bc

MAS BREWOK

book_age18+
18
FOLLOW
1K
READ
HE
age gap
kicking
city
substitute
like
intro-logo
Blurb

ADULT ROMANCE!!"Tidak peduli siapapun dirimu. Kau adalah cintaku. Tempat aku memadu kasih." Yusuf Muhammad."Aku bukan kekasihmu. Aku hanyalah orang yang diminta pura-pura jadi kekasihmu oleh sahabatku. Dia memang tidak bertanggung jawab. Jangan dekati Aku. Ah!" Nur Jannah.Sahabatnya menjalin hubungan dengan pria asing melalui sosial media. Saat pria tersebut datang dan ingin menemui sahabatnya Nur Jannah. Sahabatnya Nur Jannah tersebut memaksa Nur Jannah yang datang dan bukan dirinya.Fatalnya, pria tersebut sangat m***m dan tergila-gila pada Nur Jannah. Hingga kejadian terlarang pun terjalin di antara keduanya.

chap-preview
Free preview
1. DIPAKSA JADI PENGGANTI
Namaku, Nur Jannah. Orang biasa memanggilku, Nur. Aku adalah jomblo yang tidak berguna, sebab tidak memiliki harta dan kekasih kaya raya. Jangankan pacar tajir, yang jelek pun aku tak memilikinya. Menyedihkan. Sudah satu bulan ini aku terpaksa harus tinggal bersama kakak sepupu. Aku bekerja di sini sebagai asisten rumah tangga mereka. Kedua kakakku ini adalah seorang pegawai di perusahaan swasta dan mereka sering tidak berada di rumah. Sudah setahun Fia-kakakku menjadi istri dari Andre-lelaki yang sudah dia pacari tiga tahun lamanya. Sebenarnya aku memutuskan tinggal dan bekerja di sini, bukan karena suka jauh dari kampung halaman, bukan pula karena membutuhkan pekerjaan. Namun, ini terjadi karena aku kabur dari rumah. Ayah terus saja mendesakku untuk menikah dengan pria pilihannya. Aku belum mau menikah. Selain belum siap, aku juga sangat takut, sebab kata kakak sepupuku, malam pengantin itu menyakitkan. Lagi pula, aku juga belum laku. Mau bagaimana lagi? Jomlo. Ayah mengancam. Kalau dalam waktu 1 bulan ini aku belum juga mendapatkan calon suami, maka beliau akan menjodohkanku dengan Sobirin-anak Pak Lurah. Seketika aku bergidik ngeri saat teringat wajah pria yang ingin ayah jodohkan. Sobirin bukanlah pria yang patut dibanggakan. Selain tidak atletis dan tidak higienis, badannya juga sangat bau dan amat gemuk seperti tangki minyak. Ya Tuhan, jangan jodohkan aku dengan jin hitam itu. Sebab pria terkutuk itulah aku kabur ke rumah Kak Fia. Aku membenci Sobirin bukan, sebab dia jelek seperti jin tomang. Jujur saja, aku bukan tipe wanita yang terlalu mengutamakan fisik. Bagiku, pria setia yang bersih tidak brewokan merupakan yang utama. Sementara pria gemblung itu, selain jelek juga suka bergonta ganti wanita. Menggelikan. Pun aku sangat tidak menyukai pria yang brewokan. Mereka membuatku merinding. Aku lebih suka cowok yang bersih dan berpenampilan modis, sebab lebih sedap dipandang dan dielus, eh. Aku terkekeh melihat bagaimana gilanya imajinasi ini. Berpacaran saja belum pernah, sudah membayangkan bagaimana rasanya membelai wajah pria. Konyol. "Ya Allah, berikan hambamu ini jodoh yang tampan dan tidak brewokan. Aku mohon." Aku menengadahkan kedua tangan. "Nur! Lihatlah! Dia menghubungiku lagi!" teriak Tia sahabatku yang memekakan telinga. Dia begitu kegirangan menunjukan isi chat dengan pria selingkuhannya padaku. "Sudahlah Tia. Kau ini sudah mempunyai kekasih. Tidak baik bagi wanita yang sudah memiliki pacar masih saja berbalas pesan dengan pria lain," peringatku gemas. Tia berulang kali mengatakan padaku kalau dia sangat mencintai Irwan yang kini berstatus pacarnya. Namun, Tia yang centil suka sekali mempermainkan hati pria. Ya, Tia yang plinta plintut masih suka berbalas pesan dengan pria Arab cem-cemannya. Lihat saja kalau nanti sampai Irwan mengetahui kelakuannya ini. Dia pasti akan diputuskan, lalu sudah dapat diterka, Tia pasti akan menangis kejer memohon maaf. Dasar gadis cengeng. "Cuma berbalas pesan kan, boleh. Yang penting aku tidak benar-benar jatuh cinta padanya. Hatiku akan selalu setia untuk Mas Irwan seorang," ucap Tia berpuitis. Halah, sekarang saja bilangnya begitu, lihat saja saat dia sedang bertengkar dengan Irwan. Tia akan mencurahkan isi hatinya padaku sambil tersedu. "Tia, aku sebenarnya tidak benar-benar mencintai Mas Irwan. Aku tetap bertahan, karena ayah dan ibu menyukainya. Mereka benar-benar menginginkanku menikah dengan Mas Irwan." Cih, menggelikan. Itulah Tia, sahabatku yang indekos persis di sebelah rumah Kak Fia. Sebab itu juga kami menjadi mudah bertemu. Tia akan main ke rumah Kak Fia dan aku juga sesekali akan berkunjung ke indekosnya yang hanya berjarak lima langkah saja. Aku dan Tia memiliki kebiasaan yang sangat bertolak belakang. Aku suka kebersihan dan kerapian sedangkan, Tia amat pecicilan dan acuh tak acuh dengan hal-hal yang kupedulikan. Mitos mengatakan kalau gadis yang menyukai kerapian dan kebersihan akan mendapatkan suami yang klimis dan tidak brewokan. Ah, aku sungguh tak sabar ingin melihat penampilan pria pemberian Tuhan kelak, benarkah akan seperti yang di benakku? Sementara Tia, dia sudah menegaskan kalau dirinya menyukai pria brewokan maka dari itu dia tidak mempedulikan kerapian. Dasar gadis konyol. Ucapan adalah doa dan ya, kata-kata Tia menjadi kenyataan. Sahabatku itu benar-benar mendapatkan kekasih yang brewokan persis seperti yang dia inginkan. Aku sering menertawakannya dan mengejeknya, tetapi itu tak sedikitpun mempengaruhinya. "Nur, kok, melamun, sih?" tanya Tia padaku. "Eh, eu, tidak, kok." Aku sedikit tersentak, karena Tia tiba-tiba membuyarkan lamunanku. Dia menatapku dengan sorot aneh. "Sudahlah. Tidak usah memperhatikanku. Lanjutkan saja perselingkuhanmu. Aku hanya berharap, semoga Mas Irwan tidak akan mengetahui kenakalanmu itu." Tia menyenggol lenganku. "Biasa saja kali, Nur. Jangan judes gitu ngeliriknya." Aku hanya memutar bola mata, tak acuh. "Nur, kau pasti tidak tahu kalau aku sedang gelisah, kan?" "Gelisah kenapa?" tanyaku cuek. "Ini, Nur, selingkuhanku mengatakan kalau dia akan pindah ke Indonesia." "Memangnya dia aslinya orang mana?" "Arab." Tia menatap tak jelas kepadaku. Sungguh tidak seperti biasanya. Mencurigakan. "Nur, selingkuhanku ini taipan asal Arab yang mempunyai cabang perusahaan juga di Indonesia. Tahun ini dia akan pindah dan menetap di negara ini dan hal itu membuatku cemas. Pria itu berniat berkunjung ke rumahku, bermaksud untuk melamarku. Bagaimana ini? Aku tidak akan bisa menikah dengannya. Aku sudah mempunyai Mas Irwan dan aku sangat mencintainya. Aku cinta mati padanya." "Kenapa kau tidak mati saja?" kelakarku, sebal padanya. "Ih Nuuur, aku sungguh-sungguh cinta mati sama Mas Irwan. Aku sangat mencintainya dan tidak mau berpisah dengannya. Tapi, disisi lain, aku juga takut kepada pria simpananku. Dia orang kaya dan sudah pasti mempunyai daya untuk melakukan apa yang dia mau. Aku khawatir dia akan berbuat nekat." Seketika wajah sahabatku berubah murung. Aku menghela napas jengah. "Kau juga, Tia. Sudah berulang kali aku memperingatkan, jangan bermain brewok. Gimana, sih? Sekarang rasakan sendiri kesusahannya." "Bermain brewok? Bermain api kali, Nur, gimana sih?" Tia menoyor kepalaku. "Kau menyebalkan." Aku balik menoyor kepalanya. "Maafkan aku, Nur. Aku tidak tahan, karena brewok lebih menggoda." Tia bersenandung membuatku menepuk jidat. Dasar gadis genit. "Begini saja, lebih baik kau jujur kepada pria simpananmu itu lalu putuskan hubungan asmara kalian." "Tidak semudah itu Nur. Aduh kau ini." Tia memijat pangkal hidungnya yang pesek. "Pokoknya ruwet, Nur. Ruwet seruwet ruwetnya." Dia menatapku sulit. "Makanya kalau jadi perempuan itu jangan genit-genit. Kena batunya sendiri kan," ucapku. "Lebih baik kau ikuti saranku, temui dia dan jelaskan segalanya. Supaya hidupmu tenang dan tidak merasa dikejar dosa." "Mudah bagimu mengatakan semua itu. Kau tidak tahu dia orang yang seperti apa. Kalau kau ada di posisiku, aku yakin kau takkan bisa berkata seperti itu." Tia tampak frustrasi. "Tia, aku tidak akan pernah berada di posisimu. Amit-amit." Aku bergidik. "Begini saja, gimana kalau kau blokir saja nomornya? Aku yakin pria itu tidak akan mencarimu, karena kau belum pernah merugikannya. Kalian belum pernah bertemu, kan?" "Aku sudah merugikannya, Nur. Aku menggunakan uang darinya setiap bulan untuk memenuhi kebutuhanku. Aku juga membohonginya. Aku mengatakan kalau aku masih belum memiliki kekasih dan yang paling fatal, aku juga bilang padanya akan menyerahkan tubuh dan hidupku hanya untuknya seorang. Aku berkata begitu, karena saat itu aku masih belum bertemu Mas Irwan." Tia tampak gundah gulana membuatku sedikit kasihan padanya. "Tia, ini mungkin ujian dari Tuhan untuk hubunganmu dan Mas Irwan. Aku hanya mampu mendoakanmu. Kau pasti kuat. Aku percaya padamu." Aku menepuk bahunya lembut. "Tapi, Nur, aku mempunyai ide untuk menyelesaikan semua masalahku ini tanpa ada yang harus terluka dan hanya kau yang dapat membantuku." "Membantu bagaimana?" tanyaku mulai khawatir. Apa yang bisa kulakukan untuk membantunya? "Jadilah diriku, temui orang Arab itu dan berpacaranlah dengannya, demi diriku. Please." Tia memasang wajah memelas. Aku sangat terkejut dengan ide gilanya. "Apa kau sudah gila?! Kau yang bermain api, kenapa aku yang harus terbakar? Lagipula aku tidak suka cowok brewok Tia," sungutku sambil membelalang padanya. "Aku mohon Nur. Please, sekali ini saja, yah? Kau kan, sahabat terbaikku. Hanya kau satu-satunya yang bisa kuandalkan." Tia menyatukan kedua tangannya dengan raut wajah semuram langit Rjukan di Norwegia. "Kau benar-benar menyusahkan, Tia. Aku membencimu." Aku memalingkan wajah ke arah lain. "Nur, ayolah sayang. Aku mohon, yah? Please, lagipula kau masih belum mempunyai kekasih." "Tidak mau Tia! Aku tidak mau membohonginya." "Hanya beberapa hari saja, Nur. Please. Setelah itu kau buatlah kesalahan agar hubungan kalian putus." "Mengapa tidak kau saja?!" Aku mulai jengah, karena terus menerus didesak oleh Tia. "Tidak bisa, Nur. Besok aku harus pulang ke kampung, karena keluarga Mas Irwan akan melamarku. Please, aku mohon, Nur. Bantu aku, ya. Aku mohon. Sekali ini saja. Please, Nur. Please banget banget. Please bantu aku." Lama kelamaan aku kasihan melihat wajah mengiba Tia. Bagaimanapun kelakuannya? Dia tetap sahabatku dan seorang sahabat akan selalu membantu kesulitan sahabatnya. Kuhela napas lalu bertanya, "Bagaimana kalau dia tidak mempercayaiku?" "Aku yakin dia pasti percaya, Nur. Aku belum pernah memperlihatkan wajahku kepadanya. Aku selalu memasang Foto Profil kartun di setiap sosial mediaku." "Tapi ...." Aku merasa gelisah. Aku khawatir akan ketahuan. "Ayolah, Nur. Aku mohon. Please, please banget banget." Manik Tia berkaca-kaca. Mulai lagi, paling bisa dia kalau membuatku tidak tegaan. "Baiklah, tapi hanya sekali ini saja aku akan menolongmu, oke?" "Alhamdulilah. Kau memang yang terbaik, Sayang. Aku sangat menyayangimu, Sahabatku." Seketika Tia menghujami wajahku dengan kecupan. "Argh Tia! Hentikan! Aku masih normal!" seruku geram. *

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
102.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.5K
bc

My Secret Little Wife

read
98.4K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook