Lima belas menit kemudian, bel rumah berbunyi. Lara membukakan pintu, wajahnya pucat. Dokter Rafi masuk cepat dengan tas medis di tangan, nyaris tak berkata apa-apa selain, “Di mana dia?” Refleks, Lara ingin ikut mengantar sampai ke dalam, tapi Rafi langsung memberi isyarat halus dengan tangan agar ia menunggu di luar. “Biar saya periksa dulu, kamu tunggu sebentar di sini. Dia bakalan tambah stres kalau ada yang panik di dekatnya,” ucapnya singkat. Lara mengangguk, meski perasaannya gelisah. Ia menatap punggung Rafi yang menghilang ke ruang kerja Niko, lalu berdiri di lorong, kedua tangannya saling menggenggam erat. Di ruang kerja, Rafi langsung berlutut di sisi Niko, memeriksa nadi, lalu berkata cepat, “Pulse 110, saturasi 92… mild hypotension. I’ll give epi IM first.” Ia menyuntikkan

