BAB 3

1091 Words
        Nisa tersenyum lebar, kedua tangannya memegang kue menuju Adit yang sudah terlelap fi atas tempat tidur. Dia benar-benar bahagia hari ini. Bertahun-tahun menant moment ini, denga kembali membuat Adit tersenyum bahagia dengan kehamilannya, dan kali ini terjadi dis aat Adit berulang tahun. Nisa tidak menyangka, semua hasil pemeriksaan yang dia terima yang menyatakan bahwa dia tak mungkin lagi hamil karena keguguran yang dia alami bertahun-tahun, malah kini membuatnya tak percaya dengan semuanya. Rencana Allah memang begitu indah. Dan keindahan itu semakin bertambah saat menyadari, bahwa Adit selalu menepati janjinyauntui bersamanya melewati segalanya, Adit tak pernah meninggalkanya dengan kondisi terpuruk, akan kenyataan pahit itu.         Sesaat Nisa berdiri menatap sang suami yang tampak tertidur pulas, tertawa kecil, lantas menyalakan lampu di samping Adit. Lampu di bagian Adit menyala yang membuat lelaki itu terusik dan perlahan membuka matanya.         “Selamat ulang tahun, Sayang!!” seru Nisa yang membuat Adit tersipu malu. Perlahan Adit duduk, bersandar di kepala tempat tidur sembari menarik pelan tangan Nisa untuk duduk di sampingnya dengan tbuh, berhadapan dengannya. Nisa terus bernyanyi dengan suara dibuat-buat seperti anak kecil, yang membuat Adit tertawa melihatnya dengan perasaan haru bukan main.         “Tiup lilinnya, Sayang,” pinta Nisa yang sesaat membuat Adit menggenggam tangan Nisa yang tidai memegang kue, menatap Nisa penuh cinta yang membuat Nisa tersenyum melihatnya.         “Kita berdoa bersama?” tanya Adit yang langsung dijawab Nisa dengan anggukan kepala.         “Jangan lupa, minta apa yang ingin kamu minta, Sayang,” ucap Nisa yang langsung dijawab Adit dengan gelengan kepala. Nisa menatapnya bingung. “Kok malah ngegeleng?”         “Aku mau minta apa lagi, semuanya udah aku dapatkan,” jawab Adit. “Kamu, kerjaan yang semakin lumayan, dan semuanya. Semuanya udah aku dapatkan, Nis. Dan aku gak butuh apa pun lagi asalkan kamu ada di sini buat aku,” ucap Adit yang jelas saja membuat Nisa haru bukan main. Dia tahu, Adit sangat mencintainya. Sikap lembutnya tak pernah berubah dari awal keduanya menikah. Bahkan, sering kali Nisa merasa dirinyalah yang tidak sempurna buat Adit. Nisa selalu meminta Adit untuk meninggalkannya, dan Adit malah tetap bersamanya, mencoba meyakinkannya akanjalan bahagia yang mereka akan dapatkan di ujung jalan berliku.         “Anak?” tanya Nisa yang sesaat mengubah ekspresi Adit. Walau tidak terlalu terlihat, namun tampak jelas guratan kesedihan  di wajahnya. Adit sangat menginginkannya, dia sering meminta Amel untuk membawa Vano, anak dari Amel untuk datang ke rumah setiap kali dia tidak bekerja. Bermain bersama Vano bahkan hingga larut. Namun tetap saja, Adit tetaplah Adit, yang tidak akan mengeluh dan mengumbar kesedihannya akan hal yang tidak bisa dia dapatkan di hadapan Nisa.         “Sedikasihnya aja sama Allah, aku sudah tidak mengharapkannya lagi. Lagian, aku sudah punya kamu yang terkadang bisa jadi isteri, dan terkadang bisa jadi bayi yang lucu,” jawab Adit sembari mencubit pipi Nisa.         “Tapi aku mau kamu mendoakannya kali ini,” pinta Nisa manja.         Adit menggeleng, “Aku gak ingin menyakitimu dengan doa itu, Nisa,” ucap Adit yang kali ini kembali menatap Nisa sedih.         “Tapi aku mau, Dit, please,” pinta Nisa dengan nada suara manjanya yang selalu membuat Adit gemas bukan main.             “Sekali ini aja, oke?” tanya Adit yang dengan cepat dijawab Nisa dengan anggukan kepala. Nisa menutup matanya diiikuti Adit. Perlahan, Nisa membuka matanya lagi, meletakkan kue yang sejak tadi dipegang dengan tangan kirinya ke atas tempat tidur secara perlahan saat Adit mulai melantuntkan doa, lantas mengambil hasil testpack dari saku celananya. Nisa mengarahkannya ke hadapan Adit yang masih belum membuka mata.         “Dengarlah pinta kami, Ya Allah, kami hanya  berharap pada-Mu, kami hanya yakin pada-Mu. Berikanlah yang terbaik untu pernnikahan kami. Dan jika yang terbaik adalah kami menjalani pernikahan ini berdua, maka damaikanlah serta bahagiakanlah kami selalu, namun jika yang terbaik adalah dengan hadirnya keturunan, maka izinkanlah kami memilikinya. Dengarlah permintaan kami, Ammin Ya Rabbal alamin,” ucap Adt menyudahi doanya lanats perlahan membuka mata.         Nisa tersenyum di hadapannya, sedangkan Adit menatap bingng ke testpack di tangan Nisa. Adit meraihnya, melihat dua garis biru di tiga testpack sekaligus. Adit mengarahkan tatapannya ke NIsa, Nisa mengangguk seolah mengiyakan apa pun pertanyaan yang ada di kepala sang suami saat itu. Perlahan kedua mata Adit berembun dan rasa haru itu semakin menjadi-jadi, saat Nisa meraih tangan kanan Adit dan meletakkannya di perutnya.         “Doa kamu, dikabulkan langsung oleh Allah,” ucap Nisa yang membuat Adit menangis. Adit langsung memeluk Nisa, berulang kali mengucapkan syukur tiada henti yang berhasil menarik air mata NIsa jatuh membasahi kedua pipinya. Senyuman lebar hadir di bibir Adit, melepaskan Nisa dari pelukannya, lantas kembali mengarahkan tatapan ke perut Nisa sembari memegangnya. Tangannya gemetar, yang membuat Nisa tertawa melihatnya.         “Kamu gak bohongi aku kan, Nis?” tanya Adit yang masih takut jika semua itu, hanya tipuan di ulang tahunnya saja.         Nisa menggeleng, “Aku hanya dapat hasil dari tiga testpack yang aku pakai, aku belum periksa ke dokter jadi aku masih takut berharap tinggi. Tapi yang pasti, aku sudah tanya samaAmeiya dan Audy, dan Ameliya bilang, biasanya hasil testpack yang dia pakai selalu benar, apa lagi aku sudah pakai tiga sekaligus.”         “Besok, besok kita periksa ya, aku mau kita periksa besok!” seru Adit yang langsung memeluk Nisa kembali. Nisa mengangguk sembari tertawa. “Aku benar-benar bingung harus berkata apa, Nis. Ini benar-benar hadiah terbaik yang aku dapatkan di ulang tahunku.”         Nisa melepaskan pelukannya, memanyunkan bibirnya yang membuat Adit mengerutkan kening tanda bingung mendapati Nisa merajuk. Adit menyentuh kedua pipi Nisa.         “Ada apa, Sayang?” tanya Adit yang merasa, tidak mengatakan hal yang salah hingga membuat nisa marah padanya.         “Tadi kamu bilang, ini hadiah terbaik?” tanya Nisa yang langsung dijawab Adit dengan anggukan kepala. “Jadi aku? Bukannya selama ini kamu selalu bilang kalau aku adaalh hadiah terbaik dalam hidupmu, kenapa sekarang kamu malah bilang kayak tadi.” Nisa melipat kedua tangannya,s embari mengalihkan tatapannya ke arah lain berpura-pura merajuk. “Benar apa yang dibilang Ameliya, suami akan berubah saat memiliki anak. Dan kamu, belum juga anak kita lahir, kamu malah sudah berubah. Ya ya ya, aku akan dilupakan dan kamu akan mengutamakan anak kita.” Nisa menghela naaps kecewa yang malah membuat Adit tertawa mendengarnya.         Adit menarik kepala Nisa, ke dadanya, memeluknya erat, “Kamu tidak akan pernah tergantikan berapa banyak pun anak kita, Nisa. Kamu ada di hatiku yang terdalam, dan tak akan ada yang bsia menggantikanmu di tempat terbaik itu.”         Nisa tersenyum lebar, membalas pelukan Adit dengan pelukan erat dan suara manja, “Em … suamiku suka gombal!”         Adit tertawa mendengarnya, mendaratkan kecupan di puncak kepala Nisa sembari mengucapkan terima kasih berkali-kali.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD