BAB 2

1612 Words
Sesampainya dirumah, yuna masuk ke dalam rumah dengan sikap penuh waspada. Beberapa kali menolehkan kepala ke kanan dan kiri untuk memperhatikan situasi dirumah agar tidak ada yang menyadari kedatangannya. Padahal dirumahnya pun sebenarnya sedang sepi. Hanya saja dia tidak mengetahuinya. Dia melemparkan dirinya ke ranjangnya yang empuk, sambil beberapa kali menghembuskan nafasnya kasar. Memijat pelipisnya yang terasa pening akibat kejadian semalam. Akhirnya dia memutuskan untuk mandi, berharap ini semua akan menghapus semua jejak sentuhan pria misterius itu. Tapi saat dia ingin melepas antingnya, ternyata anting itu hanya tinggal sebelah. Perasaannya semakin tidak karuan, itu adalah sebuah kado pemberian dari olivia, bagaimana bisa hilang, anting itu dibuat secara khusus sesuai yang olivia inginkan. Dengan inisial nama yuna. Yuna merasa sangat bodoh hingga harus mengalami hal buruk dalam sekejap, sedari tadi dia selalu mencoba tenang. Tapi saat air hangat mulai membasahi seluruh tubuhnya, air mata itu sudah tak bisa di bendung lagi. Semuanya tumpah, dia merasa sangat menyesal dan bersalah secara bersamaan. Bagaimana bisa seorang yuna yang selalu waspada bisa tertimpa masalah serumit ini ? Bodoh kamu yuna !! Selesai mandi, dia mencoba menyalakan ponselnya yang mati dari semalam. Ternyata ponselnya itu lowbat. Langsung saja dia mengisi daya ponselnya. Rasanya dia merindukan olivia dan juga merasa bersalah. Ingin rasanya segera memberi tau tentang hal ini padanya. Yuna bergegas ke kamar adiknya untuk menemui adik iparnya itu. Sesampainya didepan kamar, yuna baru berniat mengetuk pintu. Tiba – tiba dikejutkan oleh sebuah suara. “Non yuna mau cari non oliv ?” tanya bi ida, asisten rumah tangga yang bekerja dikelurga mereka selama bertahun – tahun. Kebetulan lewat dan mengagetkan yuna yang memang sedang dalam mode waspada. “Iya, bi.” “Emang non yuna belom tau kalo non oliv semalam melahirkan ?” tanya bi ida. “Jangan bercanda, bi.” “Beneran, non. Semalem setelah acara itu non oliv langsung dibawa ke rumah sakit.” Jelas bi ida. Yuna langsung berlari kekamarnya setelah mendengar penjelasan bi ida, “Makasi bi.” Teriak yuna. Bi ida hanya bisa menggeleng – gelengkan kepalanya. Saat mengecek ponselnya memang panggilan dari juna dan mamanya menempati tempat teratas. Beberapa pesan juga dikirimkan oleh mereka. Jangan ditanya betapa panjangnya pesan yang dikirim juna, juga betapa banyaknya pesan dari mamanya. Yuna langsung saja menelfon yasmin. Terdengar suara lega dari mamanya. Mereka berbicara sebentar, lalu yasmin menyuruh yuna untuk segera datang kerumah sakit. Sesegara mungkin yuna menuju ke rumah sakit tempat keponakan yang sangat dinantikannya itu lahir. Tapi saat sampai, baru dilobby rumah sakit yuna sudah mendapatkan tatapan sinis dan menuntut dari adiknya. Juna sengaja menunggu kedatangan kakaknya setelah mamanya memberikan kabar bahwa yuna sudah menghubungi mereka. “Jun...” “Lu utang banyak penjelasan sama gua, kak.” Kata juna membuat yuna bungkam dan tidak bisa menjelaskan apapun. Semenjak menikah juna menjadi jauh lebih galak dibandingkan papanya. “Semaleman lu kemana ?” tanya juna posesif sambil mengajak yuna untuk duduk dulu di lobby sebelum mengajaknya bertemu dengan anak dan istrinya. “Gua... mmm kemarin cuma lagi pengen sendiri aja.” “Harus banget sampe nggak bisa dihubungin ?” “Batrai habis, jun. Lu galak banget kayak papa, enggak sih.. bahkan lebih galak.” “Lu nggak siap buat nikah ?” tanya juna yang membuat yuna langsung menoleh memandangi wajah adiknya yang sedang serius itu. Jarang sekali yuna melihat wajah serius adiknya itu. “Gua cuma butuh waktu.”  Yuna menundukkan kepalanya, mencoba mengungkapkan apa yang dirasakannya pada adik satu – satunya itu. “Lu masih ada waktu sebulan lagi menikmati masa kebebasan.” Kata juna lagi sambil mengusap punggung kakaknya. “Sebulan ? Bukannya pernikahan gua udah dirancang buat 2 minggu lagi ?” tanya yuna terkejut sekaligus penasaran dengan apa yang terjadi. Sepertinya baru semalam, mengapa dalam waktu semalam itu terjadi banyak perubahan. “Pernikahan lu diundur, karena olivia barusan melahirkan mereka ingin memberikan waktu pemulihan untuk dia.” “Dan lu harus berterima kasih sama anak gua. Kerjasama kalian berhasil dan sukses.” Lanjut juna, lalu dia tersenyum lembut. Yuna tau kalau sebenarnya adiknya itu khawatir dengannya. “Lu nggak lagi ngerjain gua kan, jun ?” tanya yuna yang tidak yakin melihat senyum adiknya itu. Juna yang memang jarang tersenyum selembut itu membuat yuna waspada, takut juna hanya sedang bercanda dengannya. “Enggak kak, gua serius.” Sekarang juna mencoba menampilkan wajah seriusnya kembali, membuat yuna sedikit merasa terhibur karena percobaan juna itu gagal dan justru membuatnya terlihat konyol. “Makasih banyak. Gua cuma butuh waktu itu aja, meskipun ya... cuma sebulan. Tapi oke lah.” Yuna memeluk adiknya. “Bilang makasih sama mama, tadi mama sengaja telfon dan bilang sama calon mertua lu kalo oliv habis melahirkan.” “Iya, bawel banget sih.” Mereka pun tertawa. Yuna sedikit lega mendengarkan itu. Akhirnya juna memperbolehkan yuna menemui oliv dan juga anaknya. Mereka berjalan menuju kamar perawatan oliv. Saat dilift juna menyampaikan sesuatu hal yang membuat yuna terkejut. “Kak, calon suami lu ngajakin dinner.” Kata juna setelah memencet tombol lantai yang akan mereka tuju. “Ha ? Dinner ?” yuna terkejut, lalu ingatan tentang semalam tiba – tiba muncul begitu saja. “Iya, dinner berdua. Biar kalian saling ketemu dan dekat sebelum nikah.” Jelas juna, membuat yuna termenung. “Kak!!” teriakan juna mengagetkan yuna. “Eh, iya gua denger juna.” “Lu kenapa sih ?” “Nggak... gua nggak papa. Nanti gua dinner sama calon gua.” Kata yuna dengan nada berbica yang sedikit terbata. Membuat juna curiga karena sikap aneh kakaknya itu. ** Suara bel berbunyi, masih dengan bertelanjang d**a dan hanya menggunakan celananya pria itu berjalan menuju ke arah pintu. Mengintip di lubang kaca kecil yang menempel di pintu untuk memastikan siapa yang datang ke kamarnya. “Selamat pagi, tuan.” Sapa pria yang sedang berdiri didepan kamar menggunakan seragam serba hitam dan menggunakan topi yang menutup kepalanya. “Segera cari tau siapa gadis yang menginap di kamar ini semalam. Dan juga cari tau siapa yang dengan sengaja menjebakku dengan perangkap murahan seperti ini.” Kata pria itu sambil mengancingkan kancing kemejanya satu per satu, lalu melipat bagian lengan kemejanya sampai siku. “Baik, tuan.” “Anda ditunggu oleh tuan darwin di lobby hotel.” lanjut pria berpakaian serba hitam itu, lalu menunduk sopan memberi hormat dan meninggalkan tuannya setelah anggukan tanda mengerti diberikan. Pria itu berjalan menuju ranjang tempat gadisnya itu berada semalam, dia mengusapnya. Masih tercium wangi vanilla khas gadisnya. Saat mengusap ranjang tangannya tiba – tiba terhenti pada sebuah benda seperti anting dengan model ear cuff dengan inisial “Y” dibagian bawahnya. ‘Kita harus ketemu lagi, sayang.’ Batin pria itu sambil tersenyum bahagia dan menggenggam anting itu. ** “Woy, tuan aimmar yang terhormat.” Sapa darwin sambil melambaikan tangannya saat melihat sahabatnya itu keluar dari lift. “Berisik lu win, masih pagi.” Jawab aimmar dengan wajah datar. “Apaan tuh ?” tanya darwin saat melihat sahabatnya itu sedang memainkan sebuah benda berwarna rose gold yang bisa dipastikan milik seorang wanita. “Bukan apa – apa.” Jawabnya dengan nada cuek. “Sejak kapan lu suka barang – barang warna kayak gitu, mar ? Punya siapa sih ?” darwin masih dengan usahanya mengorek kejadian sebenarnya yang terjadi pada sahabatnya itu. “Punya cewek yang semalem berhasil bikin ranjang gua hangat.” Aimar masih dengan wajah datar menjawab pertanyaan sahabatnya itu. Lalu menyimpan anting itu ke dalam saku celananya. Membuat darwin ingin memukul wajah tampan yang nyaris tidak memiliki celah  kekurangan disampingnya itu, tapi dengan segera bisa dihindari aimmar. Karena memang sejak masih duduk di bangku kuliah dulu cara bercanda mereka begitu. Aimmar tidak akan bisa marah pada darwin, justru darwin adalah salah satu orang yang dipercaya olehnya. “Dasar sinting, sante banget lu ngomong gitu. Mana coba cewek itu ?” darwin menoleh ke segala arah mencari keberadaan gadis malang yang semalam terjebak dengan temannya. “Kabur.” “Dan tugas lu buat cari tau siapa dia.” Lanjut aimar. “Kok bisa ?” darwin heran mendengar hal itu, padahal di luar sana banyak wanita yang rela mengantri untuk bisa menemani aimmar. Tapi gadis beruntung itu malah kabur. “Ini pasti ada yang nggak beres.” “Sejak kapan lu tertarik cari tau soal cewek ?” goda darwin. “Sejak kejadian semalem. Udah nggak usah bawel lu, win.” Saat mereka berjalan menuju mobil darwin yang terletak tidak jauh dari lobby hotel. “Mar, itu yang di sana bukannya calon bini lu ?” tanya darwin. “Gua nggak peduli.” “Itu coba lu liat.” Kata darwin sambil menunjuk ke arah yuna. “......” aimar hanya terdiam tapi tetap menoleh ke arah yang ditunjuk oleh darwin. “Dia ngapain pagi – pagi udah nongkrong disana ?” Darwin masih memperhatikan yuna sampai ke dalam mobilnya. Rasanya sikap yuna sedikit aneh. Yang darwin ketahui adalah yuna salah satu wanita “most wanted” karena kecantikan, sikapnya yang anggun, dan status sosial yang dimilikinya. “Mungkin habis having fun sama cowok lain.” Kata aimmar sinis. “Gila emang lu, mar. Setau gua dia cewek baik – baik.” Ucap darwin membela. “Lu sebenernya temen gua apa dia sih ?” aimmar mulai kesal. “Ya... temen lu sih. Cuma udah lah mar, nggak baik masih simpen dendam. Itu kan masalah orang tua kalian, gimana bisa lu buat dia yang nanggung.” “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, inget itu win!! Dia anak wanita itu, pasti kelakuannya pun nggak jauh beda.” “Lu kan belum pernah deket sama dia, kenapa bisa mutusin sendiri sih.” Darwin masih berusaha membuat temannya itu meredam rasa dendam sahabatnya itu. “Jangan bikin gua marah sama lu gara – gara masalah ini, win.” Ancam aimmar memuat sahabatnya angkat tangan. “Oke... Oke.. Tapi awas ya jangan ribetin gua kalo nanti ternyata dia nggak kayak yang lu pikirin.” Kata darwin, tiba – tiba ada seorang pria menghampiri yuna. “Mar, siapa tuh yang nyamperin yuna ? Jangan – jangan mau di rebut lagi.” Godanya. “Udah diem aja lu, win.” Kata aimar cuek tapi tatapan matanya masih memperhatikan ke arah yuna. “Tapi dia calon bini lu. Banyak cowok yang pengen deketin dia.” “Sayangnya, lamaran gua udah diterima.” Kata aimmar bangga. “Berati kan dia calon milik lu.” “Masih calon, udah nggak usah ribet lu win.” “Dasar cowok sinting emang lu, mar.” maki darwin kesal. “Nanti kalo ada yang beneran ngerebut baru tau rasa.” lanjutnya. Hanya wajah tidak peduli aimmar menjadi jawaban untuk kata – kata darwin tadi. Seperti biasa... sahabatnya itu memang sedingin kulkas. “Sekarang lu diem dan fokus nyetir!!!” perintah aimmar yang mulai gerah dengan kebawelan sahabatnya itu. “Iya, tuan.” Sindirnya sambil menganggukan kepala. Sepanjang perjalanan menuju kerumah, aimmar terus memperhatikan anting yang ada ditangannya. Membolak – balikannya berulang kali berharap menemukan sedikit petunjuk selain inisal nama gadis itu. Tapi hasilnya nihil. ‘Kita harus ketemu lagi, HARUS!’ batin aimar penuh dengan keyakinan. **  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD