BAB 10

1553 Words
                Jordi bebas, itulah kabar terbaru di pagi hari yang harus diterima Audy saat sarapan berlangsung. Pengacara Adit yang selalu menangani semua hal menyangkut hukum di keluarganya, baru saja mengabarinya via telepon. Dan hal itu jelas saja membuat Audy kaget bukan main. Sendok dan garpu yang dia pegang dengan kedua tangannya, terlepas yang membuat semua orang kaget dan menoleh padanya, akibat suara dentuman sendok dan piring di atas piring. Audy terdiam, menatap ke semua orang lantas mencoba bersikap biasa saja, saat menyadari semua pasang mata tertuju padanya. Audy kembali mengambil sendok dan garpunya dan berpura-pura kembali menikmati makan paginya yang secara tiba-tiba terasa hambar.                 Audy tidak menyangka, lelaki yang pernah menyakitinya baik fisik mau pun mental kini bebas dari penjara. Masih teringat jelas sikap kasar Jordi dulu, hingga membuatnya tenggelam dalam ketakutan. Lelaki yang sempat dia terima kembali kehadirannya dan memaafkan semua yang dulu pernah dia lakukan dengan selingkuh bersama wanita lain, malah kembali dia khianati begitu saja. Dengan sengaja dia bekerja sama bersama sang ibu untuk menjebaknya. Dan hal itu membuat Audy tidak bisa terima lagi kehadirannya.                 Beruntung ada Rasya yang dengan sabar dan penuh aksih sayang, hadir mengembalikan rasa takutnya yang berlebihan. Jika saja tidak ada Rasya saat itu, mungkin saja Audy akan terus berada di dunia ketakutan tanpa tahu harus bagaimana cara ke luar. Rasya meraih tangannya, memeluknya erat hingga mencintainya tanpa batas. Walau hingga saat ini, Rasya belum juga mengikatnya di dalam pernikahan seperti yang dialami Ameliya dan Nisa yang sudah memiliki status jelas, dengan lelaki yang keduanya cintai.                 “Kamu baik-baik saja, Dy?” tanya Nisa yang tampak khawatir dengan kondisi Audy. Dia hanya diam saja. Sendok dan garpu yang dia pegang, hanya dia main-mainkan di nasinya. Audy mengarahkan tatapannya ke Nisa, mencoba untuk tersenyum lantas menggelengkan kepalanya pelan. Berusaha tetap baik-baik saja agar semua orang tidak khawatir padanya.                 “Dit, bukanya minggu depan dia ke luar, kenapa bisa secepat ini?” tanya Audy yang membuat Adit menghela napas pelan.                 “Dia dibebaskan dengan syarat, dan hukumannya memang sedikit dipersingkat.” Adit mencoba tetap tenang walau sebenarnya emosi sednag hadir di dadanya. Dia benar-benar geram mendapatkan kabar bahwa Jordi bebas dari penjara. Andai saja dia punya satu hal untuk kembali menjerat Jordi kembali ke dalam penjara, mungkin saja Adit akan melakukannya demi kenyamanan hidup Audy yang pastinya saat ini, merasa tidak tenang dengan kabar bebasnya lelaki itu.                 Audy kembali menundukkan kepala. Yura yang duduk di sampingnya, langsung menggenggam tangan Audy yang membuat wanita cantik berambut pendek sebahu itu menoleh padanya. Senyuman Yura berhasil menarik senyuman di bibir Audy. Dia tahu, Yura pasti ikut khawatir karenanya. Audy tidak ingin terus terbelit dengan urusan Jordi. Biar bagaimana pun saat ini dia punya Yura yang harus dia pikirkan kehidupannya. Kali ini dia berjuang bukan untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk Yura. Banyak hal yang harus dia siapkan untuk Yura, termasuk pekerjaan baru untuk sang adik agar tidak terus mengajarkannya untuk manja dan bergantung dengan orang lain. Entah itu dirinya, mau pun Adit yang sudah terlalu baik padanya dan juga sang adik dengan mengizinkannya menginap.                 “Kak Audy tenang saja, kan ada Aden di sini yang bakalan ngejagain kakak,” ucap Aden yang baru saja menyelesaikan sarapannya.                 Adit tertawa kecil mendengarnya, Nisa tersenyum simpul sedangkan Nina mencibirkan bibirnya mendengar ucapan Aden yang terkesan seperti jagoan itu. Keduanya memang selalu saja mengejek satu sama lain, walau pun Nisa sendiri sadar, hanya dengan cara itulah keduanya saling menunjukkan rasa sayang masing-masing.                 “Jagain diri sendiri aja abang gak bisa, mau sok jagain orang lain, ciah … hal yang mustahil,” ledek Nina sembari meraih segelas s**u miliknya, meneguknya beberapa kali lantas meletakkannya kembali ke tempat semula.                 “Gak usah bising, selama ini yang jagain kamu di sekolah siapa kalau bukan abang?” tanya Aden berusaha menyombongkan dirinya sendiri.                 “Kapan? Bukannya abang yang duluan kabur pas ada yang ngebully Nina?” Nina mencoba mengingatkan kejadian sebulan lalu, saat kakak kelasnya menghadangnya sepulang sekolah karena salah paham. Dan Adenlah yang langsung pergi seolah-olah tidak mengenalnya. “malah Kak Tiara yang nolongi Nina!”                 Aden mengusap kepala bagian belakangnya dengan rona kemerahan di kedua pipi. Dia diserang rasa malu yang luar biasa. Ditambah lagi saat Nisa, Adit, Audy dan Yura malah tertawa mendengarnya. Aden menatap sinis ke Nina yang berpura-pura tidak menyadari tatapannya saat itu. Nina malah tersenyum penuh kemenangan sembari membersihkan sisa makanan di bibirnya dengan kain yang tersedia.                 “Sudah, jangan bertengkar di depan makanan. Gak baik,” ucap Nisa yang selalu duduk di samping Nina setiap kali sarapan berlangsung. “Hari ini kamu ada les tambahan, Nina?”                 Nina menggelengkan kepala, “Gak ada, Kak, kenapa tuh?”                 “Kakak mau minta temenin kamu belanja bulanan hari ini, kamu bisa?” tanya Nisa lagi.                 “Gak boleh!” potong Adit sebelum Nina menjawab permintaan Nisa. Semua pasang mamta tertuju pada Adit saat itu. Termasuk Nisa yang tampak kaget mendengar penolakan Adit yang secara tiba-tiba. Adit membersihkan bibirnya dengan kain miliknya, lantas menatap Nisa yang berada di samping kanannya.                 “Kenapa, Dit? Kamu mau ngajak aku ke mana hari ini?” tanya Nisa yang masih terlihat bingung dengan penolakan sang suami yang baru kali ini terjadi. Lebih tepatnya terjadi kembali seperti dulu sebelum Alea masuk ke dalam penjara hingga saat ini, masih di dalam jeruji besi itu.                 “Kamu lagi hamil, dan kamu harus banyak istirahat di awal kehamilan kamu, Nis,” ucap Adit yang langsung membuat Nisa menghela napas panjang saat menyadri tujuan Adit melarangnya pergi. “kamu ingat kan apa kata dokter waktu itu, kamu harus istirahat. Kamu gak bisa seenaknya pergi gitu aja. Kamu harus di rumah sampai semester pertama kehamilan kamu terlewati.”                 “Tapi kan aku baik-baik aja, Dit. Aku sehat,” ucap Nisa mencoba menenangkan sang suami. “Lagian aku bosan kalau harus terus tinggal di rumah. Kamu kan tau, cuma dengan belanja aku bisa ke luar dari rumah. Selebihnya, aku lebih memilih di rumah aja, kan?” Nisa mencoba mengingatkan Adit tentang kebiasaannnya di rumah saja.                 Adit sebenarnya juga mengerti bahwa Nisa memang tidak pernah ke mana-mana selama ini. Dia hanya ke luar sekedar menyusulnya ke hotel, atau bertemu dengan Audy dan Ameliya di luar rumah. Selebihnya, Nisa hanya berada di rumah menjalankan usaha catheringannya untuk karyawan hotel yang memang dengan sengaja, dirancang Adit untuk bisa memberikan pelayanan makan siang di hotel agar karyawannya tidak ke luar dari hotel terlalu lama. Adit tahu, Nisa pasti bosan kalau terus berada di rumah seharian. Namun kondisi kehamilan Nisa yang sudah cukup lama dinantikan, membuat Adit kembali takut jika harus kehilangan seperti dulu. Adit tidak ingin keguguran yang terjadi pada Nisa, kembali terjadi lagi. Adit sebenarnya bukan takut kehilangan calon anaknya, melainkan dia takut kehilangan sosok Nisa yang pastinya akan kembali murung berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Dia tidak ingin hal itu kembali terjadi dalam pernikahannya.                   “Kalau apa, biar aku kawanin Kak Nisa, Bang,” ucap Ameliya yang langsung dijawab Adit dengan gelengan kepala. Kehamilan besar yang dialami Ameliya malah akan semakin memperparah keadaan. Menjaga dirinya sendiri saja sudah membuat Ameliya kesusahan, apa lagi harus menjaga Nisa. Jika Dimas mengetahuinya, Adit yakin Dimas tidak akan setuju dengan rencana Ameliya saat itu. Apa lagi jika sang mertua tahu, Adit pasti akan terkena masalah dari Doni yang selalu overprotective pada Ameliya semenjak kehamilan ketiganya itu.                 “Gak!” jawab Adit ketus. “Gak ada yang boleh pergi hari ini. Soal belanja bulanan, biar Mbok Sumi yang  belanja, kalian tidak boleh ke luar. Apa lagi kamu, Mel, gak boleh.”                 “Tapi, Dit, Mbok Sumi hari ini izin ke luar karena ada keluarganya menikah. Dia harus bantu-bantu di sana, dia kan sudah minta izin sama kamu dari beberapa hari lalu,” ucap Nisa mencoba mengingatkan Adit yang tampak lupa dengan izin yang sudah dia berikan.                 Adit semakin bingung. Mustahil dia meminta pembantunya yang lain untuk pergi meninggalkan rumah dan membelanjakan beberapa keperluan rumah tangga yang sudah hampir habis, mengingat yang lainnya harus membantu menyiapkan makan siang para karyawan hotel. Adit menghela napas, lantas meraih segelas s**u miliknya lalu meneguknya.                 “Biar Yura aja, Bang, yang belanja,” jawab Yura tiba-tiba yang membuat semua pasang mata tertuju padanya. Termasuk Audy yang tampak kaget dengan permintaan Yura untuk mengizinkannya menggantikan tugas Nisa.                 “Gak perlu, Kak, nanti sepulang sekolah biar aku dan Bang Aden yang belanja,” tolak Nina yang tidak ingin merepotkan Yura.                 “Aku gak bisa hari ini, Nina, aku kan ada Latihan basket,” jawab Aden yang semakin membuat Nina bingung bukan main.                 “Kalau begitu, Nina bisa nemanin Yura belanja entar siang?” tanya Adit yang langsung membuat Nina tersenyum simpul, begitu juga dengan Yura yang tampak senang karena mendengar dan menyadari, Adit percaya padanya.                 Nina mengangguk cepat, “Bisa, Bang, nanti sepulang sekolah Nina langsung balik ke rumah buat jemput Kak Yura. Gimana, Kak?” tanya Nina pada Yura yang langsung disetujui Yura dengan anggukan kepala.                 Audy benar-benar kaget mendengar permintaan Yura untuk mengizinkannya pergi. Yura yang biasanya paling males belanja apa lagi tentang keperluan rumah tangga, seolah berubah total. Dia tampak tulus melakukan tugas itu. Senyumannya yang masih terukir di bibirnya, membuat Audy semakin yakin bahwa Yura sudah berubah saat ini, tidak lagi seperti dulu saat Yura menolak manja semua permintaan Audy untuk berubah. Audy tersenyum tipis, kembali menyelesaikan sarapan nasi gorengnya yang masih tersisa, lantas kembali memikirkan tentang Jordi yang pastinya, akan kembali ke dalam hidupnya entah dengan cara apa.                 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD