Pernikahan yang di percepat

1337 Words
Setelah puas, May dan Kia pulang. Mereka langsung masuk kamar masih-masing. Akan tetapi, ketika May akan memejamkan mata, suara ketukan pintu membuat dia kembali terjaga. Perlahan May turun dari tempat tidur dan menghampiri pintu. "Kamu belum tidur sayang?” ucap Mamih tersenyum menatap anak kesayangannya. May yang kadang manja, langsung memeluk pinggang Mamih, “May barusan mau tidur, kalau saja Mamih tidak mengganggu." Mamih hanya tersenyum, “Mamih boleh masuk?” tangannya terulur mengusap kepala, “Ada yang ingin Mamih bicarakan, Sayang.” May malah menatapnya tanpa menjawab, akan tetapi May mengangguk dan membawa Mamih duduk di ranjang. "Mamih mau membicarakan apa? Sepertinya penting sekali, ini sudah larut loh, Mih. Apa tidak bisa besok saja.” Mamih melepaskan pelukan May dari tangannya dan merangkul May. Ada kesedihan terpancar pada senyum itu dan May merasakannya. "Mam, ada apa? Apa ada se__” "Tuan Darka memutuskan untuk mempercepat pernikahan dan itu akan di lakukan besok pagi, setelah itu, kamu akan di bawa pergi dari sini," Ucap Mamih getir. Sebenarnya dia belum siapa bila harus berpisah dengan anak kesayangannya ini. Jantung May berdegup kencang. Dia benar-benar tidak mengerti dengan apa yang di lakukan Darka. Laki-laki itu selalu seenaknya dengan apa yang dia mau. Dia kira uang segalanya! Tangan May sedikit terkepal dan hatinya bergejolak marah. Tadi Memaki sampai May di turunkan di jalan, tapi sekarang malah berkata mau menikah cepat! Dasar laki-laki jahat! “May, haruskah Mamih__” May tersadar dan langsung menggeleng. Dia memegang tangan Mamih dan meremasnya. Seolah-olah tengah memberi kekuatan walaupun dia tidak tahu harus berbuat apa. Sebab dia pun sedih bila harus berpisah. "Kalau memang itu yang Tuan Darka inginkan, May siapa. Mungkin Tuan Darka tidak mau lama-lama menjauh dari May jadi dia mempercepat pernikahannya.” Mamih tersenyum dan mengangguk. Dia menarik nafas panjang, menormalkan hatinya yang akan mengatakan sesuatu yang selama ini dia simpan dengan baik tanpa sepengetahuan orang lain, apa lagi orang yang ada di depannya ini. “Sayang, Mamih minta maaf kalau selama ini banyak salah padamu. Apa lagi selama ini....” Mamih menatap May dengan mata yang menyimpan banyak kesedihan. “Mamih, menyembunyikan sesuatu darimu,” Air matanya meluncur membasahi pipi. May mendadak resah, banyak pertanyaan yang menyelimuti pikirannya. Apa yang terjadi padaku, apa aku sakit parah, atau ada yang salah dengan diriku dan hanya dia yang tahu, sehingga di pendam sendiri. “Sayang, sebenarnya kamu mempunyai orang tua yang sungguh menyayangimu,” Ucapnya sambil memberikan sebuah kotak berukuran sedang yang tidak tahu sejak kapan sudah ada di samping May. "Bukalah kotak itu.” Mamih menatap May dengan mata yang sudah mulai berkaca-kaca. May yang masih belum mengerti, perlahan membuka kotak itu. Didalamnya ada baju anak berumur di bawah lima tahu mungkin, dengan warna yang masih terlihat indah. May mengusap baju itu, dia merasa ada perasaan yang tidak asing dengan baju yang tengah dia pegang. Setelah itu dia menatap sebuah foto yang terlihat anak kecil yang tengah menangis dengan baju yang cukup kotor. Hati May kembali berpacu ketika menatap dengan lekat siapa anak yang ada di foto tersebut. Setelah lama memandang, May menutup mulutnya dia benar-benar tidak percaya, kalau anak itu dirinya sendiri. Baju itu, baju itu pun sama dengan baju yang tengah dia pegang. Mamih memegang tangan May yang bergetar, “Sebenarnya, kamu itu bukan anak yang dia buang, kamu itu anak yang hilang. Mamih menemukanmu ketika pulang dari rumah pelanggan.” Mamih mengusap punggung May yang mulai bergetar. Waktu itu Mamih melihatmu tengah menangis di jalan tanpa ada orang dewasa.” Ucapnya lagi. May menatap dengan tangan semakin bergetar, sok mendengar apa yang di ceritakan. Dia pun merasa terharu dengan apa yang Mamih lakukan untuknya. Ternyata di hati kecilnya masih ada kasih sayang untuk orang yang tidak dia kenal. Walau banyak orang yang mencibir kelakuannya dan menganggapnya sampah masyarakat, Mamih masih punya hati dengan menyelamatkan dirinya yang terdampar di tengah jalan sendiri tanpa orang tua. May menangis dalam dekapan Mamih yang semakin erat. "Maafkan Mamih, Sayang. Karena belum bisa menemukan siapa orang tuamu. Tapi, kamu harus yakin, mereka pasti sedang mencarimu sampai sekarang. Mamih harap, setelah kamu menikah dengan Tuan Darka, kamu bisa mulai mencari jati dirimu yang sebenarnya karena semua itu tidaklah susah untuk Tuan Darka yang mempunyai kekuasaan. Jadi kita akan meminta__” "Mamih....” ucap May disela tangisnya, “Bisakah Mamih tetap merahasiakan ini dari orang lain, termasuk Tuan Darka?” pinta May sambil menyatukan kedua tangannya. Mendengar itu Mamih mengerutkan kening. “May hanya ingin memberikan kabar ini setelah May menemukan siapa orang tua May." Mamih terlihat keberatan dengan apa yang May ucapkan. Tapi dengan ragu dia mengangguk. May langsung memeluk dan mengucapkan terima kasih sambil menangis di pelukannya. "Kalau begitu, Mamih pergi dulu. Kamu harus cepat istirahat supaya besok tidak mengantuk. May mengangguk dan mengantarkan Mamih sampai pintu. Dia kembali teringat kejadian tadi diwarung kopi. "Ini apa Mbok?” May memegang gulungan tisu dengan ibu jari dan telunjuk sambil menatap Mbok Nar. "Itu surat dari orang yang ada di sana Non?” Mbok Nar menunjuk laki-laki kursi paling pojok. "Amar!” ucap May melotot tidak percaya. Soalnya sudah lama mereka tidak bertemu. Setelah itu mereka langsung berbincang. Akan tetapi semua tidak berjalan mulus karena, "Maaf Nona, Tuan menyuruh saya untuk membawa Nona pulang. Jadi saya mohon Nona tidak menolak, kalau tidak mau saya paksa," Ucap seorang laki-laki dengan membungkuk. May menghembuskan nafas, Dia cukup tahu siapa yang di sebut tuan oleh laki-laki tersebut. Setelah meminta maaf pada Amar, dia pun pergi tanpa diminta. "May, tunggu!” Amar menghadang May dengan menarik satu tangannya. “Aku bisa minta nomor telepon__” "Maaf, Nona kami tidak bisa sembarangan memberikan nomor telepon.” Laki-laki tadi langsung memotong perkataan Amar dan memaksanya untuk melepaskan tangan May karena mereka harus segera pergi. May yang tidak suka menjadi bahan tontonan orang, buru-buru pergi diiringi laki-laki tadi tanpa menjawab apa yang di inginkan Amar. "Silakan masuk Nona," Ucap seorang sopir ketika May sudah ada di depan mobil. “Nona, Tuan sudah menunggu Anda di dalam.” Sang sopir menyadarkan May yang tengah melamun. May membungkuk melihat terlebih dahulu ke dalam mobil. “Aaawww!!” May menjerit dan benar-benar tersungkur di d**a bidang orang yang tengah duduk sambil memegang tangan yang baru saja dia tarik dengan paksa. “Ternyata kamu lebih suka di perlakukan seperti ini!" Ucap Darka dengan menjepit dagu May cukup keras. “Tapi sayang ... aku tidak suka dengan barang bekas orang lain!” Darka melepas jepitannya dengan kasar. Wajah May terhempas ke samping. Dia tidak mengerti mengapa Darka bisa berpikiran kalau dia bekas orang lain. Padahal, jangankan bekas, di coba pun May belum pernah. “Dari mana kamu tahu aku__” “Jaga sikapmu! Walaupun kita akan menikah, tapi itu hanya sebuah pernikahan palsu karena kamu sudah aku beli. Jadi, kamu tetap panggil aku Tuan.” Perkataan Darka membuat May semakin membencinya. Ya Tuhaaan, kenapa harus ada orang yang merasa di dirinya begitu tinggi hanya karena kedudukan dan uang. Padahal itu tidaklah menjamin dia akan selalu di puja-puja. “Baiklah Tuan Darka yang terhormat!” May bicara dengan tegas, “Bisakah saya turun di sini. Kamu jangan takut, aku cukup tahu diri, kalau aku hanya orang yang kamu beli. Aku akan pulang sendiri. Bukankah Anda orang sibuk?” “Akhirnya kau sadar juga. Turunkan dia di depan!” Mobil pun berhenti. Dengan cepat May keluar. Akan tetapi sebelum dia menjauh, May menangkap uang yang Darka lempar ke depan dadanya. “Itu cukup untuk kau pulang. Jangan meminta bantuan teman laki-laki mu. Pesanlah ojol!” Ucap Darka menatap May tajam. Setelah itu mobil yang dia tumpangi pergi meninggalkan May sendiri di tengah jalan yang lumayan padat orang berlalu-lalang. Walau sakit, May harus kuat karena inilah yang harus May terima bila dia hanya wanita yang di beli orang lain. Semilir angin malam membuat May merasakan dingin yang menusuk. Untungnya dia memakai baju yang cukup tertutup. "May akhirnya, aku bertemu denganmu lagi. Cepat naik!" May menatap kanan kiri dan cepat masuk. Ketika tahu kalau itu Amar. Aku yakin, tadi Darka tidak melihat aku pulang bersama Amar. May kembali sadar dari lamunan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD