Dua

1622 Words
Setelah aktivitas lelahnya di sekolah, kini terlihat di sebuah rumah yang sederhana namun tetap terlihat elegan, Ikfan terduduk lelah di sofa ruang tamunya. Setelah dari sekolah Ikfan bergegas pulang dan bukannya langsung membersihkan diri. Akan tetapi sesampainya di rumah, ia malah langsung terduduk begitu saja di sofa ruang tamunya. "Eh... anak bujang bunda udah pulang ternyata." Sahut Rita—bunda Ikfan—yang mendapati anaknya terduduk di sofa ruang tamu. Ikfan menoleh bundanya lalu tersenyum. "Iya bun, Ikfan capek." "Pasti habis kumpul OSIS ya?" tanya Rita yang kini duduk di samping anak tampannya itu. "Hmm." Ikfan bergumam. "Jangan ngeluh gitu ah, gak baik. Harus tetep semangat dong." Mendengar perkataan bundanya, Ikfan tersenyum tipis. "Iya bunda." "Yaudah, mandi gih. Bunda udah masakin seafood, cumi balado kesukaan kamu." "Serius bun?" tanya Ikfan menatap Rita dengan matanya yang berbinar. Melihat ekspresi wajah anaknya yang berbinar, Rita tersenyum hangat. "Iya sayang, makannya kamu mandi dulu gih baru habis itu turun lagi ke bawah dan makan bareng sama abang," titahnya lembut. Akhirnya tanpa ba bi bu lagi, Ikfan beranjak dari duduknya dan berjalan pergi menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Ia ke sana berniat untuk membersihkan dirinya yang sudah terasa lengket. Ikfan sendiri adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Ia memiliki seorang kakak laki-laki bernama Arkan—yang dimaksud Rita tadi dengan sebutan abang—dan satu adik perempuannya yang bernama Nayla. Arkan berbeda dua tahun dengan Ikfan, sedangkan dengan Nayla hanya berbeda satu tahun. Keluarga Ikfan walaupun tinggal di Jakarta, tapi daerah asal mereka bukanlah dari sana, melainkan berasal dari kota Padang. Dan saat ini mereka tinggal di Jakarta karena mengikuti tempat kerja sang ayah. Tak kalah dengan Ikfan, Arkan juga adalah sosok lelaki yang tampan, pintar, dan berwibawa. Mengingat Arkan sendiri sudah duduk di bangku kuliah. Saat ini ia sedang menempuh pendidikkannya di Universitas ternama yang berada di Jakarta. Sedangkan Nayla, ia saat ini sedang duduk di bangku kelas X SMA—tepatnya adik kelas Ikfan. Namun walaupun masih duduk di bangku SMA, Ikfan dan Nayla ini berbeda sekolah. Ikfan dan Nayla tidak ingin satu sekolah. Berbeda dengan Arkan yang saat masih SMA dulu ia satu sekolah dengan Ikfan. Sebenarnya, memang sudah menjadi karakter Arkan dan Ikfan yakni keduanya selalu terlihat dingin, kalem, dan terkesan jutek jika di hadapan umum. Tapi, jika mereka sudah berada di rumahnya, semua asumsi di atas malah berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada pada saat mereka sedang berada di rumah bersama keluarganya. Arkan dan Ikfan selalu terlihat humoris bahkan selalu penuh canda dan tawa jika berada di hadapan keluarganya. Terlebih Nayla, baik di depan umum atau di rumahnya sendiri, gadis SMA itu tidak ada bedanya, ia tetap selalu terlihat humoris bahkan ramah dan humble. ▪▪▪▪▪▪ Tak butuh waktu lama, kini Ikfan sudah keluar dari kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. Ia terlihat lebih segar dari sebelumnya. Ikfan keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai handuk yang ia lilit dari pinggang sampai lututnya saja. Sedangkan tubuh bagian atasnya ia biarkan terbuka. Biarlah, tidak akan ada yang melihatnya bukan? Sambil bersenandung tak jelas, Ikfan mulai mengambil pakaiannya dari dalam lemari. Lalu ia mulai memakai pakaiannya tersebut dengan cekatan. "Kayaknya kalau gue udah punya istri pasti ada yang nyiapin semua keperluan gue deh," lanturnya berkhayal. Sedetik kemudian lelaki itu terkekeh karena menyadari ucapannya sendiri yang terbilang absurd. "Hah, ngapain juga gue jadi mikirin istri. Nyadar lo nyadar Fan, iman lo aja masih berantakan, gimana bisa didik istri lo nanti," rutuknya kemudian untuk dirinya sendiri. Sambil bercermin, Ikfan menyisir rambutnya. Namun disaat yang bersamaan tiba-tiba pikirannya melayang kepada sosok gadis yang bertemu dengannya tadi di depan ruang OSIS. Ada perasaan yang berdesir aneh di hati Ikfan saat ia mengingat soal gadis tersebut. Terlebih gadis itu terlihat seperti sosok perempuan yang selama ini ia idam-idamkan. Ya.. meskipun terlihat biasa saja pada saat bertemu dengan Alysa tadi. Ikfan tetap tidak bisa membohongi dirinya sendiri, bahwa dirinya itu berdecak kagum terhadap Alysa yang menjaga sikap pada saat sedang berhadapan dengannya. Baik itu bicara ataupun arah pandangan matanya. "Siapa nama cewe itu? Ko gue baru liat," ▪▪▪▪▪▪ "Jadi proposal itu udah ketemu?" tanya Reno pada saat sedang di kantin bersama Ikfan dan saat itu Ikfan sudah menceritakan semuanya—soal ditemukannya proposal OSIS yang sempat hilang. "Hmm," gumam Ikfan sambil melahap bakso—saat itu Ikfan dan Reno sedang makan bakso di kantin sekolah. "Terus apa kata kepala sekolah sore kemarin?" tanya Reno penasaran. Sejak tak berhasil menemukan proposalnya kemarin, dengan kesal Ikfan memutuskan sepihak untuk menyuruh semua anggota OSIS pulang. Ia berpikir akan menyelesaikan masalah hilangnya proposal itu seorang diri. Bagaimana pun juga ini adalah tanggung jawabnya dan ia tidak ingin anggota OSIS lainnya terkena dampak buruknya dari hilangnya proposal tersebut. Namun siapa disangka, bukan seorang diri Ikfan menyelesaikan masalah hilangnya proposal itu. Sebab ada Alysa yang menemukan proposal penting itu yang secara tidak langsung Alysa juga telah membantu Ikfan menyelesaikan masalahnya. "Ya bagus katanya, makannya pulang sekolah hari ini kita langsung on the way ke sekolah lain buat menyelenggarakan acaranya." Jawab Ikfan santai. Mendengar ucapan Ikfan, Reno mengangguk paham. "Ko gue ngerasa gak guna gini ya jadi wakil lo?" "Emang, dari dulu malah," timpa Ikfan sekenanya. Mendengar itu, Reno merubah ekspresi wajahnya menjadi masam. "Dasar lo!" Ucap Reno sebal seraya meneguk segelas jus jeruk miliknya. Ikfan tak bergeming, ia hanya terus fokus pada makannya. "Bu, mau kue itunya satu," ucap seorang gadis yang tiba-tiba datang ke kantin—dekat dengan meja makan Ikfan, dan tentu hal itu langsung mencuri perhatian lelaki itu. "Iya dek, satu?" tanya bibi kantin. "Iya." Jawab gadis itu sambil tersenyum di balik masker yang ia gunakan. Sedetik kemudian gadis itu merasa seperti ada yang sedang memperhatikannya, lantas ia menoleh ke arah belakang dan ternyata benar, ia mendapati Ikfan yang tengah memperhatikannya dari belakang. Sedangkan Ikfan yang merasa ketahuan karena sudah memperhatikannya dalam diam, segera ia kembali fokus pada makannya. Dengan perasaan yang mulai tak karuan, gadis ini kembali menoleh ke bibi kantin dan langsung mengambil kue yang ia beli. Lalu setelahnya ia bergegas pergi dari sana. "Liat apaan lo Fan?" tanya Reno yang melihat gelagat aneh Ikfan. "Ren, gue pengen nanya sesuatu sama lo," ucap Ikfan terdengar serius. "Nanya apaan, pake sosoan minta izin segala. Lebay lu!" "Gue serius." Ikfan berbicara dengan nada tegas. Mendengar nada bicara Ikfan yang berubah serius, Reno mulai terbawa suasana. "Nanya apaan?" "Lo kenal gak sama cewe yang berjilbab syar'i yang ada di sekolah ini?" tanya Ikfan. "Berjilbab syar'i? Yang mana? Yang berjilbab syar'i di sekolah ini 'kan banyak Fan," bingung Reno menjawab. "Yang suka pake masker." "Masker?" "Kenal gak lo?" tanya Ikfan berubah nada menjadi sedikit kesal. "Gak tau." Jawab Reno sekenanya. Ikfan pun mendengus kesal mendengar jawaban Reno, kemudian ia kembali memakan baksonya sebari bersungut kesal. "Gak guna lo," sungut Ikfan yang hanya mendapat balasan cengiran kuda dari Reno. ▪▪▪▪▪▪ "Sa, lo baik-baik aja, 'kan?" tanya Fira yang sedari tadi aneh dengan sikap Alysa sepulang dari kantin membeli kue. "Mm." Alysa bergumam. "Ko gue gak yakin ya?" Fira curiga. "Aku gak papa, Fira." Jawab Alysa sedikit menekan nada bicaranya karena gemas pada Fira yang sedari tadi terus bicara. Fira pun mengangguk, tak mau ambil pusing. Sebetulnya sejak kepulangannya dari membeli kue tadi di kantin, Alysa tiba-tiba menjadi gugup tak jelas. Ya, gadis yang tadi Ikfan perhatikan dari belakang itu adalah Alysa. Setelah mengetahui bahwa di kantin tadi Ikfan sempat meliriknya bahkan memperhatikannya, Alysa menjadi semakin merasa kewalahan dengan perasaannya kepada Ikfan. Sebab rasa suka itu dari hari ke hari semakin tumbuh, bak bunga yang terus bermekaran. "Lo tuh aneh ya, udah lama tinggal di Jakarta tapi tetep aja kalau ngomong sama orang bahasanya pake gaya aku-kamu," ucap Fira tiba-tiba—setelah lama hening. "Gak aneh ah, selama masih pake bahasa manusia aku rasa gak ada masalah," Alysa menanggapinya asal. "Ett dah ni bocah, dikasih tahu malah ngeyel. Emang bener kali, lo tuh aneh Sa." Tak mau ambil pusing, Alysa hanya mengangkat kedua bahunya sebagai jawaban, dan melihat itu Fira pun mendengus kesal. Dua menit kemudian, suasana di antara keduanya kembali hening. Tak ada lagi obrolan. Kebetulan saat itu kelas mereka memang sedang dalam jam kosong. "Fir, boleh aku nanya?" tanya Alysa memecah keheningan. Sambil melirik melalui ekor matanya, Fira melihat Alysa heran. "Boleh." "Kata kamu aku aneh gak kalau di sekolah selalu pakai masker?" Mendengar itu, Fira menatap Alysa penuh tanya. "Aneh apanya? Bukannya itu keren ya, kayak detektif-detektifan gitu," jawab Fira melantur. Mendengar jawaban Fira, Alysa mencebik bibirnya kesal. "Ih Fira, aku serius." "Lah gue emang serius ko, kalau pake masker gituan tuh keren kayak detektif yang lagi melacak sesuatu atau bahkan kayak artis Korea kalau lagi musim dingin, mereka 'kan kalau lagi musim dingin selalu pake masker gitu kalau keluar rumah, terus selfie deh." Fira semakin melantur aneh. "Fira, aku serius," Alysa menggeram gemas dengan temannya yang satu ini. Melihat Alysa seperti itu, Fira pun terkekeh kecil. "Gue bilang tadi juga gue serius ko." "FIRA!!" Bentak Alysa—walaupun tidak begitu keras—yang benar-benar sudah geram dengan temannya ini. Astaghfirullaah. Tak bisa ditahan lagi, melihat ekspresi kesal Alysa saat ini, Fira malah semakin terkekeh renyah. "Ih ko ngeselin," Alysa meraju melihat Fira yang malah semakin terkekeh. Melihat Alysa mulai merajuk, dengan terpaksa Fira menghentikan kekehannya. "Iya deh iya, gue minta maaf. Lagian ngapain sih lo nanya soal gituan?" "Nanya 'kan wajar." Jawab Alysa cepat dengan nada terkesan jutek. "Iya emang wajar, tapi kenapa juga lo nanya soal itu? Tumben." "Pengen tau aja." "Ohh." "Ohh doang?" tanya Alysa tak percaya dengan tanggapan Fira. "Iya, terus apa?" Tanya Fira balik dengan nada sesantai mungkin. "Ih! Tau ah. Nyebelin." Kali ini Alysa benar-benar merajuk dan pergi meninggalkan Fira. Sedangkan ketika melihat kepergian teman satu kelasnya, Fira tak mau ambil pusing. Ia malah kembali melanjutkan aktivitas membaca novelnya. Menyebalkan bukan?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD