1. Ketakutan

1068 Words
Sejak malam di mana gadis bernama Jessyana Alexander itu melihat pemandangan yang mengerikan itu, tiada hari tanpa perasaan takut yang bersarang di hati gadis blasteran Indonesia-Jerman yang biasanya sering disapa dengan sapaan Jessy itu. Ia terus memanjatkan doa kepada Allah agar Allah selalu melindunginya di manapun ia berada, apalagi ketika ia kembali mengingat tatapan tajam nan mengerikan pada sang tersangka yang kemungkinan besar membuatnya trauma. Terkadang Jessy berteriak ketakutan dengan tubuh yang gemetar sambil terus menggumamkan lafadz Allah, ya tentunya apa yang ia lihat itu merupakan pengalaman buruk yang tak pernah ia lupakan seumur hidupnya. Ia berharap semoga ia bisa menyelesaikan studinya dengan tenang di sini, tanpa ada hambatan apapun. Meskipun kini ia hidup dalam ketakutan, tetapi jelas saja ia harus tetap keluar rumah karena perkuliahannya tentu tidak dapat ditinggalkan. Ia berusaha meyakinkan hatinya, ia yakin bahwa Allah pasti akan melindunginya dari marabahaya jika ia rajin berdoa. Ada Allah yang selalu bersamanya, ia tidak boleh takut pada hal-hal itu. Ya, Jessy meyakinkan itu dalam hatinya, lagipula tidak mungkin ia akan bertemu dengan pria itu lagi. Jessy yakin kalau pria misterius nan menyeramkan itu sudah hilang dari perkotaan ini, tidak ada lagi yang harus ia takuti selain Allah. Hanya Allah lah yang seharusnya ia takuti dan bukanlah manusia, meskipun bayangan menyeramkan selalu terbayang di benaknya. "Jess ...." Jessy tersentak ketika ada seseorang yang memanggil namanya. "Wajahmu kok pucet gitu?" tanya seorang gadis bernama Syanum, ia merupakan gadis blasteran Indonesia-Arab yang se-apartemen serta satu kampus dengan Jessy. "A-aku enggak apa-apa kok," balas Jessy memaksakan senyum. Ia tak ingin membuat temannya itu khawatir jika ia bercerita alasan yang membuatnya sering kali melamun. "Aku perhatikan akhir-akhir ini kamu sering banget melamun, sejujurnya ada apa? Apa ada yang kamu pikirin?" tanya Syanum yang merasa tak puas dengan jawaban Jessy. Satu tahun sudah mereka saling mengenal, tentu saja perlahan-lahan Syanum tahu sifat dan sikap Jessy. Mereka pertama kali bertemu ketika di bandara, di mana keduanya yang kebingungan ingin pergi ke mana. Dan seperti sebuah keberuntungan atau memang ini jalan dari Allah, mereka dipertemukan. Tak hanya satu kampus, mereka juga satu jurusan dan bahkan satu kelas. Mereka sama-sama berkuliah di sebuah universitas besar yang ada di kota ini, nama universitasnya yaitu Universitas Al-Azhar yang letaknya di Kairo, Mesir. Mereka berada di fakultas Syari'ah wal Qanun (Hukum dan Perundang-undangan). Jurusan yang sama-sama mereka ambil yaitu jurusan Syari'ah wal Qanun yang mengharuskan mereka studi selama kurang lebih lima tahun. Awalnya kedua orangtua Jessy tak setuju dengan jurusan yang gadis itu ambil, tetapi Jessy nekat. Bermodalkan dengan uang yang diberi oleh abangnya–Richard, Jessy berangkat sendirian ke Mesir. Orangtua Jessy tak bisa mengantar karena keduanya masih kurang setuju dengan jalan yang Jessy ambil, tetapi Jessy bersikukuh hingga akhirnya gadis itu bisa tahan berada di sini selama satu tahun. Jessy berharap semoga ia bisa lebih cepat menyelesaikan studinya di sini agar ia bisa segera pulang ke negara asalnya yaitu Indonesia. Perlahan-lahan kedua orangtua Jessy menerima keputusan yang putrinya ambil, kurang lebih satu tahun yang lalu. Hingga akhirnya kini mereka sering sekali bertukar kabar baik itu melalui email, sambungan telepon ataupun video call. Jessy begitu senang karena restu orangtuanya sudah ia dapatkan, tetapi begitu kejadian ini terjadi. Sepertinya kesenangannya akan sedikit terganggu, hatinya tak dapat dipungkiri kalau kini tengah dibayangi ketakutan yang begitu besar. "Num, kamu kalau pulang malam pernah lihat hal-hal aneh enggak di sekitar jalan yang biasanya kita lewati kalau mau pulang ke apartemen?" tanya Jessy tiba-tiba hingga membuat Syanum mengernyit. "Sama sekali enggak, palingan yang aku lihat hanya ada penjual. Itupun kadang-kadang, emangnya ada apa, Jes? Apa kamu melihat sesuatu sampai kamu jadi sering melamun gini?" Tebakan Syanum tepat sasaran, Jessy bahkan terkejut mengapa temannya ini bisa tahu. "Coba cerita sama aku, siapa tahu habis kamu cerita, kamu bisa lebih tenang," lanjut Syanum. "Sebenarnya aku enggak mau cerita karena takut, tapi karena kamu udah terlanjur bisa nebak, aku akan cerita. Sebelum itu, bisa kita tutup pintu sama jendelanya? Aku agak takut buat cerita, gimana kalau orang itu dengar?" Syanum mengernyit mendengar Jessy menyebut kata orang itu. "Oke, aku tutup dulu pintu sama jendelanya." Meskipun sudah dirundung penasaran, Syanum menuruti permintaan Jessy untuk menutup jendela dan pintu yang awalnya terbuka. Jessy pun akhirnya menceritakan semua yang ia alami di malam itu, di mana ia melihat seorang pria bermasker tengah melakukan sesuatu yang sadis pada seseorang. Menceritakan kembali hal yang menyeramkan seperti itu membuat Jessy kembali merinding, tubuhnya kembali bergetar. Syanum yang menyadari itu pun langsung memeluk tubuh temannya, ia yang mendengar cerita Jessy saja merasa sangat takut apalagi Jessy sendiri yang mengalami itu. "A-aku takut kalau ketemu dia lagi aku akan dibunuh, Num. Aku takut, apalagi dia sepertinya melihat wajahku," ucap Jessy yang kini sudah terisak. Gadis itu benar-benar ketakutan, ia tak main-main dengan rasa takutnya. "Percaya pada Allah kalau Dia pasti akan melindungimu, Jess. Yakinlah itu, selalu berdoa. Minta dijauhkan dari hal-hal buruk, lupain semua yang kamu lihat malam itu. Kamu ingat-ingat kebahagiaan aja," ucap Syanum mencoba menenangkan Jessy. "Enggak bisa, sulit, Num. Udah semingguan aku berusaha, tapi tetap aja bayangan itu seakan menjadi mimpi buruk bagi aku." Syanum melepaskan pelukannya, menatap Jessy yang telah berurai air mata. "Apa kamu perlu aku bawa ke psikiater, Jess?" tanya Syanum yang dibalas gelengan oleh Jessy. "Enggak! Aku waras, Num! Aku enggak gila! Aku beneran lihat pemandangan itu!" teriak Jessy. "Iya, aku percaya, Jess. Tapi setidaknya psikiater nantinya bisa bantu kamu, bantu kamu agar kamu bisa melupakan kejadian buruk itu. Kamu mau, ya? Ini semua demi kebaikanmu, Jess ...." Jessy ragu, tetapi tatapan Syanum seakan meyakinkannya. "Iya, aku berharap setelah ini semua itu bisa hilang dari kepalaku. Sungguh mimpi buruk itu membuat aku enggak tenang, aku menyesal lewat jalan itu waktu malam itu," ucap Jessy menghirup napas sebanyak-banyaknya. Mencoba menenangkan hatinya yang kini kembali merasa ketakutan. Jessy berharap setelah ini ia tak akan lagi mengingat ataupun bertemu dengan hal-hal yang membuatnya takut, ia tak tahan jika harus terus-menerus mengalami mimpi buruk itu. Ia ingin melupakan semua hal yang pernah ia lihat malam itu, malam mengerikan yang membuat hatinya dibayangi rasa takut. *** Assalamu'alaikum .... Author comeback nih, ada yang kangen? Gimana bab ini? Pada suka enggak? Masih mau lanjut enggak nih? Cerita ini sepertinya akan author beri banyak bumbu ya antara spiritual-romance-mafia-misteri Semoga pada suka ya, yuk di vote dan komen bab ini. Jangan lupa tap love cerita ini dan follow akun author ya Kalau berkenan boleh follow ig author .... @Sjvirgo02 @Simiftahul_jannah Terima kasih ❤️ Salam SJ
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD