bc

who are you

book_age18+
0
FOLLOW
1K
READ
reincarnation/transmigration
HE
time-travel
heir/heiress
bxg
highschool
like
intro-logo
Blurb

Ravindra Alardo, 18 tahun, bisa melihat hantu. Ia beberapa kali membantu arwah yang menampakkan diri, menyelesaikan hal-hal yang membuat mereka tidak bisa pergi dengan tenang. Sampai suatu hari, pada musim panas tahun 2000, kakeknya meninggal dan mewariskan sebuah rumah. Tempat ia bertemu dengan amora albertina, hantu manis bermata sendu yang tidak mau bicara. Pada musim panas itu, kafa menghabiskan liburan di rumah nomor 31A, di sudut Kippen, West Stirlingshire, Skotlandia, mengurai masa lalu kakek buyutnya. Menghidupkan kembali cerita seratus tahun lalu yang membuatnya jatuh cinta. 17 K/s 18+ | Scotland - England | 1900 - 2000 | Victorian era - Modern era | (not) a horror story | drama; romance; hurt/comfort; SUPER ANGST with a happy ending | Alur (super) lambat Desain Sampul: RIS Disclaimer: Deskripsi tempat dan fakta dalam cerita tidak 100% akurat.

chap-preview
Free preview
prolog
City of London School (CLS) Queenhithe, London Pertengahan Juni, 2000 apakah kau berlayar melintasi matahari? apakah kau sampai di penghujung bima sakti? hanya untuk menemukan cahaya yang memudar bahwa surga rupanya tak seindah yang didengar .. Ravindra mencuci tangan di wastafel. la masih mengenakan toga lengkap dengan topinya. la melirik ke kaca, lalu menghela napas lelah. Mirza tersenyum di belakangnya. "Hahhh... kalau kita tidak bisa menemukannya...." Mirza merengut. "...Kalau. Aku bilang kan kalau," lanjut Ravindra mulai kesal. la membalikkan tubuhnya. beralih memunggungi kaca. Tangannya bersedekap, menatap jengah pada hantu di hadapannya. "Pasti ketemu, vin. Berusahalah!" seru Mirza riang sambil mengepalkan tangan kanannya. "Berusaha, kepalamu!" sungut ravindra kesal. "Kita sudah mencarinya hampir sebulan. tahu. Sudahlah lupakan saja! Memangnya pendant itu mau kau apakan sih? Mau kau bawa ke neraka?" "Ish, Vin! Kasar sekali kau. Pokoknya harus ketemu, kalau tidak, akan kuhantui kau seumur hidup!" Mirza mengancam. la melayang meninggalkan Ravindra, keluar menembus pintu toilet. Ravindra mengacak rambutnya frustrasi. Sebetulnya, ini hari kelulusan Ravindra dari CLS. la melipir dari sesi foto di auditorium dan berlari menuju toilet karena Mirza tidak berhenti mengganggunya. Mirza bukan hantu pertama yang pernah menampakkan diri di hadapan Ravindra. Biasanya mereka meminta bantuan menyampaikan pesan dan menghilang begitu saja setelah keinginan mereka terkabul. Tapi, hantu dengan wajah setengah hancur yang kelewat riang ini meminta Ravindra mencari sebuah kalung dengan pendant berbentuk peluit yang terbuat dari perak. Ia mengaku menyimpannya di loker. Masalahnya, Ravindra meninggal delapan belas tahun lalu dan CLS sudah mengalami renovasi berkali-kali. Entah di mana loker yang ia maksud itu. Bahkan, kalaupun mereka berhasil menemukan lokernya. Ravindra hampir yakin kalung itu sudah tidak ada di sana. Hahhh... Ravindra ingin menyerah saja, tapi ia ngeri juga kalau harus melihat Mirza, dengan wajah seperti itu, setiap hari seumur hidupnya. No offense. "Viiiinnnn!" Mirza berteriak, melongokkan kepalanya menembus pintu. Ravindra lagi-lagi menghela napas. "Iya, bawel..." sungutnya sebelum melangkah keluar toilet, mengikuti hantu yang melayang terkikik di depannya. Sebulan yang lalu, awal bulan Mei yang kelabu, Mr. Keenan Xander mengumumkan pertandingan persahabatan sekaligus perpisahan untuk tiga pemain inti klub basket CLS yang lulus di bulan Juni. Itu adalah kegiatan rutin yang diusulkannya sejak lima tahun lalu. Pelatih klub basket CLS itu secara spesifik mengajukan timnya untuk bertanding dengan pemain-pemain semi profesional dari college atau universitas di penjuru Inggris. Bukan untuk menang tentu saja, karena itu hampir mustahil, tapi untuk bersenang-senang. Tahun ini mereka menantang Bradford Dragons, tim basket elit dari Bradford College. Mr. Keenan membawa pemain inti dan seluruh pemain cadangannya melintasi 204 mil jarak dari Queenhithe menuju Great Horton Rd, Bradford, menggunakan sebuah bus sewaan. Mereka hanya berhenti satu kali selama perjalanan empat jam penuh itu, makan siang di restoran Italia, masih dalam kawasan sebuah rest area. Ravindra sudah merasakan sesuatu sejak pamit mencari toilet di rest area itu. Tapi, ia mengenyahkan instingnya, memilih fokus pada pertandingan di depan mata. Pertandingan itu adalah sore yang penuh keringat dan napas yang terengah-engah. Pemain inti CLS, Ravindra, Kevin , Brian , Rendra , Adhitama , dan kapten mereka, Elgard ,berlarian dengan semangat di lapangan. bermain habis-habisan. Dua poin terakhir untuk Bradford Dragons mengakhiri empat kali sepuluh menit yang menghabiskan tenaga. CLS kalah, tentu saja, tapi setidaknya mereka kalah terhormat. Baiklah, itu tidak benar. Skor akhir 98-51. Bradford membuat mereka keok tanpa ampun. Yah, bagaimanapun monster-monster itu memang bukan level mereka. Tapi, seluruh pemain inti, terutama tiga senior yang segera lulus, Ravindra , Kevin , dan Elgard, merasa sangat puas. Pertandingan yang sangat hebat untuk mengakhiri karier basket mereka di CLS. Seusai pertandingan itu, Elgard, mengikuti instruksi Mr. Keenan, menyerahkan lencana kaptennya pada Adhitama, diiringi tepuk tangan dan teriakan bersemangat dari seluruh tim.Setelahnya mereka bergegas mandi dan merapikan diri diruang ganti. Mr Keenan berencana membawa mereka kembali ke London malam itu juga. Pada saat itulah.Ravindra berteriak sekuat tenaga dari bilik kamar mandinya. "Peng ! Peng ! Kau tidak apa - apa ?!" Kevin yang sudah selesai mandi dengan handuk yang masih melilit dipinggangnya,menggedor pintu bilik tempat Ravindra didalam sana berseru "s**t ! s**t ! s**t !" Berkali-kali. "Oi vin !! Kalau tidak menjawab aku akan mendobrak pintunya !!" Seru Elgard tidak sabar. Ia menatap Kevin,Elgard lalu beralih pada seluruh anggota timnya. Mereka tampak khawatir,tapi tak ada waktu untuk mencemaskan orang lain karena Ravindra bertaruh wajahnya pasti seputih kapas. "Aku ingin muntah" katanya sebelum berlari dan memumtahkan isi perutnya ke wastafel. Ia berkumur beberapa kali sebelum membasuh wajahnya. Lalu menatap cermin diatas wastafel. "Shitttt !!!" Serunya sambil berbalik badan memunggungi cermin itu. Mendengar ribut - ribut dari dalam ruangan, Mr Keenan masuk dengan wajah penuh tanya "kau kenapa Ravindra?" Ravindra menoleh,wajahnya pucat "sorry sir,saya......" "Tunggu,tunggu" Mr Keenan menyela demi melihat wajah seluruh timnya tidak kalah pucat. Ia tiba - tiba ikut merinding. " Berhenti disana Ravindra jangan katakan apapun oke? Kalian semua cepat berpakaian, kita hampir terlambat makan malam" lanjutnya mengalihkan topik. Seluruh anggota basket CLS bergerak menjauhi Ravindra.secepat mungkin mengenakan pakaian mereka tanpa banyak menatap ke arahnya. "Peng??" Kevin mencoba menenangkan sahabatnya, meskipun ia sendiri sudah gemetaran. Ravindra menggeleng pelan,ia memilih mengikuti teman - temannya berpakaian tanpa banyak bicara. Dari sudut matanya ia masih melihat sosok yang mengerikan itu. Hantu dengan wajah separuh hancur. Tangan kanan yang remuk yang semena - mena tiba - tiba muncul dibilik mandinya dengan riang memperkenalkan diri sebagai Mirza. Siswa CLS yang mati tertabrak truk di dekat rest area tempat mereka makan siang. Sejauh ini,hantu itu adalah sesosok yang paling menyeramkan yang pernah muncul dihadapan Ravindra. "Hei vin" Aska, pemain cadangan paling muda yang terpaksa duduk di sebelah Ravindra dan Kevin dalam perjalanan pulang malam itu,membuka pembicaraan dengan takut - takut "itu tidak mengikuti kita kan? Hehe" Ravindra meilirik Mirza yang melayang berputar-putar dengan riang didalam bus.Ia tersenyum menatap Aska,lalu menggelengkan kepalanya,berusaha menenangkan adik kelasnya itu. "Sorry tadi aku nakutin kalian,aku belum pernah melihat yang seperti itu." Ravindra menggaruk belakang lehernya canggung. Ia menatap Kevin yang mengangguk memaklumi. Seluruh sekolah tidak mengetahui kemampuan Ravindra kecuali anggota tim basket dan Mr Keenan. Tapi hanya Kevin yang tau kalau hantu yang menampakkan diri pada Ravindra akan terus mengikutinya sampai keinginan mereka terkabul. Ravindra butuh waktu hampir satu minggu untuk membiasakan diri pada Mirza. "Yakin disini?" Ravindra menatap Mirza ragu. "Serius Vin ! Yakin,nah geser dulu lokernya.nanti dibelakangnya ada lubang." Mirza melayang berputar-putar dengan semangat. "Ravindra menatapnya sangsi" "Ih buruan vin !! Keburu banyak orang lewat sini" hantu itu mendesak. "Awas kalau tidak ada" Ravindra melepas toganya,menggletakannya di lantai dengan asal. Loker itu tinggi dan berat,Ravindra mencoba mendorong, menarik, menggeser, tapi almari besi itu baru bergerak beberapa senti. Napasnya terengah-engah. Ia merasa sedang dikerjai. "Ayo, Vin! Semangat, Vin!" Sumpah demi apapun. Ravindra ingin sekali meninju hantu itu. Tapi, barang apapun yang ia lemparkan kepadanya, termasuk tinjuan tangan, akan berakhir menembus tubuh transparan itu. Percayalah, Ravindra sudah pernah mencobanya. Beberapa kali, bahkan. Setelah berhasil menggeser almari besi itu cukup lebar, Ravindra menyalakan senter dan terhenyak. Ada tambalan selotip bertumpuk-tumpuk di dinding, sepertinya menutupi lubang. Ravindra berusaha mengelupaskan selotip itu, bersorak riang dalam hati ketika tangannya menemukan lubang yang dimaksud. Ia menatap Mirza yang terpekik girang. "Beneran ada kan. Ravindra! Ambil. Vin!" Ravindra meraba-raba lubang yang tidak seberapa besar itu, lalu menarik keluar sesuatu. Sebuah kalung dengan pendant berbentuk peluit yang terbuat dari perak. Sepertinya. Karena kalung yang ia julurkan di depan wajahnya itu sudah berwarna kehitaman. "Nih, bawa ke neraka," ujar Ravindra sambil mengangsurkan kalung itu ke hadapan Mirza. Mirza bertepuk tangan riang, tapi kemudian menggelengkan kepalanya. Oh, iya, benar juga. Bagaimana bisa dibawa kalau kalung itu menembus tubuhnya. Ravindra tersentak. "Hah? Jangan bilang kalung ini perlu kuberikan pada orang lain yang entah tinggal di mana?!" Ravindra bisa sungguhan gila kalau misi ini masih ada jilid duanya. Tapi, untungnya, Mirza tersenyum dan menggeleng lagi. "Terserah mau kau apakan, Vin. Dibuang juga oke. Aku sudah lega," katanya tulus. Mirza melambaikan tangannya. membisikkan selamat tinggal, lalu lenyap begitu saja. Tugas Ravindra selesai. Hah? Hah? "Terus buat apa susah payah kita cari kalau ujung-ujungnya dibuang, Mirza?!!!" Ravindra meledak marah. la menatap toganya yang kotor berantakan, ceceran selotip di lantai, lubang di dinding, dan loker yang harus digeser kembali ke tempatnya. "Oi, setan!" umpatnya sepenuh hati. "Si Mirza ke mana sih?" Elgard menggerutu di sepanjang koridor. la dan Kevin sedang menuju ke lapangan basket, anak-anak yang lain sudah menunggu mereka bertiga di sana. "Mungkin sakit perut, El," sahut Kevin asal. Kevin sebetulnya bisa menebak ke mana sahabatnya itu pergi, mungkin meladeni hantu yang masih mengikutinya ke mana-mana. Tapi, Kevin tidak tega mengatakan hal itu pada Elgard. "Aku saja yang cari, El. Kau duluan." "Jangan lama-lama, Kev. Kalau tidak ketemu tinggal saja!" Kevin melambaikan tangannya, lalu berbelok ke koridor yang lain. Di ujung koridor itu, ia melihat sahabatnya sedang kesusahan menggeser loker. "Oi, Peng!" Kevin Sanjaya, sahabat Ravindra dari orok itu memanggil dari ujung koridor. Ravindra baru selesai mengembalikan almari besi ke posisi semula ketika Kevin menepuk pundaknya. "Ngapain kabur ke sini?" Ravindra tak menjawab, wajahnya keruh. la mengambil kalung sialan itu dari saku celananya, memberikannya pada Kevin. "Hah? Apa ini?" Kevin memandangi benda di tangannya, dahinya berkerut. "Kalung." sahut Ravindra cuek. Tangannya sibuk membersihkan debu yang menempel di toganya. la mengambil topinya yang tergeletak di lantai, menepuk-nepukkan benda segi empat itu ke udara. Kevin memperhatikan kalung itu lamat-lamat, lalu tersentak. Oh! la celingak-celinguk sebentar, berbisik takut-takut. "Hantunya masih di sini?" "Sudah pergi." Huft, Kevin mendesah lega. "Lho, terus kalungnya buat apa. Peng?" tanyanya heran. "Dibuang, Kevin. Sana, lempar ke sungai Thames." Kevin menatap wajah masam sahabatnya. Tawanya meledak. "Hahahaha... Ya ampun. Peng, kau dikerjai!" Ravindra mendelik kesal. "Sorry.. sorry." Kevin merangkul bahu sahabatnya, mengajaknya berjalan ke arah lapangan basket. "Sudahlah, yang penting hantunya pergi. Anak-anak sudah menunggu di lapangan. Elgard juga sudah ke sana duluan." "Mau apa?" "Foto-foto, Peng! Kenangan buat anak-anak. Lagi pula setelah ini kita juga pisah dari Elgard." Hahhhh... Ravindra menghela napas lelah. la Pasrah saja diseret-seret oleh sahabat nya. Kalau boleh jujur, ia cuma mau pulang. Mandi, lalu tidur tanpa gangguan. Berharap tidak bertemu hantu-hantu lain dalam waktu dekat. Ravindra belum tahu, pada saat itu kakeknya tiba-tiba jatuh tersungkur di halaman belakang rumahnya. Kakeknya mendapat serangan jantung dan meninggal sebelum sempat dilarikan ke rumah sakit.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
29.5K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.6K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
187.7K
bc

TERNODA

read
198.2K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.3K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
31.6K
bc

My Secret Little Wife

read
131.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook