BAB 8

1253 Words
               Adit benar-benar tidak bisa menolak saat sekretaris pribadinya, memberikan surat pengunduran diri padanya. Adit menerimanya, membacanya sesaat lantas kembali mengarahkan tatapan ke Tina di hadapannya. Sudah bertahun-tahun Tina bekerja untuknya, dan kali ini Tina malah mengundurkan diri tanpa berita sebelumnya agar Adit bisa mencari orang baru untuk menggantikan posisinya.                 Tina menunduk. Dia sendiri pun tahu bahwa semua ini kesalahannya. Namun keraguannya untuk melepaskan pekerjaannya yang sudah menghidupkan dirinya dan keluarga sebelum memutuskan menikah, membuat Tina belum berani mengatakannya terlebih dulu pada Adit. Dia takut keputusannya tidak jadi dia ambil saat Adit sudah menemukan orang baru untuk bekerja bersamanya. Namun ternyata, sang suami yang harus dipindah tugaskan dalam pekerjaannya, membuat Tina tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikutinya.                 “Sejujurnya, ini terlalu mendadak buat saya terima, Tina,” ucap Adit yang masih duduk menatapnya. Tina kembali menunduk setelah sesaat mengarahkan sorot matanya ke Adit saat bosnya itu berbicara padanya. “Menemukan orang baru dalam waktu secepat itu, tidak akan bisa terjadi. Sedangkan Nisa sendiri, saat ini dalam kondisi hamil. Mustahil juga saya mengangkatnya sebagai sekretaris sementara atau malah lebih sering meninggalkannya di rumah dan fokus ke sini karena tidak ada yang meng-handle pekerjaan.”                 “Maafkan saya, Pak. Saya sebenarnya juga gak ingin ke luar dari pekerjaan ini, tapi suami saya dipindah tugaskan ke kota lain, dan saya mau tidak mau harus ikut.”                 Terlihat jelas di kedua mata Adit, ekspresi enggan hadir di wajah Tina. Dia benar-benar tidka ingin resign, dan hal itu membuat Adit tidak tega jika terus memaksanya dan menekannya dengan kalimat-kalimat agar dia iba dan bingung harus memilih jalan apa untuk dia ambil. Adit menghela napas berat, membuka laci mejanya dan mengeluarkan handphonenya dari sana.                 “Kalau begitu, saya bisa minta kamu satu permintaan sebelum ke luar?” tanya Adit yang langsung dijawab Tina dengan anggukan kepala. “tanggal gajian kan tinggal seminggu lagi, kamu bisa menunggu sampai minggu depan. Saya bukan bermaksud menahan uang gaji kamu, tapi saya ingin kamu membantu saya untuk menyelesaikan semua pekerjaan bulan ini selagi saya mencari sekretaris yang baru. Bagaimana, kamu bisa?” tanya Adit yang langsung disambut senyuman lebar dari Tina. Tanpa pikir panjang, dia mengangguk cepat yang membuat Adit lega bukan main.                 “Baik, Pak, saya akan di sini sampai akhir bulan, lagi pula suami saya juga awal bulan nanti baru resmi pindah. Saya akan selesaikan pekerjaan untuk bulan ini, dan membantu bapak mencari pengganti saya yang baru.”                 Adit mengangguk pelan, “Kalau begitu, hari ini kamu share saja tentang penerimaan sekretaris baru untuk saya di mana pun kamu mau share, terserah. Kasih batas waktu sabtu ini paling lama penerimaan, dan nanti kita akan seleksi.”                 “Baik, Pak. Saya permisi kalau begitu.”                 Adit mengangguk, dan mempersilakan Tina ke luar dari ruangannya. Adit melihat ke handphonenya. Suara pesan masuk yang sempat dia dengar saat berbicara dengan Tinalah yang membuatnya mengambil benda pintar itu dari laci, membaca pesan dari Nisa tentang permintaan Audy lantas menghela napas pelan. Adit langsung berniat menghubungi Nisa, namun suara ketukan pintu terdengar. Adit meminta sang pengetuk masuk dan ternyata Audy hadir bersama Yura. Adit sempat kaget melihatnya, namun secepat mungkin dia tepis wajah kagetnya dan beranjak dari kursi dan meminta keduanya duduk di sofa tamu. Adit berpindah duduk di hadapan keduanya.                 “Berdua saja?” tanya Adit yang biasanya selalu melihat Rasya bersama Audy.                 Audy mengangguk, “Iya, Rasya balik ke kantor. Ada kerjaan katanya,” jawab Audy yang hanya dijawab Adit dengan anggukan, lantas mengarahkan tatapannya ke Yura yang tertunduk di hadapannya. Audy yang menyadari tatapan Adit, langsung paham maksud dari tatapan itu. Berusaha tetap tenang walau sebenarnya hatinya takut menerima penolakan Adit saat dia memberitahukan keinginannya untuk pindah kembali ke rumahnya.                 “Yura baru ke luar hari ini, Dit,” ucap Audy tanpa menanti pertanyaan dari Adit. “Dan aku ingin ngebahas sesuatu sama kamu. Kamu sibuk?”                 Adit menggelengkan kepala. Sebenarnya dia sudah tahu dari Nisa apa yang ingin disampaikan Adit dan Yura hari ini padanya. Namun Adit tidak ingin mengatakannya terlebih dahulu. Dia ingin Audy berani mengatakannya langsung di hadapannya. Audy yang menginginkannya, Audylah yang harus meminta izinya, bukan melalui orang lain.                 “Kemarin, kamu ngajak aku kembali ke rumah, kan?” tanya Audy yang langsung dijawab Adit dengan anggukan kepala. “dan jujur, sebenarnya aku ingin, tapi aku masih berpikir rumah yang kamu belikan untukku, apa harus aku jual atau aku tetap tinggal di sana. Sementara sebenarnya aku merasa kesepian di sana.”                 “Bukankah sekarang sudah ada Yura?” tanya Adit sengaja memotong pembicaraan Audy yang sempat membuat Audy tersentak kaget. Audy mengangguk pelan.                 “Tapi aku akan lebih sering ke luar untuk kerja dibandingkan di rumah. Sementara Yura gak berani kalau sendirian di rumah. Dia masih takut.”                 Adit terdiam. Diamnya Adit membuat Audy merasa menyesal sudah meminta hal itu padanya. Audy tahu benar, Adit menolak untuk kembali dekat dengan semua orang di masa lalunya, entah dari sisi Audy mau pun dari sisi hidup Adit sendiri. Dan Yura, sempat menjadi salah satu orang yang dia tolak kehadirannya dulu walau tetap dia bantu menguruskan perceraiannya.                 “Kalau Abang Adit gak mau Yura di rumah, juga gak apa-apa kok,” ucap Yura yang merasa kehadirannya tidak diharapkan. Dia masih ingat ucapan Adit waktu itu padanya, bahwa dia tidka ingin Yura kembali menyentuh dunianya, terlebih lagi masuk ke dalam keluarganya. Dan Yura merasa kali ini Adit masih tetap tidak menyukainya. “Kita tinggal di rumah kakak saja ya,” pinta Yura ke Audy. “Atau, Yura balik ke Batam saja. Gak apa-apa kok. Yura bakalan tinggal di rumah Oma Uti saja.”                 “Gak perlu!” potong Adit sebelum Audy menjawab permintaan Yura. Audy dan Yura spontan mengarahkan tatapannya ke Adit yang saat itu, menegakkan tubuhnya yang sebelumnya duduk bersandar.                 “’Maksudnya, Dit?” tanya Audy yang sesaat mendapati tidak ada kalimat lanjutan dari Adit.                 “Sebenarnya, Nisa juga sudah ngasih tahu aku tentang keinginan kamu, Dy, untuk balik ke rumah dan ngajak Yura ikut.” Adit mengarahkan tatapannya sesaat ke Yura, lantas kembali ke Audy. “Cuma, semenjak urusan sama Alea selesai, kami memang tidak ingin ada campur tangan dari orang-orang di masa lalu di dalam keluarga yang aku dan Nisa bina. Aku gak masalah kalau Yura ikut, malah senang karena rumah kembali ramai kayak dulu. Tapi, apa bisa jamin, mami dan papi kalian atau pun mantan pacarmu dan mantan suami Yura tidak akan ikut campur lagi sama urusan kita?” tanya adit tanpa basa-basi. “Biar bagaimana pun, saat ini Nisa sedang hamil, dan aku gak ingin ada masalah di kehamilannya kali ini.”                 “Yura bisa jamin hal itu, Bang!” potong Yura saat melihat Audy berniat menjawab pertanyaan Adit. “Yura sendiri, sudah gak mau berurusan sama mami, papi atau pun mantan suami Yura, selama di penjara pun, sel kami terpisah. Yura gak mau lagi berurusan sama mereka.”                 “Kalau sampai hal itu terjadi, apa yang bisa saya lakukan buat kamu?” tantang Adit.                 “Terserah abang, dibunuh pun saya ikhlas,” jawab Yura yang membuat Adit terdiam sedangkan Audy kaget bukan main. Dia tidak menyangka Yura akan menjamin dirinya sendiri untuk mendapatkan kepercayaan dari Adit. Tampak kesungguhan di wajah Yura saat itu.                 “Okelah, hari ini kalian boleh pindah ke rumah, dan untuk rumahmu itu, Dy, sewakan saja, jangan dijual. Biar bagaimana pun, itu aset untuk kamu dan Yura ke depannya,” ucap Adit  yang langsung dijawab dengan anggukan oleh Audy sembari tersenyum lega. Yura pun mengucapkan terima kasih tiada henti ke Adit yang hanya membalasnya sembari berharap dalam hati bahwa keputusannya kali ini adalah benar.                
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD