PART 4 : PERNIKAHAN

850 Words
Setelah sebulan berlalu, akhirnya hari ini, Fifi dan juga Raihan sudah sah menjadi pasangan suami istri. Pernikahan yang dilaksanakan dengan sederhana itu hanya di hadiri oleh keluarga kedua belah pihak dan juga beberapa sahabat terdekat. Jika di tanya apakah Fifi senang akan pernikahannya, maka jawabannya perempuan tersebut tidak tau. Apalagi suaminya adalah suami dari almarhumah sang kakak yang notabennya adalah kakak iparnya dulu. Laki-laki yang tidak dekat dengannya dan laki-laki yang tidak di cintainya sama sekali. Meski begitu, dirinya harus bisa menerima dengan ikhlas dan lapang d**a pernikahan tersebut dan menjalankan peran sebagai seorang istri dan sekaligus peran seorang ibu untuk Davina. Saat ini fifi, perempuan yang baru saja melangsungkan pernikahan itu sedang berbincang-bincang bersama para sepupunya di halaman belakang rumah. Kedekatan Fifi dan juga para sepupunya itu tidak di ragukan lagi. Bahkan mereka terkadang membuat satu hari khusus untuk berkumpul bersama di tengah kesibukan mereka masing-masing. "Fi, kalau si Raihan itu macam-macam sama lo, jangan sungkan untuk kasih tau sama kita semua. Walaupun Raihan itu kelihatannya baik, gak menutup kemungkinan sifat seseorang akan terlihat berbeda jika kita tinggal bersama dengannya" ucap Vino, abang sepupu Fifi dari pihak Bunda. "Bener kata bang Vino, sifat asli seseorang itu akan terlihat jika kita tinggal serumah sama dia" sahut Rangga, adik sepupu Fifi dari pihak Ayah. "Meskipun aku masih SMA, aku ngerti masalah kaya gini. Aku harap Kak Fifi gak nyembunyiin apa pun dari kita semua" timpal Ayu, adik dari Rangga. "Lo tenang aja kak, gue bakalan di garda terdepan kalau sampai kak Raihan macam-macam sama lo" ucap Laras, adik sepupu Fifi yang terkenal tomboy dan bar-bar dari pihak Ayah. Fifi yang mendengar ucapan para sepupunya itu pun seketika tersenyum. "Kalian tenang aja, gue bisa jaga diri kok. Dan kalian gak usah khawatir sama gue. Tapi gue makasih banget karena kalian udah care dan udah khawatirin gue. Kalian itu sepupu gue yang paling the best." "Fifi ..." Keempat orang yang berada di sana pun langsung menengok ke belakang mereka dan terlihat jika Raihan lah yang berada di sana. "Kenapa kak?" tanya Fifi. "Di panggil Ayah dan Bunda ke ruang keluarga" jawab Raihan dengan wajah datarnya. Fifi yang mendengar itu pun menganggukan kepalanya dan menatap para sepupunya. "Gue ke sana dulu." Setelah mendapat anggukan dari para sepupunya, Fifi pun langsung menghampiri Raihan dan kemudian bersama-sama menuju ke ruang keluarga. ***** Saat ini di ruang keluarga sudah ada kedua orang Fifi dan juga kedua orang tua dari Raihan. "Fifi ... Raihan ..." panggil Papa Panji. Kedua pasangan suami istri itu pun lantas menatap ke arah lelaki paruh baya yang memanggil mereka. "Kalian sekarang sudah sah menjadi pasangan suami istri. Papa harap kalian berdua bisa menerima satu sama lain dan belajar saling mencintai" nasehat Papa Panji pada keduanya. "Baik, Pa" sahut Fifi sedangkan Raihan yang berada di sebelahnya hanya terdiam. "Dan semua barang-barang Fifi sudah Ayah pindahkan ke rumah Raihan yang mana itu juga menjadi tempat tinggal kamu sekarang" beritahu Ayah Dimas. Fifi yang mendengar ucapan sang Ayah pun hanya bisa menghela nafasnya berat. "Iya, Ayah." "Oh iya, Davina biarkan saja dia tinggal di sini untuk malam ini. Karena sepertinya dia kelelahan dan sekarang sedang tertidur di kamar Ayah dan Bunda" ucap Ayah Dimas. "Apa gak merepotkan, Yah?" tanya Raihan yang sejak tadi terdiam. "Tentu tidak, Raihan. Davina adalah cucu Ayah. Tidak ada kata merepotkan untuk seorang cucu" jawab Ayah Dimas. "Baiklah, kalau begitu Raihan nitip Davina di sini malam ini, Yah" Ayah Dimas pun tersenyum. "Tentu." ***** Setelah berpamitan dengan kedua orang tua, mertua, keluarga dan para sepupunya yang lain, kini Raihan dan juga Fifi sudah berada di rumah mereka. Rumah yang dulunya menjadi tempat tinggal sang kakak dan lelaki yang sekarang menjadi suaminya. Ketika masuk ke rumah ini pun, foto pernikahan kakaknya dahulu masih terpampang rapi di ruang tamu rumah tersebut. Fifi yang melihatnya pun lantas tersenyum. Seandainya saja kakaknya masih hidup mungkin dirinya tidak akan menjalani takdir seperti ini pikirnya. Namun, ibarat nasi sudah menjadi bubur semua tidak akan sama seperti dulu. Fifi yang asyik dengan pikirannya pun sampai tidak sadar jika sedari tadi Raihan terus saja memanggil dirinya. Sampai pada akhirnya suara nyaring dari Raihan mampu membuat perempuan tersebut tersadar. "FIFI!" Yang empunya nama pun langsung terlonjak kaget mendengarnya. "Kenapa kak?" tanya Fifi yang sudah menormalkan wajahnya kembali. "Walau kita sudah sah menjadi suami istri, saya masih belum bisa menerima kamu menjadi istri saya. Apalagi harus berbagi tempat tidur bersama kamu, itu sangat tidak mungkin. Jadi, kamu bisa menggunakan kamar yang biasa kamu gunakan ketika menginap di sini." Ucapan dari Raihan tentu tidak membuat Fifi terkejut. Justru perempuan tersebut mengerti jika lelaki itu bersikap demikian. Sakit hati? tentu tidak. Bahkan, bukan hanya Raihan saja yang berpikir demikian, Fifi pun sama. Perempuan tersebut belum bisa menerima sepenuhnya jika lelaki yang dulu berstatus kakak iparnya sekarang berubah menjadi suaminya. Fifi bisa menerima pernikahan ini tapi untuk menerima lelaki itu.? masih belum bisa untuk dia terima. "Oke, aku juga belum siap untuk berbagi tempat tidur bersama kakak. Kalau begitu aku akan pergi ke kamar. Selamat malam." Setelah mengatakan itu, Fifi pun beranjak meninggalkan Raihan yang menatap punggungnya dari belakang dengan tatapan yang sulit di artikan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD