Bab 21 : Nadia Nyungsep

1011 Words
Nadia pulang ke rumah dalam keadaan sangat kelelahan, cuaca yang panas menjadi penambah rasa gerah dalam diri Nadia, belum lagi masalah di jalan tadi membuat ia berulang kali menghela nafas kasar meredam kekesalannya. Ia melirik ke arah lutut serta sikunya yang menampilkan luka menganga dan masih mengeluarkan darah. Beruntung Sule yang niatnya ingin pulang masih berada di sekitar sana dan mengantarnya pulang. "Anjing emang itu orang, sehari gak dapet masalah rugi kali yah." 30 menit yang lalu Nadia yang sudah menyusun rencana untuk rebahan sesampainya di rumah harus mengurungkan niat itu begitu sampai di lampu merah, padahal ia sudah memperhitungkan nya dari jauh, tapi nahas mobil yang membawa minyak atau mobil tangki di depannya sangat berjalan lambat, sedangkan ia sendiri tidak bisa menyalip lantaran kondisi jalanan yang sedang ramai. Alhasil begitu ia sampai di persimpangan sudah lampu merah dan ia yang tidak mengenakan helm harus berhenti dan mendapatkan teguran. Namun ketika dirinya akan menyebrang ke arah sebelah kiri, dari belakang muncul sepeda motor yang melaju dengan kencang, tanpa bisa dihindarkan terjadilah kecelakaan yang mengakibatkan Nadia terlempar ke bahu jalan dengan motor yang ringsek bagian belakangnya, beruntung saat itu sedang lampu merah sehingga tidak ada kendaraan yang melaju dan menyambar tubuhnya. Suasana yang panas itu bertambah panas ketika Sule dengan brutalnya memberikan pemuda yang meringis kesakitan itu pukulan. Bahkan Nadia sempat tertegun melihat wajah khawatir Sule yang sangat kentara sekali. "Nadia, oke kan? Mana yang luka?" Jika tidak mengingat lengan dan lututnya yang terasa sangat perih, mungkin Nadia sudah menghadiahkan pemuda itu sebuah tamparan. Sudah tahu ditabrak, bagaimana bisa oke? PAOK memang. "Nadia, jangan diam aja!" "Iya, ini lutut sama siku gue luka." Tunjuk nadia.ke.arah siku nya yang tampak kulitnya sudah merona akibat bergesekan dengan aspal. Begitu juga dengan lututnya dengan celana yang terkoyak, membuat Sule meringis tanpa sadar. "Gila memang yang bawa motor itu, lagian kamu kenapa naik motor sih hah? Kan ada angkot." Marah Sule kepada Nadia yang hobby sekali mengendarai sepeda motor. Nadia sendiri mengernyitkan dahinya heran, kenapa sama manusia satu ini? Jelas saja dia enggan naik angkot, dirinya sudah trauma dengan berita angkot yang ugal-ugalan dan berakhir nahas dengan ditabrak kereta api. Dirinya tidak ingin seperti itu, enggak! Tanpa sadar Nadia bergidik sendiri dengan menggeleng kan kepalanya panik. "Suka gue lah, kok Elu yang repot. " "Lantam kali anak ini, Le, bagus kau tepok kan sekali." Tegur salah seorang pemuda yang juga mengenakan seragam polisi sama seperti Sule. Nadia yang mendengar itu tentu saja mendelik tajam, ia tidak seperti gadis kebanyakan yang memuja seorang laki-laki berpakaian dinas, apalagi kayak orang-orang yang takut dengan polisi. "Apa matamu itu melotot-melotot? Mau aku colok." "Nyolot amat sih om, udah tua juga, bau tanah." Sindir Nadia dengan mata yang menatap teman Sule itu dengan sinis. Merasa tidak terima dipanggil om, dengan sepontan teman Sule langsung mendorong Nadia mengakibatkan gadis itu terjerembab kembali dengan luka di lutut yang mencium aspal. Nadia meringis kesakitan bahkan sangking sakitnya sampai meneteskan air mata. Ia ingin sekali berteriak menangis, tapi sedikit malu lantaran di pinggir jalan. Sule yang melihat itu tentunya langsung membantu Nadia untuk bangkit, dan matanya langsung melotot begitu melihat darah mengucur hebat dari lutut Nadia yang tadinya luka. "Nadia, ayo aku bantu berdiri." Nadi mengigit bibirnya guna meredam suara tangis yang hendak keluar,.hingga ketika Sule membantunya berdiri di situlah pemuda itu tahu jika Nadia sudah menangis dalam diam. Cukup lama Sule melihat Nadia sebelum matanya melirik sang teman dengan tajam. "Percuma seragam Lu bagus kalau gak bisa menghargai perempuan apalagi sampe kasar gitu." Nadia pada akhirnya mau tidak mau haruz mengikuti Sule yang sudah meminjam mobil milik temannya. Ia berniat mengantarkan Nadia ke rumah sakit, namun langsung di tolak gadis itu mentah-mentah. Kalau di rumah sakit yang ada dirinya tambah sakit terus. Lagian ini hanya luka luar, bukan luka dalam. Dan saat ini Nadia hanya bisa duduk terdiam sambil mendengarkan suara ceramah dari ustad dadakan seorang Sule. Bahkan sepanjang jalan tadi, pemuda itu sama sekali tidak membiarkan dirinya untuk tidur, mungkin takut kalau ia tidur dalam artian beda. "Kamu denger aku gak sih?". "Denger!" Jawabnya singkat dan padat. Sule menghembuskan nafasnya lelah, baiklah ia menyerah menghadapi keras kepalanya Nadia, benar apa kata babe. Butuh kesabarana ekstra dalam menghadapi Nadia, karena Nadia adalah perpaduan kerasa kepala dengan gengsian yang melebur menjadj satu, sehingga tercipta lah watak yang begitu keras milik Nadia. Suasana mendadak hening, Nadia mengernyitkan dahinya heran terlebih begitu sadar jika Sule sudah terdiam dengan tangan yang lincah bermain ponsel, oke jadi ceritanya Sule lagi ngambek ini? "Diem Mulu Lo!" Sule tetao diam membisu. Nadia mengangkat bahunya acuh, lalu melirik lukanya yang sudah diberi anti septik dan beberapa obat yang tercecer di sebelahnya, emang hari apes, niat hati ingin cepat pulangalah berakhir nyusruk ke jalan aspal, malah situasi lagi rame lagi, beruntung dirinya tidak ada yang menertawakan. "ASTAGHFIRULLAH! NADIA!... INI KENAPA?" Nadia berjengit kaget, begitu juga dengan Sule yang langsung berdiri lantaran terkejut melihat ibu Nadia yang tiba-tiba datang entah dari mana. "Ini kenapa? Kok bisa luka-luka gini kau nya?" Tanya patwa yang entah kenapa bisa tiba bebarengan dengan sang ibu. "Jatuh dia Bu, di lampu merah simpang kampus." Jawab Sule mengambil alih keadaan karena melihat Nadia yang kebingungan menjawab pertanyaan ibunya. "Kok bisa sih, makanya kalau bawa motor itu hati-hati, gak usah sok jadi pembalap, ini yang buat emak gak mau kau bawal motor. Ribet kalau udah jatuh gini,.akhirnya sakit kan? Masih untung cuma luka baret kalau luka lainnya gimana?'" Nadia meringis pelan begitu mendengar suara emaknya yang mengucapkan semua itu dalam satu tarikan nafas. Gila emak nya keren banget "KAMU DENGERIN EMAK ENGGAK?" "Denger, Mak," jawab Nadia dengan cepat, jantungnya berdegup kencang khawatir emaknya kehabisan pita suara, hingga matanya melirik ke arah sule yang sedang terkekeh di sebelahnya. "Awas aja lu yah, ngetawain gue." Batin Nadia menatap Sule dengan seringai tajam seolah seorang psikopat yang sedang merencanakan sebuah rencana jahat. Tentunya Sule dibuat bergidik ngeri, ia menatap Nadia dengan takut-takut mengikuti gadis itu seolah dirinya takut beneran. "Kenapa Nadia?" Tanya seseorang dengan ngos-ngosan seolah habis berlari ratusan meter. Dan di sini Sule langsung duduk dengan tegak menatap babe dengan penuh kesopanan. "Pencitraan."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD