi dan alasan orang tuanya bersikap kaya gini, mengerti walaupun dalam arti gue juga gak bisa membenarkan sikap orang tua Azril selama ini, Azril kesepian dan kekurangan kasih sayang itu kenyataan, Azril membenci juga bukan tanpa alasan jelas. "Tapi setidaknya lo jauh lebih beruntung dari gue Ril, orang tua lo masih lengkap sedangkan orang tua gue udah gak ada, yang gue punya sekarang cuma Mas Afi." Lirih gue tersenyum miris, Azril terlihat mengkaku ditempat untuk sesaat dengan ucapan gue, tapi ya sebentar doang, setelahnya Azril malah menjitak kepala gue dan memperlihatkan tatapan kesalnya, sekarang gue salah apa lagi coba? Memangnya gue salah ngomong? Ucapan gue barusan bener semuakan? Setidaknya Azril jauh lebih beruntung dari gue karena orang tuanya masih lengkap, setidaknya Azril masih punya kesempatan untuk berbakti dengan kedua orang tuanya, Azril harusnya bersyukur untuk itu bukan malah mendendam kaya gini. "Lo ngomong apaan sih Sya! Lo gak cuma punya Mas Afi tapi lo juga punya gue, lo sahabat, lo adik dan lo keluarga untuk gue, apa gue sama Mas Afi belum cukup? Kita berdua sayang sama lo." Tanya Azril mengusap kepala gue, gue tersenyum dengan tatapan berkaca-kaca mengangguki ucapan Azril barusan, gue gak akan mengeluh untuk hal ini karena kenyataan gak akan bisa gue ubah, kepergian orang tua gue cepat itu adalah takdir, gue harus bisa ikhlas dan kehidupan gue masih akan berlanjut, gue hidup dengan baik dalam pengawasan Mas Afi, Azril juga ambil andil, kalau Mas Afi adalah Ayah, Ibu, Kakak sekaligus sahabat untuk gue, Azril adalah Kakak, sahabat dan keluarga terdekat gue selanjutnya. "Kalau iya jadi lo gak usah nangis kaya gini, lo bahkan bisa jadi istri gue sekarang, apa masih belum cukup?"   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD