Keping - 3 - Pernikahan

3171 Words
Pernikahan itu akhirnya terlaksana. Tiga bulan setelah pertemuan mereka, kedua keluarga langsung mempersiapkan semuanya dengan cepat. Hanya pernikahan sederhana yang dihadiri oleh keluarga dekat saja. Itu permintaan dari kedua mempelai. Mereka hanya bisa mengikutinya, sebenarnya mereka ingin pernikahan mewah nan megah bagaikan dongeng satu malam, karena mereka ingin mengundang para kolega bisnis mereka. Namun, semua itu langsung ditolak oleh kedua mempelai. Jadi, mereka hanya bisa menghargai keputusan itu. Seharusnya, kedua mempelai hari ini terlihat sangat bahagia. Namun, tidak untuk sang mempelai pria. Sedari acara selesai, wajah pria itu terus ditekuk masam. Jarang ia menunjukkan senyumannya jika tak ada orang yang menghampiri dirinya. Ia hanya akan tersenyum jika ada tamu yang mendekatinya dan memberikan kata selamat untuknya. Hanya senyuman tipis. Tak lebih. Mata tajam pria itu tertuju kepada seorang gadis yang kini telah resmi menjadi istrinya. Ah ... istri. Ya, kini dia bukan lagi seorang pria bebas. Ada ikatan sakral yang mengikat dirinya dan gadis itu. Tak dapat ia pungkiri memang bahwa gadis itu cantik. Sangat cantik malah. Dalam balutan gaun pernikahan mereka yang berwarna cream, gadis itu terlihat sangat bersinar. Kulitnya yang putih bak porselen sangat indah dibawah pancaran cahaya malam yang tamaran. Lalu, ia melihat gadis itu tertawa bersama keluarga besarnya. Matanya menyipit, gigi putihnya yang bersih terjejer rapi. Dibalik kekurangannya yang tak bisa melihat, ia memiliki kesempurnaan yang ingin dimiliki seorang wanita. Mungkin faktor gen juga sangat kental dalam diri gadis itu. Ayah dari gadis itu keturunan luar negeri, jadi tak heran jika Shennina memiliki paras yang rupawan. "Woi! Diam-diam ternyata perhatiin istri juga, ya? Sabar, bos! Bentar lagi juga masuk kamar," ucap salah seorang sahabatnya. "Gue akuin, Ya. Lu gak pernah salah milih cewek! Gilaaa, cantik banget cuy istri lu," lanjutnya. "Berisik, Yan!" ucap Arya dengan kesal. Sahabatnya—Artarian Atmaja—kini tengah menatapnya dengan tatapan yang menggoda. "Alah, lu jangan begitu, bro ... ini hari pernikahan lu, harusnya lu tampilin ke semua orang kalau lu itu bahagia sekarang. Bukannya malah mendem di sini sendirian minum-minum gak jelas, lu harus gabung sama keluarga lu yang lain,"  ucap pria yang biasa dipanggil Rian itu. "Gimana perasaan istri lu itu, bro? Lihat tuh, dia sendirian aja, padahal kalin penganten baru, harusnya deket berduaan terus, lah ini ... jauh-jauhan udah kayak medan magnet yang sama aja," lanjutnya. Arya menyesap sampanye yang ada di dalam gelas sampai tandas. Lalu, tangannya menggenggam dengan erat batang gelas itu. Matanya terus menatap tajam ke arah gadis yang tampak terlihat sangat senang di sana. Di sini, ia menderita dan tak bahagia akan pernikahan ini. Namun, gadis itu sangat berbeda. Senyuman dan tawa tak pernah luntur dari wajahnya. Gadis itu berhasil mendapatkan kebahagiaannya dengan cara menikah dengannya. Karena tak tahan melihatnya, Arya pun bangkit dari duduknya dan berjalan pergi. Rian langsung mengikuti sahabatnya itu. "Woi, lu mau kemana sih, Ya? Ini pernikahan lu, tapi kenapa sih lu tuh malah pergi?" ucap Rian seraya menyamakan langkahnya dengan langkah Arya. "Lu jangan ikut campur urusan gue, Yan!" Arya melirik dengan tatapannya yang tajam kepada Rian. Sampai membuat sahabatnya itu menggelengkan kepalanya melihat kelakuannya kini. "Apa kata mereka kalau lu pergi gitu aja, hah? Lu mau ketauan banget ya kalau lu itu terpaksa menikahi Sheninna?"  "Gue gak peduli, Rian! Biarin mereka semua tahu kalau gue emang gak mau pernikahan ini terjadi. Semua ini karena nyokap gue, kalau dia gak maksa, pasti gue gak akan terikat sama cewek ca-cat kayak dia!"  Rian langsung mencekal tangan sahabatnya itu hingga mereka berhenti sejenak. "Omongan lu tuh jahat banget, kalau sampai istri lu denger, dia pasti sakit hati." Arya mengangkat sebelah alisnya mendengar ucapan Rian. "Udah gue bilang kan. Gue gak ... peduli," jawabnya dengan nada penuh penekanan di akhir. "Udah, lu jangan ngikutin gue, gue mau pergi sendirian." Rian pun hanya bisa mengidikkan bahunya melihat sang sahabat yang berjalan semakin menjauh dari tempatnya berdiri. Arya adalah tipe pria yang keras kepala. Dia sulit sekali untuk dinasehati. Tetapi walaupun begitu, ia adalah sahabat baik dirinya sudah dari lama, mungkin 15 tahun lebih. Dan sampai sekarang pun, hubungan sahabat antara mereka tak pernah putus. ••••• Tak terasa, langkah Arya kini sudah sampai ke tepian jalan raya yang tampak ramai dilintasi oleh kendaraan mulai dari kendaraan roda dua ataupun roda empat. Arya benar-benar tak tahu ingin pergi kemana, yang ia inginkan hanyalah menjauh dari keramaian tempat dimana pernikahannya sedang dilaksanakan. Ia sangat breng-sek, bukan? Meninggalkan pengantin wanita sendirian dihari pernikahan mereka. Sedangkan dirinya saja entah tak tahu ingin pergi kemana. Tiba-tiba saja bayangan sang mantan muncul di benaknya. Arya memilih untuk duduk di undakan trotoar. Menyugar rambutnya sejenak, sebelum akhirnya ia menghela napasnya dengan berat. Diandra. Ya, wanita itu sama sekali belum bisa ia lupakan. Kebersamaan mereka selama ini yang sudah mereka lalui rasanya sangat sulit untuk dihilangkan dari benaknya. Arya masih tak bisa menerima bahwa Diandra sudah menduakan cintanya. Wanita itu dengan teganya berselingkuh dengan lawan mainnya di film perdana yang ia bintangi.  "Argh!" Arya menggeram kesal. Setelah putus dengan Diandra, kini ia harus hidup bersama gadis ca-cat yang sama sekali tak ia inginkan untuk dijadikan istri. Arya melakukan itu semua karena terpaksa. Permintaan ibunya lah yang mmebuatnya sampai sejauh ini. Masih teringat jelas saat ia dan Shennina mengucapkan janji pernikahan di depan pendeta dan juga semua tamu undangan. Dengan lantang dan tegas ia mengucapkannya tanpa berbelit sedikit pun. Berbeda dengan gadis itu, ia tampak gugup, bahkan beberapa kali cara bicaranya seperti tak lancar. Arya akui, Shennina memanglah gadis yang sopan dan baik. Dari carany berjalan, bertutur kata, dan berperilaku sudah dapat dilihat bahwa gadis itu memiliki attitude yang tak perlu diragukan lagi. Lalu, otaknya kini memutar kejadian tadi, saat ia dan Shennina selesai mengucapkan janji pernikahan. Ya, dirinya disuruh untuk mencium mempelai wanita. Arya pun tak bisa mengelaknya. Apalagi setelah melihat tangis haru dari ibunya dan juga adiknya. Tak mungkin ia menolak itu di hadapan semua orang. Bisa-bisa nama besar keluarganya dipertaruhkan di sana. Akhirnya, dengan enggan ... Arya pun mencium bibir gadis yang sudah resmi menjadi istrinya itu.  Satu hal yang Arya rasakan saat bibirny menempel dengan bibir gadis itu. Manis. Bibir Shennina juga memiliki terkstur yang penuh dan lembut. Terasa sangat penuh saat berciuman. Ah ... Arya apa yang kau pikirkan saat ini? Kau pikir bibir gadis itu seperti makanan? Tetapi, Arya akui memang gadis itu tak pandai dalam berciuman. Tidak seperti mantannya Diandra. Gadis itu sangat kaku. Bahkan, ia juga terlihat tak nyaman saat mereka berdua berciuman. Drrrttt ... drrrttt Getaran dari ponsel yang berada di dalam saku celananya membuat Arya tersadar dari lamunan. Ia pun mengambil ponselnya dengan cepat, lalu melihat layar dimana sudah terpampang nama ibunya di sana. Menghela napasny sejenak, ia pun mengangkat telepon itu sebelum mendapatkan omelan dari sang ibu karena terlalu lama mengangkatnya. "Hal—" "Kamu dimana, Ya?! Astaga ... ini jam berapa? Kenapa kamu nggak ada di sini? Keluarga semua sudah mau pulang dan kamu malah pergi gak tau kemana! Cepat kembali!" Arya sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga saat mendengar ucapan ibunya yang marah-marah kepadanya. Ia memejamkan matanya mendapat semburan dari ibunya itu. "Iya ... iya, ini juga mau ke sana lagi," ucap Arya pada akhirnya. Ia sedang malas untuk membantah ucapan ibunya. Lebih baik ia menurut saja. "Cepetan Arya! Tega-teganya ya kamu ninggalin menantu Mama sendirian." "Iya, Ma ... iya! Astaga ..." Arya pun langsung mematikan ponselnya. Setelah itu, ia berdiri dan kembali berjalan menuju tempat pernikahannya dilaksanakan. Ketika sampai di sana, Arya melihat orang-orang sedang membereskan beberapa dekorasi. Para pelayan pun sibuk mengambil piring dan gelas kotor dari atas meja. Konsep pernikahannya memang outdoor dan sangat sederhana. Bahkan, beberapa kali ia mendengar ocehan dari keluarga besar dirinya dan juga Shennina yang tak suka dengan keputusan mereka. Karena yang mereka inginkan adalah pernikahan mewah di dalam sebuah ballroom hotel bagaikan sepasang raja dan ratu disney.  Tetapi, Arya tak pernah memusingkan hal itu. Ia lebih baik tutup telinga daripada harus mendengarkan ocehan merwka yang tak ada habisnya. "Kemana aja kamu?!" Arya terkejut saat tiba-tiba saja sang Mama datang tepat di sampingnya. Mata Arya melirik ke arah sekitar. Mencari-cari seseorang yang tak ia lihat dari tadi. "Mama cariin kamu dari tadi, kamu kemana si, Mas? Astaga ... malah pergi keluyuran gitu!" ucap Ayudia seraya menatap putranya dengan tajam. Ia pun menarik tangan Arya agar ikut bersamanya. Mereka sampai di sebuah resort yang memang sudah dipesan untuk semua keluarga.  Mata Arya tertuju kepada seorang gadis yang baru saja ia nikahi tengah tertawa lepas bersama seorang pria di sudut ruangan. Arya tersenyum miring. Siapa pria yang bersama gadis itu? Kenapa mereka tampak dekat sekali? Apa hubungan antara mereka? Arya menggelengkan kepalanya saat memikirkan hal itu. Astaga … untuk apa ia memikirkan kehidupan gadis itu? Biarkan saja ia. Arya tak peduli. “Itu … cepat temui istri kamu, Ya!” ucap Ayudia kepada putranya. Arya mengernyitkan dahinya. “Ck! Untuk apa sih, Ma? Nggak lihat dia tuh sama orang lagi ketawa-ketawa? Kalau Arya ke sana, nggak enak dong ngeganggu mereka,” ucap Arya kesal. “Heh, kok gitu! Kamu itu suaminya! Mama nggak suka ah lihat Chenin deket sama laki-laki lain selain kamu, emangnya kamu nggak cemburu apa? Istri kamu loh itu, kalau diambil aja baru tahu rasa!” geram wanita setengah baya dengan konde besar di kepalanya itu. Kebaya berwarna merah marun tampak indah dan elegan saat dipakai olehnya. Aura kecantikannya pun tak lekang dimakan oleh usia. “Ayo … temenin Chenin!” ucapnya seraya mendorong tubuh anaknya agar mendekati gadis yang sudah menjadi menantunya kini. Karena paksaan dari ibunya, ia pun berjalan mendekati Shennina dengan langkah setengah hati. Ia benar-benar tak suka jika disuruh-suruh seperti ini. Apalagi menyangkut gadis itu. Tak cukupkah ia menikahinya saja? Arya menahan emosinya yang hampir meledak. Ia tak ingin membuat kekacauan dan mempermalukan dirinya sendiri. Ia harus menahan dirinya. “Oh … hai,” ucap pria yang berdiri bersama Shennina. Pria itu tersenyum ramah menatap Arya yang baru saja datang mendekati dirinya dan istri pria itu. “Maaf mengambil istrimu sebentar, saya hanya ingin berbincang dengannya saja,” lanjutnya dengan kekehan pelan. “Oh iya … lama juga gak apa-apa,” celetuk Arya. Pria itu mengernyitkan keningnya. Ia merasa telinganya kurang sensitif dalam mengambil suara orang. Buktinya, ia merasa ada yang salah dengan ucapan dari suami Shennina. “Ehm … maaf, maksud Anda?” tanyanya ingin memastikannya lagi. Arya memaksakan senyumannya. “Oh tidak, tidak ada. Kalian kelihatannya sangat dekat, ya?” ucap Arya seraya berbasa-basi. Ia sebenarnya malas untuk berbincang dengan mereka. Namun, ia harus menajadi aktor profesional dulu saat ini. “Ehm, dia temanku, Mas. Namanya … Yuda Nugraha,” ucap Shennina seraya tersenyum. “Dan Mas Yuda … dia suamiku, Mas Arya,” lanjutnya. “Iya, Nin. Aku udah tahu, kan nama kalian terpampang jelas di depan tadi,” ucap pria bernama Yuda itu. Lalu, pria itu mengulurkan tangannya ke hadapan Arya berniat untuk menjabat tangannya. Arya mengangkat sebelah alisnya, ia pun membalas jabatan tangan dari Yuda. “Arya Bima Dewantara,” ucapnya dengan bangga. Yuda tersenyum kecil mendengarnya. Terdengar dari suaranya saja, ia menebak bahwa suami dari Shennina ini sepertinya orang yang arogan. Ah, entahlah … kenapa ia menjadi berpikiran negatif seperti ini? Seharusnya ia berdoa yang baik-baik saja untuk Shennina. “Yuda. Yuda Nugraha,” jawabnya. “Senang berkenalan dengan Anda,” lanjutnya. Arya menganggukkan kepalanya. “Kalau boleh tahu, kau bekerja dimana?” tanya Arya.  “Saya bekerja sebagai pengrajin tanah liat, jika kau menyukai semua karya dari tanah liat, boleh mampir ke toko saya,” ucap Yuda seraya tersenyum ramah. “Oh, hanya pengrajin tanah liat,” celetuknya yang membuat senyuman di bibir Yuda memudar. Shennina yang mendengar hal itu mengernyitkan dahinya. Ia tak suka jika suaminya berucap seperti itu kepada Yuda. Apalagi dari nadanya terdengar meremehkan pekerjaan pria itu. “Mas …” tegurnya. “Kenapa sayang?” ucap Arya seraya menekan kata ‘sayang’ di akhir kalimatnya. “Ada apa istriku?” tanyanya lagi. Shennina menelan salivanya. “Aku … nggak suka kamu berbicara seperti itu kepada Mas Yuda,” cicitnya pelan. “Memangnya saya berbicara apa?” ucap Arya. Lalu, ia pun menatap Yuda. “Ada yang salah dengan ucapan saya, Yud?” tanyanya sambil mengangkat sebelah alisnya. Yuda menghela napasnya. Ia tersenyum kecil, berusaha agar tetap ramah kepada pria itu. “Ya, tentu. Ucapanmu tidak ada yang salah.” Shennina memejamkan matanya sejenak mendengar hal itu. Ia merasa tak enak hati kepada sahabatnya. Ucapan suaminya tadi seperti merendahkan pekerjaan Yuda. Shennina tak suka akan hal itu. “Nina juga suka membuat kerajinan dari tanah liat, kau harus melihat hasil karyanya. Sangat indah dan sempurna,” puji Yuda. Ia berusaha mencairkan suasana. Arya tersenyum miring. Matanya melirik sejenak ke arah sang istri yang tengah tersenyum. Sejujurnya, Arya tak peduli dengan hobi atau kesukaan istrinya. Ia tak mau tahu. Tetapi, karena pria itu sudah berkata seperti itu, jadi ia pun hanya bisa tersenyum. “Itu semua karenamu. Kau banyak mengajariku,” ucap Shennina. “Kalian sangat dekat, ya?” tanya Arya. “Kenapa kau tidak menikahinya saja, Yud?” celetuk Arya yang membuat Yuda mengernyitkan dahinya.  Yuda menatap Shennina yang kini tampak terkejut. Gadis itu sepertinya syok mendengar ucapan yang keluar dari mulut suaminya sendiri. Yuda tak habis pikir, suami mana yang menyuruh pria lain menikahi istrinya sendiri? Astaga … pria seperti apa yang dinikahi Shennina? “Kami hanya teman, Mas,” ucap Shennina. “Ehm … Nin, sepertinya aku harus pulang sekarang, jaga dirimu baik-baik ya,” ucap Yuda seraya mengelus lengan Shennina. Lalu, Yuda menatap ke arah Arya, pria itu memaksakan senyumannya. “Selamat atas pernikahan kalian, semoga bahagia selalu. Saya titip Shennina ya? Perlakukan dia dengan baik,” ucap Yuda kepada Arya.  Arya terkekeh pelan. Lalu ia pun tersenyum miring. Dirinya tak mengangguk ataupun menggeleng. Hanya senyuman miring sebagai jawaban atas ucapan Yuda. Sedangkan di sisi lain, Yuda menatap senyuman yang diberikan oleh Arya dengan maksud tertentu. Entahlah, ia merasa tak suka dengan pria itu. Ia juga jadi tak rela melepaskan Shennina untuk pria seperti Arya. Ia merasa bahwa Arya bukanlah pria yang baik untuk Shennina. Ia tersenyum kecil, setelah itu ia pun berjalan pergi meninggalkan sepasang pengantin baru itu. Yuda hanya berharap ini bukanlah pilihan yang salah untuk Shennina. Ia berharap gadis itu selalu bahagia atas pernikahannya. Ya, semoga saja. “Dia pacarmu, kan?” tanya Arya saat Yuda sudah beranjak pergi dari hadapan mereka. Arya menatap Shennina yang kini mengernyitkan keningnya. Lalu, tangan gadis itu bergerak-gerak seakan tengah mencari tubuh Arya. Arya berdecak pelan melihatnya. Astaga … ia masih tak percaya jika saat ini dirinya sudah menikahi seorang gadis bu-ta. “A—apa yang kamu bicarakan, Mas?” ucap Shennina pelan. “Dia hanya temanku.” Saat sudah menemukan lengan milik suaminya, Shennina tersenyum kecil.  “Teman tapi mesra,” ucap Arya. Ia melepaskan tangan Shennina dari lengannya. Kemudian, ia pun pergi meninggalkan istri itu. ••••• Shennina kini terdiam duduk di pinggir kasur di dalam kamar pengantin dirinya dan juga Arya. Ia masih memikirkan kejadian tadi saat kata-kata yang tak terduga keluar dari mulut suaminya. Ia masih tak percaya jika Arya berkata seperti itu kepada Yuda. Dan juga, pria itu yang menyangka jika ada hubungan spesial antara dirinya dan Yuda. Shennina menghela napasnya pelan. Gaun pengantin yang melekat di tubuhnya kini sudah membuatnya tak nyaman. Sangat terasa sesak karena terlalu membentuk tubuhnya. Rasanya ia ingin segera melepaskan benda itu dari tubuhnya. Dengan usahanya yang penuhc tangan Shennina berusaha menggapai resleting di punggungnya. Dan ia tersenyum saat mendapatkannya dan mulai menurunkan resleting gaun itu. Namun, tak sampai ujung, hanya terbuka sedikit saja. Shennina menghela napasnya berat. Lalu, ke siapa ia harus meminta bantuan? Tadi dirinya diantar ke kamar oleh sang ibu. Sekarang, ibunya itu sudah pergi karena ia berkata bahwa beberapa keluarga mereka akan pulang. Tiba-tiba saja terdengar suara pintu yang terbuka. Shennina tersenyum lebar. Mungkinkah itu ibunya?  “Bunda …” ucapnya seraya menggerakkan kepalanya. Tak ada balasan apapun, hanya keheningan yang dapat ia rasakan. Shennina mengernyitkan keningnya. Siapa yang masuk ke dalam kamarnya? Sepertinya bukan sang ibu. Lalu … siapa? Jantung Shennina berdetak dengan kencang. Ia tak bisa melihat siapa yang masuk ke dalam kamarnya. Ia takut itu adalah orang jahat karena dirinya saat ini berada di sebuah resort. Bisa saja ada orang yang ingin berniat jahat. Lalu, ia merasakan kasur di sebelahnya melesak ke dalam seperti ada yang menempatinya. Shennina langsung bersiaga. “Siapa itu?!” ucapnya dengan panik. Ia meraba-raba kasur dan mendapati sebuah kaki. Dirinya langsung menarik kaki itu hingga terdengar suara gaduh yang berasal dari seseorang yang masuk ke dalam kamarnya. “M—mas Arya?” “Kamu kenapa sih? Astaga … saya mau istirahat, lelah. Kenapa sih nggak Mama nggak kamu ada saja kelakuan yang membuat saya kesal,” ucap Arya dengan nada yang sedikit membentak. “Saya ingin istirahat!” lanjutnya lagi. Shennina menundukan kepalanya mendengar ucapan dari mulut sang suami. Ia merasa bersalah saat ini. “Maaf … maaf, Mas,” cicitnya pelan. “Ck,” Arya berdecak. Ia bangkit hingga kini tubuhnya setengah berbaring di ranjang. Ia menyugar rambutnya sendiri. “Merepotkan. Mau tidur saja ada gangguan.” Shennina terhenyak mendengarnya. “Maaf Mas, aku nggak tahu kalau itu kamu yang masuk ke dalam kamar, aku kira itu orang jahat,” ucapnya dengan pelan. Arya memutar bola matanya mendengar ucapan dari Shennina.  “Ehm … Mas … kalau boleh aku mau minta tolong,” ucapnya. “Apa?” tanya Arya penasaran. “Tolong … tolong bukakan resleting di belakang, tanganku tak sampai,” ucap Shennina dengan pelan.  Tatapan Arya langsung tertuju kepada punggung Shennina yang sedikit terbuka karena resletingnya yang sudah turun sedikit. Walaupun hanya terbuka sedikit, Arya sudah bisa melihat punggung putih milik istrinya itu. Ah … ia jadi mengingat kejadian waktu janji pernikahan mereka. Saat bibirnya mencium bibir Shennina. “Ehm, kalau Mas nggak mau nggak apa-apa, aku akan meminta bantuan Bunda saja,” cicitnya karena ia tak merasakan pergerakan apapun dari Arya. Ya, mungkin suaminya itu lelah dan ingin segera istirahat. Tak seharusnya ia meminta bantuan dari Arya. Lalu tiba-tiba saja Shennina merasakan ada yang mendekat. Kasur di bagian belakang tempat ia duduk pun semakin melesak ke dalam. Jantung Shennina berdetak dua kali lebih cepat saat merasakan sebuah tangan memegang punggungnya. Lalu, dengan perlahan tangan itu menurunkan resleting gaun yang melekat di tubuhnya. “Terima ka—” Ucapan Shennina terhenti saat ia merasakan tangan suaminya kini sudah mengelus punggungnya yang terbuka. Astaga … apa yang akan dilakukan oleh pria itu? Shennina menjadi kaku di tempat sekarang. Ia benar-benar gugup. Elusan lembut tangan suaminya benar-benar terasa sampai membuat bulu kuduknya meremang. “Mas …” cicitnya. “Apa kamu ingin menggoda saya?” ucap Arya dengan suaranya yang berat. “Dengan alasan ingin ditolong membukakan resleting sialan ini?” lanjutnya. “Aku—” belum sempat ia menjawabnya, Shennina dikejutkan oleh perlakuan Arya selanjutnya. Ia merasakan ciuman dari bibir Arya yang menyentuh langsung permukaan punggungnya. Tangan Shennina langsung meremas sprei yang dipasang di kasur itu dengan kencang. Sensasi yang baru pertama kali ia rasakan. Setelah sebelumnya, ciuman pertamanya pun Arya yang dapatkan setelah janji pernikahan mereka. “Saya menginginkanmu sekarang, Shennina.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD