Pemuda yang memakai kupluk itu menaiki tangga rumah dengan langkah gontai. Helaan napasnya makin berat seiring ia naik ke anak tangga paling atas, bayangan seseorang di depannya membuat Langit mengangkat kepala pelan. Sosok di depannya menatapnya datar, lalu menggelengkan kepala berulangkali. “Kau beneran ke acara makan-makan perusahaan Fianhira?” Langit tersenyum lalu mengiyakan, melewati begitu saja kakak pertamanya yang mengikutinya sampai di ruang baca bersama. “Kau harusnya di rumah sakit sekarang, malah keluyuran buat ketemu istri orang. Dasar aneh,” cibir sang kakak— Bintang namanya. “Tidak apa-apa, mau dia istri orang atau bukan … aku gak peduli. Lagian aku tidak menginginkannya sebagai istri kok, hanya senang saja melihat wajahnya.” Kata Langit tanpa dosa, menarik kedua sudut

