Yoko tersenyum tipis saat mendapati Yura lah yang membukakan pintu depan untuknya. Semula Yoko berharap, kejutan untuk Audy akan sempurna saat Audy sendirilah yang membukakan pintu untuknya. Sengaja tidak memberitahukannya tentang kedatanganya, siapa sangka Yoko malah harus bertemu langsung dengan Yura yang tampak tersenyum ramah padanya.
Yoko duduk di depan rumah setelah Yura mempersilakan duduk. Yura sendiri kembali masuk ke dalam rumah, menemui Mbok Sumi yang kebetulan masih berada di rumah untuk berberes rumah pasca pernikahan Audy dan Rasya kemarin untuk minta dibuatkan minum, lantas kembali ke depan mwnemui Yoko dan duduk di kursi berbeda.
Sesaat keduanya saling diam. Yura tampak canggung berhadapan dengan Yoko yang sejak dulu, tidak pernah berbicara dengannya. Ditambah lagi dulu Yura sempat hampir menjebak Audy untuk menikah dengan lelaki tua bangka pilihan Roszi, sang ayah yang kini masih mendekam di jeruji besi.
Sebenarnya Yura belum siap jika harus berhadapan langsung bahkan hanya berdua dengannya. Selama di pesta kemarin, Yura memang sering bertemu pandangan dengannya, namun dengan cepat Yura langsung berbalik arah agar tidak terlalu lama berada di dekatnya. Namun sialnya kali ini Yura tidak bisa lagi mengelak. Akan terasa tidak sopan bagi Yoko jika Yura memilih masuk ke dalam dan membiarkannya seorang diri menunggu Audy di luar. Yura sendiri pun takut jika sampai Audy marah padanya karena begitu tega membiarkan sang ayah duudk seorang diri di teras rumah.
"Apa lelaki itu masih di dalam penjara?" tanya Yoko akhirnya yang sesaat membuat Yura tersentak. Suara berat Yokolah yang membuatnya kaget. Seolah terasa dibentak lelaki berkulit kuning langsat itu secara tiba-tiba.
Yura mengangguk, dia tau siapa yang dimaksudkan Yoko tentang 'lelaki itu' barusan. Yura merasa, Yoko tidak akan pernah mau menyebutkan namanya. Mengingat Roszi sendirilah yang merebut sang anak darinya. Dan bagi Yoko, Roszi jugalah yang berhasil memupuskan angan-angannya untuk bisa hidup bersama Melody, pasca mwndengar wanita yang dia cintai itu, sedang mengandung buah cintanya yaitu Audy.
"Dan kalau tidak salah informasi, dulu kamu juga pernah di penjara, kan?" tanya Yoko masih dengan nada santai, namun terdengar menakutkan di telinga Yura. "Dan semua itu atas laporan Adit, benar?"
Yura kwmbali menganggukan kepala. Rasa penyesalan dan ketakutan akan kemarahan Yoko, hadir dalam benaknya. Diam-diam Yura berharap Audy akan pulang ke rumah dan menyelamatkannya dari pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan Yoko padanya.
"Kalau saja aku ada di sini, mungkin aku tidak akan menyetujui ide Audy untuk membebaskan kamu dari sana. Sayangnya, anakku itu terlalu sayang sama adiknya yang satu itu, jadi yang aku dengar saat itu hanya kebaikannya yang dengan mudahnua memaafkan adik yang dengan tega menjebaknya untuk menikah dengan pria tua bangka yang kaya raya demi harta dan kedudukan papimu itu."
Ada nada benci di suaranya yang membuat Yura semakin menundukkan kepala. Doanya akan kepulangan Audy semakin kencang dalam hatinya. Ada emosi yang kini hadir di diri Yoko, dan dia takut jika sesuatu yang buruk terjadi padanya. Walau pun sebenaenya jauh di dasar hatinya yang terdalam, Yura sadar bahwa dia pantas mendapatkan hukuman dari Yoko atas perbuatannya pada Audy di masa lalu.
"Kenapa sekarang tidak tinggal sama ibumu saja, Melody, kenapa malah harus tinggal dengan Audy?" tanya Yoko lagi. "Di mana ibumu yang pintar akting itu?"
Yura menarik napas panjang, lantas mengembuskannya perlahan, "Mami masih di penjara, Om."
"Penjara?" tanya Yoko seolah meremehkan. Padahal dia tahu benar bahwa Melody sedang berada di dala penjara. Jauh sebelum menemui Yura dan Audy, dia bahkan terlebih dulu menemui Melody di sana.
"Om belum tau?" tanya Yura.
"Sudah, " jawab Yoko singkat yang membuat Yura kembali menundukkan kwpala saat mengetahui bahwa Yoko sengaja memainkannya. "Cuma aku ingin dengar langsung dari anak yang dia bela sejak dulu."
"Kak Audy yang selalu dibela Mami," ucap Yura mulai berani menyambung kalimat Yoko. "Dia bahkan selalu membantu Kak Audy untuk lolos dari ide gila Papi menikahkan anak-anaknya sama temannya yang kaya raya. Walau tida secara gamblang, tapi apa pun yang dia lakukan, dia selalu saja menyelamatkannya. Sedangkan aku harus terjebak dengan pernikahan yang hampir membuatku gila dan merasakan mati setiap harinya."
Ada ketakutan yang terpancar di kedua mata Yura saat itu yang berhasil membuat Yoko tak tega jika terus menjebaknya. Yoko mwnarik napas panjang, lantas mwngenbuskannya perlahan. Dia tidak ingin emosi dan kebencian nya pada Melody dan Roszi, bergulir ke Yura yang sebenarnya tidak tahu apa-apa. Audy sudah menceritakan segalanya tentang Yura di cafe kemarin. Dan rasanya tak adil baginya juka terus mwnekannya dengan beralaskan kebencian.
"Aku tau sebenarnya apa yang terjadi waktu itu. Tapi tidak tau secara detailnya kenapa hal itu terjadi. Dan aku gak mau mendengarnya dari orang lain selain Audy atau Adit sendiri." Yoko menghentikan sesaat kalimatnya saat melihat Mbok Sumi datang mengantarkan minuman dan cemilan. Dengan ramahnya, Sumi menyuruh Yoko untuk minum, Yoko menjawabnya dengan sopan, lantas membiarkan Sumi pergi kembali dengan masuk ke dalam rumah meninggalkannya lagi dengan Yura.
"Sekarang, yang aku tau kamu diajak tinggal dengan Audy dan Rasya. Sejujurnya aku gak setuju, mengingat mereka sudah menikah dan tak pantas rasanya ada wanita lain di dalam rumah meski pun adiknya sendiri. Tapi Audy tetap Audy, susah dibilangi. Kalau kamu mau, seingatku, Audy punya rumah pemberian Adit, silakan tempati saja di sana dengan alasan yang tepat. Soal kerjaan, aku akan memberikanmu kerjaaan di kantor majalahku. Kamu bisa menempati salah satu bagian di sana. Itu pun kalau kamu mau."
"Aku mau, Om!" seru Yura tampak semangat yang membuat kelegaan seketika hadir dalam dirinya. "Kalau soal tempat tinggal, aku bisa kost di tempat lain, Om, gak perlu nyusahin Kak Audy. Tapi, apa aku bisa sambil kuliah, Om? Soalnya aku putus kuliah semenjak Mami mwmintaku untuk menikah. Walau pun usiaku udah terlambat, tapi aku pengen kuliah, Om. Apa bisa? Kalau aku kuliah sambil kerja?" tanya Yura berharap.
"Bisa saja, kamu bisa mendaftar di Universitas swasta di samping kantor. Kamu juga bisa pilih jadwal sore untuk kuliah. Kita pulang jam empat sore, dan jam lima kamu bisa lanjut kuliah."
Yura tersenyum lega mendengarnya.
"Tapi ingat, kalau sampai sekali lagi kamu menyakiti Audy, aku tidak akan segan-segan membuatmu mengulang kembali hati-hari penuh ketakutan itu di hidupmu dengan cara apa pun," ancam Yoko yang langsung membuat senyuman Yura menghilang. Yura mwngangguk cepat lantas menarik tatapannya ke gerbang saat melihat sebuah mobil memasuki pekarangan rumah. Kelegaan hadir di diri Yura saat menyadari mobil Nisalah yang hadir dan berhenti di depan matanya.
Yoko tersenyum lebar saat melihat Audy baru saja turun dari mobil bersama Nisa. Cek rutin ke dokter yang dilakukan Nisa demi Kesehatan bayi dalam kandungannya, akhirnya selesai juga. Keduanya yang baru saja tiba di rumah, dikagetkan dengan kedatangan Yoko yang tanpa kabar sebelumnya.
Audy tampak senang bukan main saat melihat Yoko duduk berdua dengan Yura. Entah apa yang keduanya bicarakan, yang pasti Audy merasa bahwa waktu yang tepat untuk keduanya bertemu adalah saat dirinya tidak ada di rumah. Audy mendekat, menciun punggung tangan kanan Yoko, diikuti Nisa dengan melakukan hal yang sama.
"Kok gak bilang mau ke sini, Ayah?" tanya Audy.
"Sengaja, mau ngasih kejutan," jawab Yoko sembari mengusap rambut Audy penuh kasih sayang. "Gimana hasil ceknya, Nis, semua aman?"
"Alhamdulillah aman, Om."
"Alhamdulillah."
Audy mengalihkan tatapannya ke Yura yang terlihat diam saja. Tak ada sapaan darinya. Audy kembali mwnarik tatapannya ke Yoko yang masih tersenyum tipis.
"Kalian lagi ngomongin apa?" tanya Audy menyelidik yang sesaat mwmbuat Yura mengarahkan tatapannya ke Yoko.
"Ayah mau ngajak Yura untuk kerja di kantor ayah, dan Yura setuju."
Audy senang bukan main mendengarnya. Spontan saja Audy memeluk Yoko sembair mengucapkan tweima kasih, lantas memeluk Yura. Tanpa sepengetahuan Audu, Yura mengarahka tatapannya ke Yoko yang menatapnya seakan memperingatkan tentang ucapannya terakhir sebelum Audy sampai. Nisa yang menangkap kedua sorot mata itu langsung menarug curiga antara keduanya.