Pov dini
Nama ku dini puspita sari anak dari bapak andra dan ibu sani, aku mempunyai seorang kakak yang bernama dani, semuala keluarga ku sangat bahagia, meski tak bergeliang harta, tapi keluarga kami tidak kekurangan apapun, bapak yang memmiliki kios ikan di pasar cukup mencukupi kebutuhan sehari hari, namun setahun lalu semenjak ada program renovasi pasar, bapak mulai mengengangur, kios yang menjadi harapan keluarga kami satu satunya ikut tergusur.
Sementar pasar lama di perbaiki Para pedagang di pindahkan ke pasar sementara. Pasar yang terbilang baru tidak cukup untuk menarik pembeli datang berkunjung, sehinga membuat kios bapak ikut sepi akhirinya kiospun ditutup, bapak pernah mencoba beberapa kali bangkit, tapi hasilnya selalu gagal, yang ada cuma timbul hutang.
Keadan seperti itu membuat kuliah ku yang baru semester awal harus berheti, karena tidak cukup biaya untuk melanjutkan, aku cuma bisa pasrah menerima keadaan itu.
Untuk membantu perekonomian keluarga aku bekerja di salah satu toko pakain yang ada di salah satu mall kota bandung, tetapi itu tidak merubah keadaan apapun, gaji yang kecil hanya cukup untuk memenuhi kebutahan ku saja.
sebulan lalu bapak mulai sering lagi pergi kepasar setiap hari, katanya ada yang memberi modal untuk membuka toko grosir diruko dekat pasar, aku sebagai anak melihat orang tua mulai bangkit lagi ikut merasa bahagia.
Namun Kebahagian itu seketika sirna, ketika tahu aku akan dinikahkan oleh bapak, dengan seorang pria yang memberikan modal usaha kepada bapak,
aku hanya bisa pasrah menerima perjodohan ini, aku berpikir tidak jadi masalah aku korbankan cintaku demi kebahagian kedua orag tuaku, mungkin hanya ini yang bisa kulakukan, untuk membalas kebaikan mereka.
****
Malam itu keluarga besar kami berkumpul, aku yang udah di make over dari sore hanya menunggu di kamar.
Tok
Tok
Tok
Krek
pintu kamar ku terbuka dari luar, ibu langsung masuk menghampiriku,
"Calon suami mu udah datang, ayo temui dia" kata ibu sambil menuntunku membawa keruang tamu menemui pria yang belum pernah sam sekali aku lihat, namun pria itu sebentar lagi akan jadi calon suamiku,
Sesampai di ruang tengah, aku celingukan mencari calon suamiku, aku hanya meliahat pria asing berbadan tambun, berperut buncit, mukanya tembem di hiasi kumis tebal yang melingkar di atas bibirnya, walau keliahatanya udah berumur namun pakainya sangat rapi mengabarkan orang yang memiliki harta berlimpah sedang duduk mengobrol dengan bapak sambil senyum senyum.
Ketika pria tua melihat ku keluar dari kamar, matanya menatap tajam kearah ku, seperti singa yang siap menerkam mangsanya, bahkan sesekali terlihat menelan ludah, entah apa yang ada di pikiran bapak bapak ini.
"Dini ayo salam dulu sini, sama calon suami mu" kata bapak sambil melambaikan tangannya memangilku untuk mendekatinya.
Bak tersambar petir disiang hari bolong aku tidak percaya ternyata pria tua yang seharunya menjadi kakekku, malam ini dia akan melamarku bahkan mungkin beberapa minggu lagi akan tidur bersamaku, otak kupun terus mengandai andai sehingga kedua lutut ku terasa lemas, namun aku tetap berusuha berjalan menuju ke arah bapak.
Aku pun menyalami calon suami pilihan orang tuaku, setalah bersalaman lalu aku duduk di samping bapak.
"Dini kenalkan namaku wahyu, aku pengusaha propeti dan pemborong, aku tingal di jakarta tapi sesekali aku kebandung untuk mengecek beberapa perusahaan disini, maksud mas datang kesini tidak lain dan tidak bukan mas mau hanya ingin melamarmu, walau mas udah mempunyai tiga istri tapi kamu engak usah khawatir kamu gak akan kekurang kasih sayang dari mas, karna mas akan sepenuh hati menyangi kamu, bahkan ruko yang di tempati usaha grosir bapak kamu, suratnya udah diganti atas nama kamu, dan perlu kamu tau itu hanya hadiah kecil yang mas berikan sebagai tanda sayang mas ke padamu, nanti kedepanya setalah sah menikah, mas akan berikan hadiah hadiah besar lainya, bahkan mungkin kamu tidak akan pernah membayangkan sebelumnya, jadi bagaimana apa kamu bersedia menikah dan menjadi istri ke empat mas?" Tanya kakek tua bernama wahyu sambil terus menatap ke arah ku.
Mendapat pertanyaan seperti itu aku hanya menduduk, mulut ku rasanya terkunci walau hati berkata untuk menolak, dadaku terasa sesak seolah jantungku terhenti, kepalaku tiba tiba mejadi berat seolah tidak mampu mengartikan keadan apa yang terjadi sekarang, keringat dingin keluar becucur membasahi pungguku.
"Bagai mana dini apa kamu bersedia menjadi istri mas?" Pak wahyu mengulang pertanyaanya lagi.
"Nak wahyu dini ini masih polos, masih perawan, jadi dia malu malu, makanya kata orang tua jaman dulu kalau anak gadis ditanya terus tidak menjawab itu tandanya mereka setuju" timpal bapak sambil terkehkeh seolah yakin bahwa aku mau.
Mendengar perkataan bapak yang seperti memaksakan kehendaknya, rasanya pengen meronta ronta menolak perjodohan ini, tapi kekuatan ku seolah sirna, aku hanya bisa menuduk lesu merasakan perih luka yang sangat dalam, tak teras butiran bening mulai berjatuhan membasahi pipi, merasakan kecawa yang sangat dalam, tak menyangka bapak yang selama ini aku anggap pria paling baik di dunia, hari ini dia rela menjual kebahagian anaknyaa demi harta.
"Oh begitu ya pak mertua, maaf kalau saya tidak mengetahui hal semacam itu, oh iya dini mana sini tangan mu, biar mas pasakan cincin lamaran di jari manismu" pinta pak wahyu sambil mengeluarkan cincin dari kotak merah berbentuk hati itu.
Melihat aku diam saja, ibu dengan cepat manggakat tangan ku mendekatkan kehadapan pak wahyu.
Pak wahyu pun mengambil tangaku lalu menciumya, lalu memasukan cincin ke jari manisku.
Slepp.
Ketika cincin masuk kejariku Rasanya ada benda tajam yang mengores bahkan mungkin mebelah hatiku, membuat kepalaku yang tadinya udah berat semakin berat, penglihatan pun mulai kabur, mungkin tubuh ini belum siap menerima kenyataan pahitnya di kecewakan orang tua meski udah tau akan di jodohkan, tapi aku tidak pernah menyangka bahwa jodohku pria setua ini, apa mereka tidak pernah memikirkan perasaanku sama sekali, aku tak sanggup membayangkan jika nanti aku hidup bersama seorang pria, jangankan untuk mencintainya membayangkanya aja bulu kunduk merindig.
Brrrukkk.
Tubuhku ambruk tidak mampu lagi menahan beban berat yang menimpaku secara bersamaan
******
Saat mata ku terbuka, aku beraharap kejadian yang kualami semalam hanyalah mimpi buruk di tidurku, aku meraba raba tubuhku yang masih terbalut gaun putih, bersarung batik, lalu aku melihat ke jari tangan ku, untuk memastikan bahwa ini hanya mimpi, tetapi ternyata cincin itu masih melingkar di jari manisku, untuk lebih meyakinkan lagi bahwa aku sedang tidak bermimpi, aku seret tubuhku mendekati nakas riasku, terlihat jelas di cermin mataku yang sembab, di bawah kelopak mata ada noda hitam lelehan tinta eye shadow yang terbawa oleh air mata.
Setelah aku yakin bahwa ini bukan mimpi, kupandangi jariku lagi, lalu tangan kanan ku perlahan melepaskan cincin yang melingkar di jari manis, melihat cincin itu seketika wajah seram pak wahyu menghisi otak ku, aku pun berteriak sambil melempar penyebab malapetaka itu.
"Aaaaaggggrrrrrrrh"
Tling tling tling
Cincin pun terlempar ke bawah ranjang, aku meremas kepala yang mulai terasa berat lagi.
Cklek
Pintu terbuka dari luar, ibu pun masuk duduk di sampingku, lalu mengusap usap punggung ku, seolah sedang menguirim kekuatan dalam setiap usapannya.