Sejak kepergian mommy yang begitu ia cintai Arka memulai dirinya menjadi seorang yang berbeda. Ia enggan dipanggil dengan nama Fandy, ia yang dikenal sebagai anak ceria dan baik hati kini berubah menjadi kaku, pendiam, dingin dan cuek. Semakin bertambahnya usia Arka semakin mudah menarik perhatian wanita karena ketampanan yang ia miliki namun, rasa kehilangan mommy-nya sebagai wanita yang paling ia cintai masih membekas dipikirannya sehingga ia enggan untuk membuka hatinya untuk seorang wanita, ia sering memainkan perasaan para wanita yang dekat dengannya hingga cap seorang playboy begitu melekat di dirinya.
Kini, ia duduk di kelas 12 SMA dan sebentar lagi ia akan menjalani ujian kelulusan. Dan selain masalah ujian yang akan ia tempu Arka masih terus memikirkan sikap Daddynya. Selama setahun belakangan ini, sikap William yang berubah semakin membuat Arka curiga. Daddy-nya itu semenjak kematian Mommy-nya benar-benar berperan sebagai ibu dan ayah untuk Arka dan Dara dengan baik mendadak berubah. William sering pulang malam dan yang parahnya William pernah pulang bersama wanita lalu membawanya masuk kedalam kamar. Apa itu pantas di lihatnya oleh seorang anak yang baru berusia 17 tahun?
Satu hal yang membuat Arka semakin tercengang, pagi ini William mengatakan ingin menikah lagi. Tentu saja Arka langsung menolaknya mentah-mentah apalagi kalau daddynya akan menikahi wanita yang sering ia bawa pulang kerumah dan karena kehamilan wanita itu. Dimana akal sehat daddynya ini Bahkan Arka saja tak yakin anak itu adalah anak Daddynya karena wanita itu terlihat seperti wanita ‘jalang’.
Arka terduduk di pojokan kantin sekolahnya sambil menyerumput es teh manis. Suasana kantin saat ini memang tak terlalu ramai karena belum memasuki jam istirahat yang masih sekitar 20 menit lagi. Lagi-lagi Arka mendapat teguran dari guru Ekonominya dan menyuruhnya keluar. Ya, semua hanya karena Arka melamun di kelas, rasanya kepalanya begitu pening memikirkan semua masalah yang ada di hadapanya. Kenapa di usaianya yang baru 17 tahun lagi-lagi ia harus mendapatkan sebuah masalah?
“Hoi!” seru seseorang sambil menepuk pundak Arka. Ia nyaris memuncratkan es teh manis yang ada di mulutnya ini.
“Sialan lo, Fan!” erang Arka.
Pria berambut hitam cepak sembari menggunakan seragam putih abu-abu yang sama dengan Arka langsung menduduki kursi kosong yang ada di hadapan Arka. Ia meletakan buku paket Biologi dan jas labnya di atas meja. Ya itu Fandy, juniornya yang terpaut usia satu tahun. Fandy dan Arka bertemu karena kesamaan hobi yaitu pencak silat.
“Kenapa lagi lo?” goda Fandy, “Di usir dari kelas? Gila dalam seminggu ini gue perhatiin lo udah 2 kali di ursir dari kelas dan empat kali di hukum karena lo telat.”
“Emang kutu kupret tuh Betty La Vea!” erang Arka, “Gue ngelamun sebentar doang di kelas disuruh keluar. Mana pake acara diceramain pula. Nenek-nenek mah ribet!”
“Untungnya... di kelas IPA gurunya nggak killer-killer banget semacam si Betty itu,” sahut Fandy, “Ditambah lagi cewek-cewek IPA nggak genit kaya cewek-cewek IPS. Surga lo jadi anak IPA.”
“Kok lo udah keluar?” tanya Arka mengalihkan pembicaraan mereka, “Kan belum istirahat.”
“Bu cantik lagi berbaik hati,” sahut Fandy acuh, “Jadi praktikumnya di cepetin deh.”
“Oh,”
“Muka lo kok kusut si, Ar?” Fandy nampak curiga, “Lagi ada masalah lagi?”
Mendadak pandangan Arka menjadi redup, apakah ia harus menceritakan masalah Daddy-nya ini dengan Fandy? “Biasa Bokap.”
“Kenapa lagi?”
“Pulang malam bawa cewek ke rumah.” Arka mendesah kasar, “Patas nggak menurut lo? Gue masih 17 tahun men, dan lo tahu kan Dara masih kecil? Gimana pendapat lo kalau dia tahu tentang kelakuan bokap bersama wanita itu?”
“Masa si?” Fandy nampak tak percaya dengan ucapan Arka, “Bokap lo kan, bokap idaman... masa iya sampai bawa cewek gitu ke rumah? Wah parah.”
“Gue nggak siap untuk tinggal sama ibu tiri,” gumam Arka, “Nggak ada yang bisa gantiin Mommy gue.”
“Tapi...”
“Apa?” sahut Arka, “Gue nggak mau punya ibu tiri.”
“Ibu tiri?” Fandy nampak bingung, “Tunggu, jadi maksud lo? Bokap...”
“Daddy gue mau nikah lagi,” ujar Arka datar, “Sama wanita yang... sering dia bawa ke rumah.”
“Lo serius?”
Arka mengangguk, sedangkan Fandy hanya tercengang. Bersahabat dengan Arka hampir satu tahun belakangan ini membuat Fandy sadar bawah ia jauh lebih beruntung dari Arka. Memang dari finasial ia berbanding jauh dari Arka namun masalah kasih sayang dan kehangatan keluarga? Ia juaranya.
######
Kana terpaksa pulang lebih awal dari jadwal nongkrong-nya. Ia memutuskan untuk tidak pulang bersama Dana. Pasti, jika Dana tahu ia habis menangis Kakaknya itu akan menceramahinya panjang lebar. Sambil menumpang sebuah taksi, Kana masih berusaha menenangkan dirinya yang sedang kalut ini. Ia benar-benar terguncang saat ini. Entah ini mimpi atau nyata dalam hatinya Kana selalu berdoa semuanya hanya mimpi. Tidak, pangeran impiannya harus menjadi milikknya bukan milik orang lain.
“Neng, ini kita mau kemana ya?” tanya supri taksi membuat Kana tersentak bawah semuanya adalah sebuah kenyataan.
“Jalan aja terus, Pak,” sahut Kana.
“Tapi, kita udah dua kali muter-muter disini, Neng,” ujar supir itu, “Neng emang tujuannya mau kemana?”
Kana terdiam sejenak, pikiriannya mulai berkerja keras. Kemana ia harus melarikan diri? Pergi ke rumah Billy? Mana mungkin apa kata orang seorang pria single dan wanita single tinggal satu atap? Pergi ke rumah Fauzan? Apa kabarnya dengan istrinya yang jutek? Atau ke rumah Ale? Tapi bagaimana suaminya kan Nico temannya Dana yang akan melapor keberadaan Kana?
Jari jemari lentik Kana mulai mengetik sebuah nomor telfon, sedetik kemudian sambungan telfon dari ponsel Kana mulai tersambung.
“Halo, Na? Kenapa?”
“Thalia!” seru Kana riang, “Lo lagi dimana?”
“Di studio ni, gue masih ada satu sesi pemotretan,” sahut Thalia, “Kenapa emangnya?”
“Lo sibuk nggak malam ini?”
“Nggak juga si,” jawab Thalia acuh, “Kenapa si Baby Kana? Tumben banget lo nanyain gue sibuk atau nggak.”
“Kita ketemuan yuk?” tawar Kana.
“Dimana?”
“Diskotik,” ujar Kana ragu, “Gue mau cobain apa rasanya ngedugem.”
Thalia tertawa keras. “Apa? Diskotik? Dugem? Angin apa lo ke tempat begituan?”
“Thalia!” erang Kana, “Gue hanya mau berubah sedikit gaya gue menjadi orang dewasa. Di antara kita berlima cuman gue yang nggak pernah menyicipi rasanya dugem itu kaya gimana. Gue cape di cap anak kecil terus!”
“Lo kan dari dulu anti sama tempat gituan, kenapa jadi mau kesana?” tanya Thalia sakartis, “Lo nggak salah minum obat kan, Na?”
“Gue serius, Thal!” Kana nampak gemas, “Pokoknya, gua mau ke diskotik dan lo harus nemenin gue ngedugem sama minum malam ini!”
“Gila lo!” teriak Thalia, “Lo ngapain mau minum ha? Lo nggak pernah minum jangan coba-coba minum, Na. Alkohol itu gak baik. Gue aja taubat nggak mau menyentuh minuman itu lagi. Sayang diri lo, Na. Lo tuh dokter, lo harusnya tahu dong bahayanya minuman berakohol itu kaya apa.”
“Gue tunggu pokoknya di daerah Kemang!” dan akhirnya Kana memutuskan telfonnya dengan Thalia. Kenapa semua orang selalu memengangapnya anak kecil dan bocah ingusan?
“Neng, jadi kita ke—”
“Kemang, Pak!” tuas Kana, “Kita ke tempat hiburan malamnya ya.”
#####
Arka memacuh Range Rover hitamnya membelah jalanan ibu kota yang lumanyan sepi ini karena masih susana weekend. Pikiriannya benar-benar kacau saat ini, tiga tahun kepergiaannya ke Inggris maksud hatinya kembali hanya untuk memperbaiki semua kesalahan dimasa lalu dengan Eliza malah sebuah pengkhiantan yang ia terima. Ia tahu, di masa lalu ia sering menyakit wanita bahkan bermain api di belakang Eliza tapi kenapa justru karma yang ia dapatkan sangat menyakitkan?
Fandy, yang ia anggap seperti keluarganya sendiri bahkan ia selalu mengatakan bahwa Fandy adalah sahabat seumur hidupnya begitu tega mengkhianati dirinya. Mungkin hanya kepada Fandylah Arka bercerita betapa ia mencinta Eliza, tapi semua keadaan kini berbalik. Fandy justru kini mengkhianti semuanya.
Tiba-tiba Range Rover yang Arka kendarai berhenti di sebuah club malam di bilangan Kemang. Buru-buru Arka mematikan mesin mobilnya dan turun. Dengan langkah cepat Arka langsung memasuk club malam alias diskotik ini. Beberapa pria bertubuh atletis mulai menghampirinya untuk memeriksanya apakah ia membawa benda tajam atau mungkin seorang polisi yang menyamar.
Setelah selesai memeriksa tubuhnya Arka mulai memasuki club malam ini, bau asap rokok, alunan musik yang membuat gendrang telinga ingin pecah dan seorang wanita seksi langsung menyambut kedatangan Arka. Wanita ini tak segan-segan menarik kerah kemeja Arka lalu mengoda Arka dengan kata-kata nakalnya. Yang sangat gila, wanita seksi itu ngin mencium Arka. Buru-buru Arka menghindar dari kejar wanita itu, kini Arka mengalihkan langkahnya ke arah meja Bar yang ada di club malam ini.
“Mau pesan apa, Pak?” sambut seorang bartender saat Arka menduduki kursi kosong di samping seorang wanita pendek berambut cokelat tua.
“Wisky ya, satu!” tuas Arka. Bartender itu dengan cekatan menyipkan sloki dan sebotol Wisky pesan Arka. Arka mulai menuangkan sedikt demi sedikit Wisky itu ke dalam sloki miliknya.
“AKU BENCI KAMU, KAK!” teriak wanita yang berada di samping Arka histeris. Arka yang semula ingin menegak Wisky yang dalam sloki miliknya langsung mengurungkan niatnya itu.
Arka memandangi wanita berambut cokelat tua ini dalam kebisuhan. Wanita mungil bahkan Arka tak yakin dia adalah seorang yang sudah berusia lebih dari 17 tahun, ia mirip seperti anak usia SMP atau SMA. Wanita itu sudah menghabiskan setengah botol minuman miliknya, rasa heran dan penasaran benar-benar menghampiri pikiran Arka. Masa iya anak usia belasan di perbolehkan masuk ke club malam? Bagimana perasaan orang tuanya kalau mereka tahu anak sekecil ini dengan masa depan yang begitu cerah menghabiskan waktunya di club malam seperti ini?
Wanita ini kembali menuangkan minumanya di sloki miliknya, lalu ia menengaknya hingga habis. “KENAPA KAKAK NINGGALIN AKU?! KENAPA KAKAK JAHAT! KENAPA KAKAK NINGGALIN AKU DAN KAKAK HARUS MENIKAH SAMA WANITA LAIN? APA YANG KURANG DARI DIRIKU HA?! MANA JANJI KAKAK DULU YANG BILANG AKAN SELALU DI SAMPING AKU?! OMONG KOSONG!”
Bartender hanya mampu mengeleng-gelengkan kepalanya melihat sikap wanita ini. ia berteriak-teriak membuat wanita ini semakin mirip seorang anak kecil. Wanita itu mulai menangis sekarang lalu ia meracau tak karuan.
“PAPA, AYAH, KENAPA AKU HIDUP DI DUNIA INI, DUNIA INI TAK PERNAH ADIL DENGANKU?!” racau wanita ini, “KENAPA TUHAN ITU JAHAT DENGANKU? AKU SUDAH KEHILANGAN KALIAN BERDUA SECARA BERTUBI-TUBI, KENAPA KINI AKU HARUS KEHILANGAN PRIA YANG AKU CINTAI LAGI?! APA DOSAKU SAMPAI AKU SEPERTI INI?”
Kini wanita ini memukul-mukul dadanya dengan keras, ia masih menangis nampak seperti orang gila. Beberapa yang duduk di atas meja Bar memandangi wanita ini dengan tatapan penuh tanya, bahkan ada yang berbisik membicarakan wanita ini karena sikapnya nampak seperti anak-anak. Apa dia mabuk berat ya?
“Dia kenapa si, Mas?” tanya Arka dengan Bartenderini.
“Nggak tahu saya,” sahut Bartender ,“Dia tadi datang-datang sendirian, lalu ia menangis sambil memesan minuman.”
“Masih kaya anak-anak,” ujar Arka datar, “Tapi kok dia malah main ke club malam begini ya?
“Ya, Pak... anak jaman sekarang mah begitu,” pelayan ini mengeleng-gelengkan kepalanya, “Masih kecil sok-sokan pergi dugem. Padahal mereka masih punya masa depan yang cerah daripada mereka harus pergi ke tempat seperti ini?”
“Apa ya kata orang tuanya kalau tahu tingkah laku anak mereka seperti ini?”
“Mungkin dia anak broken home atau kekurangan kasih sayang kali, Pak,” sahut Bartender ini acuh, “Biasa... anak yang suka cari perhatian.”
“PAPA, AYAH ANA CAPE!” teriak wanita ini membuat pecakapan antara Arka dan Bartender ini terhenti. Tiba-tiba tubuh mungilnya ambruk di atas meja bar ini. Buru-buru Arka menahan tubuh wanita ini agar ia tak jauh dari tempat duduknya.
“Yah, dia malah pingsan!” gerutu Bartender, “Pak, jangan di apa-apain, masih kecil.”
Arka tersenyum dengan pelayan ini. “Saya bukan tipe orang yang mencari kesempatan dalam kesempitan. Dan saya nggak level main sama anak-anak bau kencur begini.”
Mendengar ucapan Arka Bartender itu bergegas meninggalkan Arka dan wanita ini. Dengan insiatif Arka, ia langsung mengedong wanita mungil ini dan membawanya keluar dari dalam club ini tak lupa Arka membawa semua barang-barang milik wanita ini seperti Sling Bag merek Gucci dan ponsel berukuran lima setengah inci yang tergeletak diatas meja bar. Arka sukses menjadi pusat perhatian karena ia mengedong wanita ini ala piggie hug yang terlihat mengemaskan ala drama Korea yang sedang booming. Tapi satu hal yang membuat Arka bingung saat ini. Ia harus membawa wanita ini kemana? Pulang ke rumahnya? Apa kata Daddy-nya nanti? Pulang ke rumah wanita ini? Bahkan ia saja tak tahun siapa wanita ini.
*****