Akhirnya Menyerah

1398 Words
Ringga masih berdiam diri di ruang pegawai. Ia masih syok keputusan Zafia putus darinya. Ringga merenung sendirian. “Ringga! Boleh aku masuk? Aku mau minta maaf, kalau gara-gara aku kamu jadi putus dengan pacar kamu,” tanya Vega dari balik pintu. Mendengar pertanyaan dari Vega, Ringga menutup kedua telinganya dan tidak menjawab pertanyaan dari Vega. Karena tidak ada jawaban dari Ringga, Vega kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama, ”Ringga, boleh gak aku masuk? Aku benar-benar ingin minta maaf,” tanya Vega lagi dengan sedikit teriak karena Vega mengira jika suaranya tidak terdengar oleh Ringga. Ringga semakin kesal dengan pertanyaan dari Vega, “Pergi kamu dari sini! Gara-gara kamu aku jadi putus dengan Zafia,” ucap Ringga. Aydin, Riko dan Herman tidak sengaja mendengar ucapan Ringga, mereka mengelus d**a dan menggelengkan kepalanya, “Kasihan Ringga, dia sepertinya tertekan karena diputuskan oleh Zafia,” ucap Aydin bersimpati, lalu ia kembali ke ruangannya. Sedangkan Riko hanya mengelus d**a sendiri karena kini rekan kerjanya sedang mengalami rasa sedih yang mendalam. Lalu Riko kembali melayani pelanggan yang datang.  Sedangkan Herman malah menghampiri ruang pegawai. Herman membuka pintu, “Ringga, kalau kamu mau aku siap menampung segala kesedihan kamu. Mau aku peluk dan aku kecup pipi kamu biar tenang?” tanya Herman menawarkan diri kepada Ringga. Mendengar ucapan Herman, Ringga membuka sepatunya dan melemparkan sepatu itu ke wajah Herman yang tersenyum  berharap Ringga mau di peluk dan di kecup olehnya. Bug! Sepatu Ringga dengan tepat mendarat di dahi Herman. “Aduh!” pekik Herman, sambil menghentakkan kakinya, “Kamu mah, sakit tahu! Ih gemesin deh, aku sedot tahu rasa kamu!” ucap Herman kesal. “Pergi gak! Aku tadi sudah hampir tenang loh! Gara-gara kamu aku bisa jadi gila ini!” ujar Ringga kesal. “Apa yang kamu lakukan ke aku itu, jahat!” ucap Herman dengan gerakan tubuh yang gemulai lalu meninggalkan ruang pegawai.  Setelah Herman pergi, Ringga bergidik, “Iiiih,” ujar Ringga geli. Setelah itu wajahnya kembali dingin setelah dari balik pintu yang terbuka cukup lebar ada sosok Vega yang sedang tersenyum ke arahnnya. “Haduh, dia lagi!” ucap Ringga menghela napas panjang. “Ringga!” panggil Vega pelan. “Pergi kamu dari sini! Jangan ganggu aku lagi!” sentak Ringga kepada Vega. Mendengar suara Ringga yang benar-benar kesal, Vega menutup kedua telinganya karena kencang suara Ringga. Aydin menghampiri Ringga, “Kamu, boleh sedih, tapi jangan teriak-teriak seperti tadi. Kamu menakuti pelanggan yang sedang makan,” ujar Aydin.  Ringga yang terkejut melihat kehadiran Aydin yang membuka pintu ruang pegawai, seketika langsung berdiri dan menunduk merasa bersalah, “Baik, Pak. Maafkan saya, Pak,” ujar Ringga. “Bagus kalau kamu segera menyadari kalau kamu salah. Baru diputuskan wanita saja sedihnya berlebihan. Aku kalau di putusin santai saja,” ujar Aydin sambil berlalu dari pintu ruang pegawai. Mendengar ucapan Aydin, Ringga mencibir, “Kapan diputusinnya? Pak Aydin pacaran saja belum pernah. Haduh!” ucap Ringga pelan. “Aku lebih baik kerja lagi biar pikiran sedihku teralihkan jika sibuk terus,” ujar Ringga, lalu keluar dari ruangan ganti dan melanjutkan pekerjaannya. Vega selalu mengikuti kemanapun Ringga melangkah. Sebagai hantu, Vega pantang menyerah untuk mendapatkan perhatian dan interaksi dari Ringga. Namun, Ringga sebisa mungkin menghindari dan tidak meladeni para hantu yang bergentayangan. Karena kesal selalu di acuhkan oleh Ringga, Vega akhirnya berdiam diri di dapur. “Ringga benar-benar marah kepadaku,” ujar Vega berdiri di depan kompor sambil menepuk kompor tersebut dan tidak sengaja tangan Vega memutar pemantik kompor, dan kompor menyala. Chef Nata yang sedang mempersiapkan sayuran dibuat terkejut dengan kompor yang menyala sendiri. Tidak hanya chef Nata, Riko yang sedang merapikan dapur juga terkejut melihat kompor menyala sendiri. Vega lalu berjalan menuju meja yang terdapat blender di sana, “Seharusnya aku tidak ikut-ikutan mengganggu Ringga dan pacarnya tadi. Ah, aku ini suka ikut campur urusan orang lain sih!” ujar Vega kesal sendiri sambil menepuk bagian bawah blender. Sehingga membuat blender menyala. Melihat blender kosong yang menyala sendiri, Irfan yang baru saja keluar dari ruangan pendingin jadi terkejut, chef Nata dan Riko juga terkejut melihat blender menyala sendiri. Mereka saling menatap bingung sambil terdiam, lalu Vega kembali berjalan mendekati ruang pendingin. “Kalau aku ikut campur urusannya Ringga, aku pasti akan kena marah dan Ringga semakin tidak mau berinteraksi denganku. Maka mulai sekarang aku akan diam dan membiarkan Ringga menyelesaikan pekerjaannya. Nah, itu ide yang bagus,” ujar Vega memuji dirinya sendiri, “ini pintu ruang pendingin kok masih terbuka? Hawa dinginnya menusuk tulangku,” ujar Vega, lalu tangannya menutup pintu dengan kencang. Membuat Irfan, chef Nata, Riko dan Irfan terkejut, lalu mereka berteriak ketakutan. “Aaaaaaa!” teriak ketiganya kompak dan berlari keluar dapur. Mendengar teriakan mereka bertiga, Vega yang berdiri di depan ruang pendingin terkejut dan hanya menyaksikan mereka bertiga berlari sambil kebingungan. “Ada apaan sih? Kok mereka teriaknya kompak banget?” tanya Vega bingung. Ringga dan pegawai lainnya termasuk Aydin menghampiri mereka bertiga yang berkumpul di area luar dapur sambil melihat ke arah dapur. “Ada apa?” tanya Aydin. “I ... itu di dapur ada hantunya,” ujar Chef Nata. Mendengar ucapan chef Nata, Ringga terkejut lalu bertanya ke chef Nata, “Hantu? Kamu lihat hantunya?” tanya Ringga penasaran, apakah mungkin jika Vega bisa menunjukkan dirinya sebagai hantu? “Memangnya aku cenayang yang bisa lihat hantu? Tidak! Aku tidak melihatnya, tapi kompor menyala sendiri, blender menyala sendiri dan pintu ruangan itu tertutup sendiri,” papar chef Nata. Mendengarkan penjelasan Chef Nata, semua pegawai ketakutan, Aydin juga menelan salivanya karena melihat sendiri kompor dan blender yang masih menyala sendiri, tidak mungkin Chef Nata bergurau mengenai ini. Ringga melihat Vega berdiri di depan ruangan pendingin sambil tersenyum ke arahnya dan melambaikan tangannya. ‘Huft! Pasti gara-gara dia lagi,’ ucap Ringga dalam hatinya. Ringga memasuki dapur dan mematikan kompor, mematikan blender dan menuju ruangan pendingin. Semua pegawai yang ketakutan menyaksikan Ringga dengan berani mematikan kompor dan blender. “Sudah selesai. Aku rasa ini hanya kesalahan dari mesin blender dan pemantik kompornya saja yang bermasalah, dan pintu ruang pendingin ini terkadang memang suka tertutup sendiri, mungkin karena engselnya sudah mulai rusak,” ucap Ringga, berusaha membuat mereka tidak ketakutan lagi. Semua orang saling pandang setelah mendengar penjelasan Ringga. Mereka ragu tapi bisa saja penjelasan Ringga benar, peralatannya yang mulai usang. “Sudah, sudah. Kita semua kembali bekerja! Ini hanya masalah peralatan yang sudah mulai usang  saja,” ujar Ringga sekali lagi.  “Benar apa yang Ringga jelaskan. Ini hanya peralatan yang sudah usang saja, ayo kembali kerja!” ujar Aydin membuat para pegawai mulai membubarkan diri dan melanjutkan pekerjaannya masing-masing. Setelah melihat semua pegawai sudah kembali normal, Ringga menatap Vega yang kini berdiri di belakang Ringga, “Kamu ikut aku ke ruang pegawai!” ucap Ringga dengan tatapan mata yang tajam. Mendengar ucapan Ringga dan melihat tatapannya yang menunjukkan rasa kesalnya, Vega mengangguk pelan dan mengikuti langkah Ringga. “Ringga kok kelihatan marah kepadaku? Padahal aku tidak berbuat apa-apa tadi, hanya berdiri di depan ruangan pendingin saja,” pikir Vega dalam hatinya. Sesampainya di ruang pegawai, Ringga menyuruh Vega duduk, lalu ia menutup pintu ruangan. Ringga berdiri di hadapan Vega, “Dengar, sudah cukup kamu berbuat jahil untuk menakut-nakuti teman-temanku di sini,” ucap Ringga. Vega mengerutkan dahinya, “Aku tidak berbuat apa-apa,” protes Vega. “Ssstt! Diamlah, biarkan aku menyelesaikan ucapanku,” ujar Ringga, lalu Vega mengangguk. “Dengar! Aku tidak mau kehilangan pekerjaan ini karena kamu. Cukup kamu membuatku dimarahi orang di bus, lalu membuat aku diputuskan oleh pacarku, jangan membuat aku tambah sial hari ini. Jadi mau kamu itu apa?” tanya Ringga sambil menyilangkan kedua tangan di dadanya. Mendengar pertanyaan dari Ringga, dengan semangat Vega mengungkapkan keinginannya, “Aku mau kamu menerimaku sebagai teman dan izinkan aku terus mengikuti kamu. Karena Cuma kamu yang bisa melihat aku. Aku bahkan tidak tahu siapa diriku sebenarnya, maka izinkan aku ikut dengan kamu. Ajari aku menjadi hantu yang baik dan benar,” ucap Vega dengan wajah yang memelas. Melihat wajah yang memelas seperti itu, dan mendengar ucapan Vega, rasa iba menguasai hatinya. Ringga menghela napas panjang. “Oke. Baiklah, kamu boleh ikuti aku, tapi kamu tunggu di sini sampai aku pulang kerja nanti. Jangan keluar apalagi menakut-nakuti orang di luar sana. Mengerti?” tanya Ringga. Mendengar ucapan Ringga, membuat Vega tersenyum lebar dan segera mengangguk mengerti ucapan Ringga. “Bagus! Aku akan kembali bekerja,” ucap Ringga, lalu keluar meninggalkan Vega sendirian di ruang pegawai. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD