Calon Suami untuk Khalisa

1033 Words
Jam sudah menunjukkan pukul lima sore.  Lisa baru sampai di kamar kosnya. Lisa menyimpan tumpukan buku di atas karpet kamar kosnya.  "Aku gerah sekali!" Lisa mengibas-ngibaskan tangannya.  Tidak lama kemudian ponsel Lisa berdering. Lisa langsung mengambil ponsel yang disimpan di tas ransel yang tadi ia pakai kuliah. "Mama?"  [Panggilan di telepon] "Assalamualaikum," ucap Lisa. "Waalaikumsalam sayang.  Apa kabar?  Bagaimana kuliahnya?" tanya Kirana dari seberang telepon.  "Alhamdulillah baik. Tapi akhir-akhir ini, tugas semakin banyak dan membuat lelah. Rasanya ingin nikah saja," ucap Lisa yang seharian ini terus mengucapkan kalimat itu.  "Ingin nikah saja? Sudah ada calonnya belum?" goda Kirana.  "Belum," jawab Lisa sambil terkekeh.  "Ya ampun!" ucap Kirana.  "Oh iya mama mau bicara penting nih sama kamu nak, apa kamu sedang santai?" "Belum ma, nanti malam saja ya? Lisa baru pulang. Mau mandi dulu, terus tanggung juga kan sudah mau adzan magrib?" "Oke lah, mama tutup dulu ya teleponnya. Nanti mama telpon lagi malam." "Siap mama." "Assalamualaikum." "Waalaikumsalam." [Panggilan Berakhir] "Mama mau bicara penting apa ya?" pikir Lisa sambil menyimpan ponselnya di atas single bed nya.  *** Rumah Danu Permana, Bandung Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam.  Kirana menghampiri suaminya Danu,  yang baru saja pulang dari masjid.  "Pak,  pak… mama punya kabar bagus!" seru Kirana yang terlihat sangat sumringah sekali. Danu merasa heran.  Lalu ia mengajak Kirana untuk duduk di sofa ruang tamu.  "Kita duduk dulu ma," pinta Danu. Kirana pun mengikuti arahan Danu.   Kini sepasang suami istri itu telah duduk di sofa panjang di ruang tamu itu.  "Kabar baik apa yang mama dapatkan ma? Bapak jadi penasaran," tanya Danu.  "Tadi loh pak. Mama sebelum adzan magrib kan nelpon Lisa ya," ucap Kirana.  "Terus?" tanya Danu. "Ih belum selesai pak, diam dulu!" pinta Kirana.  Danu pun mengangguk.  "Tadi Khalisa bilang,  dia ingin menikah!" seru Kirana. Tapi Danu tidak bereaksi.  "Ih ko bapak diam saja sih?!" "Kan kata mama bilang supaya bapak diam dulu," jawab Danu.  "Mama sudah selesai bicaranya." "Bagus dong!" "Eh tapi Lisa belum punya calon kan?" "Belum," jawab Kirana. "Lebih bagus!"  "Bapak kira Lisa bilang ingin menikah sudah ada calonnya." "Belum katanyanya." "Ya sudahlah pak, kesempatan nih untuk menyampaikan rencana kita pada Lisa.  "Benar ma," ujar Danu. "Eh tapi pak, mama ingin lihat dulu dong foto anak pak Yudistira nya." "Eh emang mama belum lihat fotonya ya?" tanya Danu. Kirana menggeleng.  "Ayo ikut bapak! Fotonya ada di ponsel bapak." Danu bangkit dari duduknya dan diikuti oleh Kirana di belakangnya.  *** [Kamar Kos Khalisa, Jakarta] Jam sudah menunjukan pukul delapan malam.  Lisa menunggu Kirana menelponnya sambil mengerjakan makalah perbaikan untuk ia kumpulkan. Tidak berselang lama ponsel Lisa berdering dan sang pemilik ponsel langsung mengambil ponselnya yang diletakan di samping laptopnya.  *Panggilan di telepon. "Assalamualaikum ma," ucap Lisa membuka pembicaraan di telepon sambil bangkit dari duduknya. Lalu ia memilih duduk di atas single bed yang ada di kamar kosnya.  "Waalaikumsalam nak, mama ingin menyampaikan hal yang tadi sempat tertunda ini adalah hal yang cukup penting.  Untuk itu,  mama harap Lisa menyimaknya dengan baik ya." "Iya ma,  baik. Apa itu?  Ko Lisa jadi deg-degan begini ya?" tanya Lisa mulai tidak enak hati. Tidak biasanya Kirana bicara seperti itu padanya. Biasanya Kirana hanya menanyakan kabar Lisa dan apa yang kiriman uangnya sudah habis atau belum. "Kamu berhak deg-deg an sih nak.  Soalnya ini juga menyangkut masa depan kamu," ucap Kirana dari seberang telepon. Lisa mendengar suara ibunya saat itu terdengar serius.  "Ada apa sih ma, langsung aja deh. Aku jadi semakin ga karuan begini," ucap Lisa mulai memangku bantal di atas kakinya.  "Kamu tadi bilang ingin nikah kan?" tanya Kirana.  Lisa terdiam sepersekian detik hingga ia menjawab, "iya ma." "Memangnya kenapa?" tanya Lisa.  "Mama dan bapak sudah punya calon suami untukmu." "Hah? Maksud mama?" tanya Lisa yang merasa tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh ibunya.  "Tadi kan mama minta kamu menyimak sayang," ucap Kirana.  "Mama dan bapak sudah punya calon suami untukmu." "Orangnya tampan,baik dan mama yakin, dia akan bisa membimbing kamu nantinya," ucap Kirana. "Mama sedang tidak bercanda kan?" tanya Lisa. "Tidak," jawab Kirana singkat.  "Bapak dan pak Yudistira teman bapak, sudah saling berjanji akan menikahkan anak mereka ketika anak mereka telah dewasa." "Dan mama rasa kamu sudah cukup dewasa," ucap Kirana kemudian.  "Ya ampun ma,  aku kan hanya bercanda tadi." "Tapi janji yang diucapkan oleh Bapak dan pak Yudistira tidak bercanda nak." "Kamu mau ya? Nikah dengan anak pak Yudistira?" Bagaimana aku menolaknya? Please!  Aku masih ingin fokus kuliah lalu kerja dulu, batin Khalisa.  "Sayang… Khalisa,  kamu masih disana kan?" tanya Kirana dari seberang telepon.  "Masih ma," jawab Lisa.  "Ma,  aku ada saran nih," ucap Lisa.  "Apa?" "Bagaimana kalau yang dinikahkan sama anak pak Yudistira Dika saja ma." "Kita tunggu sampai Dika dewasa saja," saran Lisa.  "Terima kasih sarannya Lisa," jawab Kirana. Yes! Semoga saran dariku bisa dipertimbangkan, batin Lisa.  "Tapi ma'af semua anak pak Yudistira laki-laki semua,  dan mau tidak mau Lisa harus bisa menikah dengan anaknya yang bungsu," jawab Kirana membuat Lisa terpaku dan tidak bisa menjawab.  Otaknya seakan buntu.  "Lisa  kamu tahu kan sayang? Dengar mama sayang, janji itu harus ditepati." Benar juga, batin Khalisa.  "Mama harap kamu bersedia menerima perjodohan ini." "Memangnya anaknya pak Yudistira mau gitu sama aku? Kita belum pernah ketemu kan ma?"  "Bagaimana kalau tiba-tiba anak pak Yudistira langsung menolak ketika bertemu denganku ma? Bisa malu Lisa, " tanya Khalisa beruntun. "Kamu tenang saja. Anak pak Yudistira itu orangnya baik, dia pasti bisa menepati janji orang tuanya," jawab Kirana.  "Seyakin itu mama?" Tanya Lisa tak percaya. "Iya sayang." "Pak Yudistira sekarang sudah mulai sakit-sakitan.  Dia ingin sekali melihat anak bungsunya segera menikah untuk menepati janjinya pada bapak," jawab Kirana.  "Kamu mau ya sayang?" tanya Kirana. Khalisa terdiam.  "Nanti Lisa jawabnya ya?"  "Boleh sayang. Mama tunggu ya!" *Panggilan terputus.  Lisa langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. "Aku termakan ucapanku sendiri?" ucap Khalisa sambil memandang langit-langit kamarnya.  "Bagaimana ini?" "Bagaimana aku bisa menikah,  sementara aku belum bisa masak dan belum siap," gumam Lisa.  "Coba kalo aku tadi ga bilang pengen nikah!" Khalisa mengambil bantal  Aaaaa!  Khalisa menjerit di bawah bantal.  Tidak berselang lama ada yang mengetuk pintu.  "Lisa! Tidur belum?"  Suara Jeni terdengar dengan sangat jelas.  Khalisa langsung bangkit dari duduknya.  Jeni kembali mengetuk pintu. "Lisa!" "Iya iya!  Tunggu!" jawab Lisa sambil berjalan ke arah pintu.  []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD