bc

Hasrat Menggelora Tuan Presdir

book_age18+
8
FOLLOW
1K
READ
billionaire
revenge
dark
forbidden
love-triangle
contract marriage
one-night stand
escape while being pregnant
age gap
fated
forced
opposites attract
second chance
pregnant
curse
playboy
badboy
kickass heroine
single mother
blue collar
drama
sweet
bxg
serious
bold
city
office/work place
cheating
childhood crush
disappearance
secrets
love at the first sight
affair
friends with benefits
polygamy
addiction
assistant
substitute
like
intro-logo
Blurb

Erlita (20 tahun), seorang gadis lugu yang bekerja di perusahaan raksasa, tak pernah menyangka jika bosnya, Sang Presdir yang karismatik dan berkuasa, memendam perasaan.

Bagi Erlita, dia hanyalah atasan yang dihormati, dan dia tahu betul batasan itu. Sang Presdir sudah memiliki istri.

Namun, sebuah malam mengubah segalanya. Dalam balutan aroma alkohol dan kerapuhan yang tak pernah ia tunjukkan, Presdir itu tiba-tiba berada di hadapannya.

"Kamu tahu, Er... kamulah satu-satunya yang kulihat," bisiknya, suaranya serak dan penuh gairah yang terlarang.

Sebelum Erlita sempat bereaksi, sepasang tangan kuat melingkari pinggangnya dengan posesif.

Jantung Erlita berdebar kencang, terkejut dan bingung oleh sentuhan yang begitu intim.

Dan kemudian... bibir Presdir itu merenggut bibirnya, sebuah ciuman mendadak yang panas dan menuntut.

Terperangkap dalam pelukan bosnya yang mabuk cinta, Erlita sadar bahwa kini ia berada di persimpangan bahaya.

Haruskah ia menyerah pada pesona gelap dan janji manis yang tak mungkin terwujud, ataukah ia harus berlari menjauh dari cinta terlarang yang siap menghancurkan segalanya?

Presiden Direktur yang mabuk. Gadis lugu yang menolak. Sebuah ciuman terlarang yang menguji kesetiaan dan hati.

Akankah sang Presdir menaklukkan hati sang gadis yang lugu dan polos itu.

Ikuti ceritanya disini.

chap-preview
Free preview
1. Seorang Perfeksionis
"Tadi malam, di mobil, dan tadi sore, bahkan di pesta tadi, aku ingin melakukan ini," kata Mark, matanya terpaku pada bibir Erlita. “Tuan mau apa?” Erlita hendak melangkah mundur, ia benar-benar takut. Pria itu seperti seekor harimau yang melihat mangsanya. Sebelum Erlita sempat bereaksi, sepasang tangan kuat melingkari pinggangnya dengan posesif. Jantung Erlita berdebar kencang, terkejut dan bingung oleh sentuhan yang begitu intim. Dan kemudian... bibir Presdir itu merenggut bibirnya, sebuah ciuman mendadak yang panas dan menuntut. Tubuhnya terperangkap dalam pelukan atasannya yang mabuk cinta, Erlita sadar bahwa kini ia berada di persimpangan bahaya. “Lepaskan aku, Tuan Mark!” sergahnya dengan kasar mendorong tubuh kekar itu. ============== Alarm pukul lima pagi terasa seperti cambukan bagi Erlita. Gadis berusia 20 tahun yang sedang bersemangat. Hari ini adalah hari pertamanya, bukan sebagai staf kantor pada umumnya, tapi sebagai office girl di Finance Corp, sebuah perusahaan properti terbesar yang dipimpin oleh seorang Mark Adrian. Berbekal seragam rapi dan tekad untuk bekerja keras, Erlita tiba di lantai 5. Semua terasa mewah, sunyi, dan terasa angkuh, ya ia bekerja di sebuah perusahaan besar. Ruang kerjanya hanyalah sebuah pantry kecil, namun ia nampak bersemangat. Ia yang telah menempuh pendidikan SMA, bercita-cita harus lulus sekolah, tak usah dengan nilai baik tapi ia berdoa secepatnya lulus dan sekarang ia harus bekerja, demi keluarganya. "Erlita, ini pesanan pertamamu," ujar Mbak Rika, kepala office girl, menyerahkan sebuah nampan berwarna biru yang cukup mewah. "Tolong buatkan espresso double shot dan langsung antarkan ke ruangan Presdir Mark. Jangan sampai tumpah. Dia sangat perfeksionis." Jantung Erlita berdebar kencang. Presdir Mark. Pria yang fotonya terpampang di berbagai majalah bisnis. Pria yang dikabarkan setampan dewa Yunani, penuh aura kekuasaan, dan... sudah menikah. Dengan langkah ragu, Erlita mengetuk pintu tebal dari kayu gelap itu. Suara berat dari dalam mengizinkan ia masuk. Ruangan itu didominasi warna monokrom dan pemandangan kota yang menakjubkan. Tapi yang benar-benar mengambil seluruh perhatian Erlita adalah pria di balik meja mahoni. Jantungnya merasa tak aman, ini pertama kalinya ia bertemu pria itu, pria yang cukup hebat menurutnya. Mark Adrian duduk tegak, dasinya sedikit longgar, menunjukkan leher jenjang dan otot yang tersembunyi di balik jas mahalnya. Ia sedang sibuk menatap layar laptopnya, tampak dingin dan berbahaya dalam ketampanannya. "Permisi, Tuan Mark. Ini kopi Anda," ujar Erlita, suaranya sedikit bergetar. Ia berusaha menunduk, fokus meletakkan cangkir porselen di samping keyboard. "Terima kasih," jawab Mark, singkat dan tanpa melihat. Namun, saat Erlita berbalik untuk pergi, Mark menghentikan gerakan jarinya di atas keyboard. Perlahan, kepalanya terangkat. Matanya yang tajam dan gelap menancap lurus ke punggung Erlita, kemudian naik... ke siluet tubuhnya yang muda dan kaku karena gugup. Erlita merasakan tatapan itu seperti sentuhan fisik yang panas. Ia mempercepat langkahnya, berharap segera mencapai pintu. "Tunggu," panggil Mark, suaranya lebih serak dari sebelumnya. Erlita membeku di ambang pintu. "Ya, Tuan?" Mark berdiri. Gerakan kecil itu mengirimkan gelombang kekuasaan yang tak terbantahkan ke seluruh ruangan. Ia berjalan memutar mejanya, pelan dan terukur, seperti predator yang mengamati mangsanya. "Aku belum pernah melihatmu," katanya, nadanya datar namun setiap kata terdengar mengandung makna tersembunyi. Erlita menunduk lebih dalam. "Saya... office girl baru, Tuan." Pria itu meliriknya sedikit tajam, mungkin karena sedari tadi melihat layar laptop yang terang. "Oh, pantas. Siapa namamu?" "Nama saya Erlita." "Nama yang bagus, sebentar. Aku mau mencicipi kopi buatan mu," "Tapi ..." Erlita belum sempat menjawabnya, Mark sudah meneguk minumannya dan meresapi rasanya. "Cukup enak, kamu pintar mengolahnya. Mungkin karena kamu terbiasa membuatnya, ya?" Erlita merasa canggung. "Tidak, Tuan Mark," "Oh ya? Kamu gadis yang cukup pintar," Pria itu tersenyum, menampilkan lesung pipi yang cukup manis. Erlita tertegun, seorang Mark ternyata cukup bersahaja hanya karena kopi kata-katanya cukup manis. Mark kini hanya berjarak satu langkah darinya. Aroma parfum mahalnya, perpaduan leather dan tobacco, menyeruak menusuk indra. Erlita bisa merasakan panas tubuhnya. Alih-alih menyentuh Erlita, Mark mengulurkan tangan, meraih ujung serbet kertas yang tersangkut di nampan Erlita. Gerakan kecil itu membuat Erlita mundur selangkah. "Erlita," Mark mengulang namanya, membiarkannya menggema di ruangan sepi itu. "Mulai sekarang," bisiknya, suaranya turun menjadi nada rendah yang menggairahkan, "hanya kau yang boleh mengantarkan kopiku." Erlita mendongak, matanya yang lebar bertemu tatapan Mark. Di mata Presdir yang berkuasa itu, Erlita melihat bukan hanya titah seorang atasan, tetapi sesuatu yang jauh lebih dalam, sebuah ketertarikan yang baru saja tersulut. Ketertarikan yang cukup aneh menurutnya. Tapi ia mengangguk menyanggupinya, pria itu menginginkan dirinya yang mengantar bahkan membuatkan kopi khusus untuknya. Jujur, diakuinya, ia baru satu jam bekerja, dan kini sudah menjadi pusat perhatian dari pria yang terkenal cuek dan dingin ini. Namun, ia bertekad akan memenuhi keinginan atasannya ini karena hanya sekedar kopi saja. "Baik, Pak. Saya permisi," Mark mengangguk, meneguk habis kopi yang baru diantar Erlita. Matanya tak lepas dari pandangannya pada Erlita yang berjalan keluar dari ruangan ini.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

30 Days to Freedom: Abandoned Luna is Secret Shadow King

read
311.9K
bc

Too Late for Regret

read
295.8K
bc

Just One Kiss, before divorcing me

read
1.7M
bc

Alpha's Regret: the Luna is Secret Heiress!

read
1.3M
bc

The Warrior's Broken Mate

read
138.7K
bc

The Lost Pack

read
413.4K
bc

Revenge, served in a black dress

read
149.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook