Rumaysha hanya mampu meremat gaun berwarna emas yang dikenakannya. Sehabis Ashar, kedua tantenya—Jihan dan Zahira—begitu sibuk meriasi Rumaysha. Dimulai memasangkan henna di kuku, merias wajah sekaligus memasangkan gaun lengkap beserta hijab dan aksesoris sederhana yang menunjang penampilan Rumaysha malam ini. Khusus malam ini, Rumaysha harus melepas kacamata minusnya.
Zahira tertawa kecil melihat wajah tegang Rumaysha. Sulit dipercaya ketika dia dilangkahi keponakan yang terpaut lima tahun lebih muda darinya. Dia menyaksikan perkembangan keponakannya. Dimulai dari Rumaysha yang masuk TK ketika Zahira sudah kelas 4 SD. Rasanya, baru kemarin keponakannya itu lulus SMP. Tahu-tahu sekarang sudah lulus SMA lagi saja. Tidak hanya itu, yang membuat Zahira sangat tidak menyangka adalah Rumaysha akan menjadi istri orang lain. Meskipun begitu, Zahira turut bahagia atas itu sudah menemukan laki-laki pilihannya. Rupanya Rumaysha benar-benar menuruti jejak ummanya yang menikah di usia muda.
"Gak usah tegang gitu, May," goda Jihan membuat Rumaysha tersipu malu.
"Umay deg-degan banget rasanya," ungkap Rumaysha.
Sejak bangun tidur hingga sekarang, jantungnya terus berdebar. Ada rasa takut, senang, haru sekaligus sedih. Semua bersatu padu dan terasa campur aduk membuatnya jadi ingin menangis.
"Ini udah selesai make up-nya. Tinggal dikasih setting spray supaya lebih tahan lama. Ateu tinggal dulu, ya. Soalnya tadi Umma kamu request, kalau udah selesai make up supaya dipanggil," kata Zahira. Rumaysha hanya mengangguk. Selesai memakaikan make up untuk Rumaysha, Zahira kembali mengenakan cadar talinya. Kini hanya tinggal Jihan dan Rumaysha. Ibu satu anak itu menatap ponakannya dengan tatapan penuh haru.
"Aish ari kamu cepet banget gedenya, May. Meuni geulis pisan euy ponakan Ateu teh," puji Jihan.
"Ateu waktu dulu nikah gini juga enggak?" Jihan mengangguk menanggapi pertanyaan Rumaysha.
"Sama kok, rasanya mau ngilang dulu aja gitu. Sampai siap baru deh balik lagi," jawab Jihan disertai senyumnya. Rumaysha tertawa, lalu menatap pantulan wajahnya yang ada di cermin. Rasanya jantungnya berdebar sangat kencang.
"Udah datang rombongannya," kata Maika sambil membuka pintu. Jihan berpamitan karena dia merasa ibu dan ini butuh waktu khusus.
"Gimana dong Umma?"
"Ya gak gimana-gimana. Hari ini kamu nikah." Mendengar jawaban dari ummanya, bibir Rumaysha mengerucut kecil.
"Udah santuy aja, gak usah dibawa tegang." Padahal, sendirinya saat menikah dengan Rafan pun begitu.
Maika menatap Rumaysha yang tampak begitu cantik dan terlihat pangling. Selama ini putrinya tidak pernah mengenakan make up, pantas saja kalau hasil make up-nya sebagus ini. Kemampuan make up Zahira perlu diberikan tepuk tangan.
"Umma nangis?"
Maika mengusap air matanya yang mengalir. Ini tangis bahagia. Dia tersenyum menatap Rumaysha. "Terima kasih, ya, Nak. Umma senang punya putri seperti Umay."
"Umma ...."
"Ssst, enggak boleh nangis. Nanti make up-nya luntur. Intinya apa pun yang terjadi, Umay bakal tetap jadi princess-nya Umma sama Papa."
Keduanya berpelukan menyalurkan besarnya rasa sayang yang tumbuh. Hampir 18 tahun merawat dan membesarkan Rumaysha, hari ini dia benar-benar harus melepaskan putrinya.
"Jadi istri yang nurut sama suami, ya, May. Jangan banyak ngebantah. Turutin apa kata suami. Kalau ada yang Umay gak ngerti, tanya sama Umma, jangan malu-malu." Rumaysha memejamkan matanya. Dia tidak tahu kalau hari ini akan tiba begitu cepat.
Di tengah keharuan mereka, suara mic pun terdengar. Perut Rumaysha mendadak mulas saking gugupnya. Matanya bergerak gelisah.
Sedangkan di ruang tamu, seluruh keluarga sudah siap untuk acara ijab kabul.
"Baik, bismillahirrohmanirohim. Bisa kita mulai?" Ardan menarik napasnya sejenak lalu mengangguk mantap.
Ardan sudah setor hafalan surat Al-Kahfi pada Zayn. Sebelum ijab kabul, laki-laki itu berniat menyetorkannya sebanyak 15 ayat. Suara lantunan ayat suci Al-Qur'an yang dilantunkan Ardan membuat Mayra menangis. Putranya benar-benar sudah sangat berubah. Mayra begitu bersyukur dengan perubahan Ardan. Tak jauh beda, mata Zayn pun turut berkaca-kaca. Dia tahu perjuangan Ardan untuk menghalalkan adiknya. Dia lihat sebesar apa keseriusan Ardan menjadikan Rumaysha sebagai istrinya.
Anak Lion juga hadir semua. Darfan dan Sargan turut hadir. Sekadar informasi saja, Darfan dan Ardan satu kampus juga satu jurusan. Sedangkan Sargan satu kampus dengan Zayn. Duda muda itu membawa serta putrinya—Kayla. Gadis kecil ini jadi objek capernya Aysar. Kembali fokus pada acara, Ardan telah selesai melantunkan ayat suci Al-Qur'an. Kini tinggal bagian terpentingnya. Akad nikah mereka.
"Baik, kita mulai."
"Dalam akad nikah ini tidak boleh ada unsur paksaan, dan antara kedua mempelai harus saling rida." Ardan mengangguk. Tanpa bisa dicegah, air mata Ardan mengalir saat khutbatul hajah dibacakan oleh penghulu. Tangan dingin Ardan menjabat tangan Rafan.
"Saudara Diardan Mayen Algafka bin Erdigan Mayendra saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri saya yang bernama Rumaysha Rafda Zhafira Nedrian binti El-Rafan Nedrian Hirasaki dengan maskawinnya berupa seperangkat perhiasan seberat 50 gram beserta seperangkat alat sholat, TUNAI!"
"Saya terima nikah dan kawinnya Rumaysha Rafda Zhafira Nedrian binti El-Rafan Nedrian Hirasaki dengan maskawin yang tersebut, dibayar tunai!"
Keadaan hening sebentar, penghulu itu tersenyum. "Bagaimana para saksi? Sah?"
"SAH!!"
"SAH! ALHAMDULILLAAAH!" Seluruh keluarga yang ada berseru kata 'Sah' dengan penuh semangat.
"Alhamdulillaah, baarakallahu laka wa baraka alayka wa jam'a bayna kuma fii khayr."
Melihat suasana yang begitu hening, Aysar jadi gatal sendiri. Dia pun bangkit dari posisinya.
"Sah Blo!" seru Aysar membuat Zayn menarik adiknya untuk duduk di pangkuannya.
"Diem dulu Tucil, jangan ngerusak momen sakral, nanti Abang kirim ke luar negeri mau kamu?" Zayn menggeplak mulut Aysar pelan.
"Don tac me!” sewot Aysar. Maksud bocah itu adalah mengatakan don’t touch me, tapi dengan versinya sendiri yang belum jelas pelafalannya.
"Halah gaya banget!"
"PAPA!" teriak Aysar membuat semua yang sedang fokus pada acara akad nikah langsung mengalihkan perhatiannya pada bocah laki-laki yang mengenakan jas itu.
"Dede mu sah juga!" kata Aysar semangat. Rafan tersenyum kaku pada para tamu. Dia menghela napasnya.
"Ssst, Aysar diem dulu, ya. Nanti oke?" Aysar mengangguk. Dia duduk di sebelah Sargan. Sengaja, ingin tebar pesona pada Kayla.
"Kamu kelilipan?" tanya Sargan saat melihat mata Aysar terus berkedip sebelah.
"No! Aysar lagi danteng sama Kay!" Sargan tertawa mendengarya.
Ya ampun, bocah ini.
"Wah ini sih ajarannya lo, Zayn!" tuduh Darfan.
"Enak aja lo! Nih bocah tumbuh dengan wataknya sendiri," kata Zayn.
Selesai menandatangani beberapa berkas, Ardan bersiap untuk menghampiri istrinya. Telinganya memerah saat menyadari kalau perempuan yang jadi pujaan hatinya sejak SMA kini telah resmi menjadi istrinya.
"Masuk aja, tapi tahan dulu, ya," kata Rafan sambil terkekeh penuh arti.
Di dalam sana Rumaysha tidak henti-hentinya merengek pada Maika untuk kabur.
"Umma ...."
"Nah tuh, itu pasti suami kamu," kata Maika antusias.
"Assalamu'alaikum!" sapa Ardan membuat tubuh Rumaysha seketika melemas.
"Wa'alaikumussalam, masuk aja, Dan. Nih dari tadi ditungguin," jawab Maika membuat pipi Rumaysha memerah.
"Ayo dicium dulu punggung tangan suaminya," titah Maika antusias.
Rumaysha menatap ke arah Ardan yang menatapnya penuh sayang. Dia menatap tangan kekar Ardan. Saat berusaha meraih tangan Ardan, entah kenapa rasanya begitu malu bila memegang tangan cowok lain selain Abang juga Papa.
"Ayo, May!"
"Malu, Umma," cicit Rumaysha.
Rasanya dia ingin menjerit saat Ardan meraih tangannya tanpa diduga.
"Nah tuh bagus cowoknya nyosor. Ayo, May, dicium dulu punggung tangan Ardannya." Maika masih gencar untuk menyuruh Rumaysha mencium tangan laki-laki yang sekarang menjadi suami putri tercintanya.
Rumaysha memberanikan diri untuk mengecup punggung tangan Ardan. Setelahnya dia hanya mampu menundukkan kepalanya. Keadaan benar-benar hening. Hanya ada Ardan dan Rumaysha di kamar ini. Ternyata Maika sudah keluar lebih dulu. Menyadari keadaan yang hening, Rumaysha memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya. Air matanya tidak bisa dicegah saat melihat senyuman dan tatapan hangat Ardan. Alhamdulillaah, sekarang laki-laki ini sudah halal baginya. Begitu juga sebaliknya.
Jantungnya berdegup kencang saat Ardan menghampirinya.
"Assalamu'alaikum, Istri," kata Ardan.
"Wa—" Rumaysha tidak bisa berkata apa pun ketika Ardan merengkuhnya. Dia terisak dalam pelukan Ardan. Tidak hanya Rumaysha, Ardan juga menangis haru. Perjuangannya membuahkan hasil. Rumaysha sekarang sudah jadi miliknya. Selama dua tahun berusaha menahan diri, sekarang terbayarkan sudah. Ardan melepas pelukannya, lalu bergerak untuk menghapus air mata yang mengaliri wajah Rumaysha.
Ardan meletakkan satu tangannya di ubun-ubun gadis itu, sedangkan tangan satunya dia gunakan untuk menggenggam tangan Rumaysha. "Allahumma inni as'aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa 'alaih. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarrimaa jabaltaha 'alaih.” Selesai membacakan doa, Ardan mengecup kening istrinya lalu menarik Rumaysha ke dalam pelukannya.
"Aku mungkin bukan laki-laki yang shalih, pengetahuan agamaku pun masih banyak kurangnya. Tapi satu hal yang harus kamu percaya, aku akan berusaha untuk terus beproses jadi lebih baik supaya pernikahan kita bisa sampai ke jannah-Nya, " ujar Ardan saraya mengusap lembut punggung kecil istrinya. Rumaysha mengangguk dalam pelukan Ardan yang terasa begitu nyaman. Saking nyamannya, dia sampai hampir tidur.
"May?" panggil Ardan.
"Eh maaf," kata Rumaysha. Dia berusaha melepaskan diri dari Ardan.
"Gak apa-apa, Sayang," ucap Ardan mulai berani.
Keduanya memutuskan untuk keluar kamar dan menyambut tamu. Rumaysha sendiri memilih mengenakan cadarnya dan kain yang disiapkan khusus untuk menutupi dadanya. Dia hanya ingin memperlihatkan wajahnya yang sudah dirias pada Ardan saja. Rumaysha memilih langsung duduk di tempat yang sudah disiapkan untuknya di saat Ardan memutuskan menemui temannya.
"Wesss udah halal euy!" kata Sargan.
Ardan tersenyum jumawa.
"Jangan main gas aja, Dan. Kasihan masih kecil," lanjut Sargan penuh arti.
"NAON?!" ujar Zayn ngegas.
"Eitss, gak berhak. Sekarang dia udah jadi istrinya Ardan," ejek Darfan membuat Zayn mendengkus. Jujur saja, sebenarnya ada perasaan tidak rela. Menghabiskan waktu 18 tahun bersama Rumaysha membuat Zayn terbiasa bertengkar dan mendengar kecerewetan adiknya. Namun, sekarang Rumaysha sudah milik Ardan.
"Jaga adik aing. Sampe lo sakitin dia." Zayn menunjukkan wajah mengintimidasinya pada Ardan.
"Iyalah, ini misi seumur hidup."
Mendengar Ardan berbicara seperti itu, Sargan jadi teringat almarhumah istrinya. Zara, ini sudah dua tahun. Tapi sedikitpun rasa ini gak pernah berkurang, batin Sargan pilu.
"Assalamu'alaikum!"
Tubuh Zayn menegang saat menangkap suara yang sudah lama dia tidak dengar. Jangan nengok, Zayn, tahan, rapal Zayn dalam hatinya. Dia mengembuskan napasnya dengan lega saat melihat Qia langsung menghampiri Rumaysha.
Dua tahun lagi, ya? batinnya gusar.