Bab 20: hari sial

1706 Words
Pagi ini Nadia dibuat kesal oleh ulah sang adik. Bagaimana tidak, patwa sengaja mengempesi ban motornya sehingga ia harus ke bengkel lagi untuk mengisi angin ban tersebut. Beruntung kelas di mundurkan sehingga ia bisa masuk tanpa takut kena hukuman. Dengan wajah yang tertekuk kesal, Nadia masuk ke kelas tanpa mengindahkan tatapan kaget temannya yang lain. Ia bahkan langsung duduk dengan tenang memainkan ponsel miliknya. "Kak Nad, lagi mau ambil kelas bawah?" Nadia menggeleng tanpa menatap siapa yang sedang berbicara. "Tapi kenapa masuk kelas ini kak?" "Yah ini kan kelas gu..." Nadia begitu kaget ketika melihat para penghuni kelas yang sama sekali tidak ia kenali. Ia seperti anak ayam yang nyasar masuk ke dalam planet asing. Dengan wajah yang terpelongo kaget. Nadia berdiri dari duduknya dan menghampiri orang yang tadi bertanya kepadanya. "Ini kelas apa? Kok orang nya gak gue kenal semua?" Orang yang ditanya itu malah tertawa terpingkal pingkal menatap Nadia dengan geli. "Yah kelas gak kenal, orang kakak salah masuk kelas. Ini mah kelas ganti prodi ilmu sosial, Kak." "Lah, sejak kapan kelas gue dipake buat jadi kelas ganti? Dan kenapa lu kenal gue?" "Siapa yang gak kenal kakak coba? Semua orang di fakultas ini juga kenal kakak siapa. Lagian kak, memang gak ada info apa di grup atau dari temen-temen kakak kalau kelasnya di pindah." Nadia menepuk dahinya pelan Lalau membuka ponselnya dan melihat di grup memang sudah diumumkan jika kelas mereka pindah ke lantai lima, lantai teratas. Dan Nadia juga baru tahu jika kelas yang tadi dimundurkan tidak jadi, sehingga jam nya tetap.. Guys... Kita masuk jam 8:00 yah, di ruangan 507. Tanpa mengatakan apa pun, Nadia langsung berlari meninggalkan kelas itu dengan cepat, pasalnya saat ini ia masih berada di lantai dua sedangkan kelasnya yang sudah dimulai berada di lantai lima,.bayangkan berapa banyak Nadia harus melewati tangga. Dengan nafas yang ngos-ngosan, Nadia pada akhirnya sampai di ruangan 507 yang sudah tertutup rapat pintunya, dari luar ia bisa mendengar seorang dosen yang tengah menjelaskan materi. Tamatlah riwayatnya kali ini, entah sudah berapa banyak absennya lantaran telat. "Itu yang di luar silahkan masuk!" Glek! Nadia menelan ludahnya dengan jantung yang berdebar kencang. Dosennya ini tahu saja jika ada mahasiswa yang berada di luar ruangan. "Saya hitung sampai tiga, kalau kamu gak masuk juga ngulang tahun depan!" "Eh jangan, Pak." Teriak Nadia yang langsung masuk ke dalam kelas tanpa memperdulikan tatapan temannya yang menatapnya dengan kasihan dan juga mengejek. "Nadia Salsabila! Udah berapa kali kamu telat di mata kuliah saya?" "Em.... Gak tahu, Pak." Jawabnya pelan, memang dirinya tidak tahu kan, lagian dia tidak begitu rajin sampai harus menghitung semua jumlah absennya. "Kenapa kamu telat? Hobby banget kamu. Ciri-ciri mahasiswa yang tidak punya tujuan hidup." "Loh pak, jangan gitu dong. Saya telat bulan berarti gak ada tujuan hidup. Lagian ini salah bapak, kenapa plin-plan. Kemarin katanya kelas diundur dan masuk siang, lah sekarang apa? Mana saya tahu kalau kelas dimajukan, pakai segala di lantai lima lagi. Yah bapak enak, bisa naik lift, mahasiswa ini gimana? Jangan seenaknya dong pak. Saya juga masuk sini sudah bayar full, masa saya dilarang belajar? Pelanggaran HAM banget." Semua orang terpelongo melihat keberanian Nadia melawan dosen killer yang saat ini tampak terdiam menatap gadis itu dengan tajam. Tidak ada mahasiswa yang seberani Nadia, kebanyakan dari mereka akan tunduk dan mengaku salah, sedangkan untuk gadis ini? Jangan harap! Risqi dan Rahman yang merupakan teman akrab Nadia hanya bisa meringis pelan. Memang tidak heran sih kalau Nadia seberani itu, wong anaknya memang tidak ada takutnya. Hanya saja mereka tidak percaya jika sahabatnya itu berani melawan dosen yang memang sangat ditakuti di fakultas mereka. "Kamu sadar kesalahan kamu?" Tanya dosen itu dengan penuh penekanan. Nadia mengangguk pelan. "Tahu, dan apakah bapak tahu juga kesalahan bapak? Jangan selalu mencari cari kesalahan mahasiswa. Coba introspeksi diri apa kesalahan bapak, karena gak selamanya dosen itu benar." "Kamu... Begitu berani dengan saya, saya tidak akan meluluskan kamu di mata kuliah saya." Nadia tersentak kaget, begitu juga dengan mahasiswa lain yang menatap Nadia ngeri, pasalnya wajah gadis itu sudah memerah seperti menahan amarah..Rizqi yang melihat sahabatnya akan hilang kendali langsung berjalan ke depan hendak menarik Nadia duduk, tapi sebelum dirinya sampai yang terjadi di depannya membuat ia membuka mulut kaget. "Oke, kalau saya tidak bapak luluskan,.akan saya ajukan banding sama pihak biro dan juga wakil dekan tiga yang mengurusi ini. Atas dasar apa bapak tidak meluluskan saya? Hanya perihal saya telat dan daya menegur kesalahan bapak? Berarti bapak orang yang anti teguran dong? Lagian, Pak. Saya telat itu karena bapak yang seenaknya mengganti jam masuk kuliah, bapak pikir semua mahasiswa gak punya kesibukan? Ini bukan kelas pertama yang bapak buat seperti ini. Ada banyak kelas yang memang bapak permainkan sampai sampai ada banyak yang tidak lulus di mata kuliah bapak. Padahal bukan mereka bodoh,.tapi emang bapak yang ingin dianggap killer, ditakuti. Pak kalau boleh milih lebih baik saya disegani dari pada ditakuti, lebih terhormat. " Nadia tanpa mengatakan apa pun lagi, ia langsung berjalan masuk dan duduk di kursi kosong sebelah Risqi. Begitu dirinya duduk Risqi melihat ke arah Nadia dan mengacungi jempol untuk gadis itu, begitu juga dengan Rahman dan beberapa teman yang lainnya. Sedangkan dosen yang barusan ribut dengan Nadia kena mental. Menatap gadis itu lalu tanpa mengatakan apa pun memulai kembali pembelajaran yang sempat terhenti. *** Nadia merentangkan tangannya dengan leluasa setelah dosen yang mengajar keluar dari dalam kelas. Seketika mejanya dikelilingi oleh teman sekelas yang penasaran atas keberanian gadis itu. "Udah sana elah! Ngapain pada ngumpul di meja gue. Gue mau tidur ngantuk banget ini." "Yah Nadia, tidur mulu lu." Nadia tidak menghiraukan gerutuan temannya, dengan tidak tahu dirinya ia malah merebahkan diri di atas meja dan mulai menyelami mimpi. Risqi yang melihat tingkah gadis itu hanya bisa menggeleng pelan merasa takjub dengan Nadia.. cita-cita ingin menjadi wanita Sholeha yang disayang suami, kah tingkahnya aja kayak iblis begini bagaimana bisa disayang coba? "Urusin temen lu, Man. Gila gue lama-lama." Rahman terkekeh pelan, ia menyentuh pipi Nadia berharap gadis itu bisa terbangun dari tidurnya yang baru beberapa menit itu. "Man, jangan ganggu gue dulu sebelum gue tendang lu nya." Rahman kembali tertawa pelan, Nadia bisa mengetahui siapa yang tengah membangunkan nya tanpa melihat orang nya. Sungguh sebuah kemampuan yang luar biasa . "Nad, ayo ke kantin. Nanti si Risqi kurus kalau gak makan." Ajak Rahman. "Biarin dia kurus, biar agak ganteng." Jawab Nadia seenaknya. Risqi yang mendengar itu sontak merasa marah dan ingin menimpuk Nadia dengan sepatu yang ia kenakan. Lagian ia belum sempat sarapan tadi, dan ini sudah masuk waktu makan siang. "Ayolah, Nad. Kasian dia nya mukanya kek mau berak." "IST ayo lah, bising kali pun Kelen. Ke kantin tinggal pergi sendiri aja kok, harus ikut juga aku. Emang gak ada otak kalian." "Yah namanya Kitakan sahabat sejati, wajar harus ikut semua." Nadia mencibir pelan, sahabat konon. lihat dirinya kena hukuman dosen saja malah tertawa ngakak, bukan nya membantu, itu yang katanya sahabat? Minta Nadia tampil rasanya. Nadia turun dari lantai lima menuju kantin yang berada tepat di depan fakultasnya. Jadi bangunan fakultasnya ini berdampingan dengan fakultas ilmu sosial dan politik, fakultas hukum berada di belakang yang langsung menghadap ke kantin. Dan biasanya para penghuni kantin itu kebanyakan adalah mahasiswa fakultas nya, atau paling tidak fakultas agama Islam yang berada di sebelah gedung fakultas hukum. Nadia malah sekali melihat Susana kantin yang sesak dan penuh dengan mahasiswa. Belum lagi bau rokok yang tersebar di seluruh ruangan kantin..rasanya ia ingin melanjutkan tidurnya kembali dari pada ke kantin dan melihat keadaan yang ramai dan sumpek seperti ini. "Nad, Pesan apa?'" tanya Risqi yang berada di sebelah Nadia. "Pesan Indomie aja, tapi jangan banyak kuah nya dan pedes buat yah." Risqi mengangguk lalu berjalan menuju meja pemesanan, sedangkan Nadia dan Rahman sendiri celingak-celinguk mencari tempat duduk yang kosong. Hingga seseorang melambaikan tangannya ke arah mereka membuat Nadia dan Rahman berjalan mendekatinya. "Bang anu. Apa kabar?" Tanya Rahman sembari menyalam anugrah pelan. "Baik, kalian ngapain?" "Boker. Yah mau makan lah, Bang..gitu aja pake nanya segala," sahut Nadia ngegas yang langsung membuat anugrah tertawa. "Masih kang ngegas yah, Nad. Gimana? Apa agenda hari ini?" "Rebahan. Kenapa?" Anugrah kembali tertawa mendengar ucapan Nadia yang memang benar adanya. "Katanya mau ada demo, gak mau ikut?" Nadia menggeleng pelan. "Enggak, mager gue. Mungkin kapan-kapan." Anugrah mengangguk paham, lagian ini hanya demo damai, atau aksi damai. Jadi tidak seru karena tidak ada war nya. Risqi datang dengan membawa semangkuk mie, nasi Padang dua piring dan teh manis dingin tiga. "Nah ini pesanannya nona." Nadia menerimanya dengan senang hati, tanpa menawarkan temannya yang lain ia langsung memakan mienya.. "Gak mau nawarin yah, Nad. Makan sendiri-sendiri aja." Nadia mendongak kan kepalanya setelah mendengar itu. "Mau gue tawarin juga lu pada gak bakal gue kasih," sahutnya pelan. Bukan Nadia pelit, hanya saja ketika ia nenawark artinya ia siap berbagi lah dirinya tidak mau berbagi. Jadi apa salahnya tidak menawari toh tanpa ditawari mereka tahu apa yang ia makan. "Yah yah yah... Suka kau lah, Nad. Emang kau yang paling bener kalau kayak kami ini gudang nya salah. " "Wehhh gak tau Abang? Ini anak tadi ngelawan pak Saukani." "Saukani yang Bawak mata kuliah hukum perdata itu?" Risqi mengangguk membenarkan." Kok bisa?" Tanya anugrah heran, pasalnya ia yang dua tahun di atas mereka saja tidak berani melawan dosen killer itu, kah Nadia malah berani. "Ya gimana gak kesel yah, dia udah berulang kali tuker jam kuliah seenaknya. Nanti giliran mahasiswa telat dianya ngamuk, tapi yang buat telat kan dia sendiri. " Sahut Nadia masih dengan menikmati mie nya. Tak ada lagi sanggahan dari teman nya, mereka membiarkan Nadia yang berkuasa, dilawan juga tidak akan bisa soalnya Andia jenis wanita yang menjunjung tinggi jika perempuan tidak pernah salah. Kalau perempuan salah maka kembali ke point' yang pertama. "Nad, tugas pak ikram siap gak?" Uhuk! Nadia langsung tersedak pedasnya kuat Indomie yang tengah ia makan. Matanya sampai memerah dan berair. Ia berteriak heboh sembari meminta air minum guna meredakan rasa perih ini. "Anjir Lu, Qi. Kok bahas itu di saat gue lagi menikmati enaknya rasa mie instan ini." "Yay gue mana tahu, Nad. Masih perih gak?" Tanya Risqi sedikit khawatir. Nadia mengangguk dengan meneguk air es yang merupakan milik Rahman. Setelah merasa reda, Nadia melihat ke arah Risqi dengan tajam dan Plak! "Jangan buat gue.ketakjtsn karena tugas lagi."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD