“Jadi kau sungguh-sungguh akan membeli bunga untuk Windi?” Tanya itu sudah lima kali Ta dengarkan dari mulut Reda. Jangan lengah berjeda pembicaraan mereka, mendadak kalimat serupa itu terulang lagi diperdengarkan Reda. Ta sendiri lebih suka menikmati makanan mereka daripada menjawab tanya Reda. “Aku akan terus bertanya sampai kau menjawabku!” tekadnya kuat. Ta sesaat memelankan kunyahan di mulutnya. “Mengapa kau suka sekali membawa-bawa nama Windi?” Reda mencebik. Saat Ta menyebut nama itu, lembut terdengar. Berhasil memancing Reda untuk kesal sekaligus mencurigainya lagi. “Kau mau nomor ponselnya?” “Aku bertanya lebih dulu.” “Aku bertanya kemudian. Kita gunakan yang paling terakhir dijawab lebih dulu.” Ta masih heran dengan sikap Reda yang tak berjeda anehnya. “Kau pikir ak

