44

929 Words
Rion masih tak habis pikir, bagian mana yang menurutnya hanya sebuah keberuntungan, mana mungkin ada orang yang beruntung sampai bisa mengalahkan harimau yang pasti memiliki bobot yang jauh lebih kuat darinya. Jika benar itu hanya sebuah keberuntungan mungkin saat ini dewa keberuntungan tengah berpihak padanya. Mungkin keberuntungan itu juga yang bisa membuat Andreas menang. Ketika berharap Andreas menang, Rion tak pernah marah ataupun tak pernah iri, malah ia berharap jika ia tak bisa memenangkan ujian itu ia berharap Andreas bisa mendapatkan kemenangan yang tak ia dapatkan. Ia yakin Andreas lebih berhak daripada orang lain, karena Andreas adalah orang yang benar-benar baik menurutnya. Rion belum pernah menemukan orang yang seperti Andreas, begitu baik dan merasa tak bisa melakukan apapun padahal ia lebih berhak dari siapapun itu, maka dari itu Rion menganggap Andreas adalah orang yang selama ini tak pernah ia temukan di mana pun itu. Bahkan saat bersama teman-temannya di sekolah elit dulu. Bahkan dari mendengar cerita Andreas saja yang mengatakan bahwa dirinya anak yatim piatu yang bisa bersekolah di sekolah orang pemerintahan itu saja sudah membuktikan bahwa Andreas bukan hanya baik tapi juga pintar, jika tidak mana mungkin ia bisa mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di sana, jika bukan hanya karena mereka kasihan. Sedangkan itu diwaktu yang sama tapi berbeda tempat, seorang peserta bernama Liones masih saja menunggu kapan waktu ujiannya di langsungkan. Ia sudah menunggu sejak babak kedua di mulai, tapi sampai saat ini ia juga belum mendapatkan titik koordinat yang menunjukkan kapan ia bisa melaku kebabak selanjutnya, ia terasa seperti dilupakan. Liones yang tak lain adalah adik dari Deren, asisten dari senat pemerintahan yang juga wakil dari Mauri. Meskipun kakaknya memiliki jabatan di pemerintahan, tapi hal itu tak membuat Liones bisa lolos dari ujian itu. Ia harus tetap mengikuti ujian itu sampai waktu yang ditentukan, saat ini pun ia masih menunggu. *** Mahen sudah mendapatkan titik koordinatnya, kemudian ia mulai mencari di mana letak bendera itu. Setelah mendapatkannya ia berjalan menuju kesana, tapi tak lama saat ia menuju tempat bendera itu seorang peserta dengan tubuh sedikit gempal datang dari arah yang berlainan dengannnya dan sepertinya itu musuhnya, lalu peserta itu yang membawa pedang menghadangnya. Mahen bersiap menghadapi peserta yang tak lain Ken itu. Ken berlari kencang lalu terus berusaha menerjang tubuh Mahen, Mahen berulang kali menghindar. Sambil menghindar ia memutar dan menendang punggung bawah dekat tulang ekor Ken. Ken terkejut dan terjatuh, pedangnya terlepas dari tangan, tulang dahinya terbentur akar pohon besar yang mencuat keatas. Begitu juga tulang pipinya. Ken berbalik dan berusaha bangun, lalu memegang dahinya yang berdarah dan nyeri. Namun, dengan secepatnya ia tersadar dan berniat mengambil pedangnya. Mahen menginjak tangan kanan Ken dengan kencang, Ken berteriak kesakitan. Beberapa peserta yang dekat dengan mereka mungkin bisa mendenarnya. "Lepaskan tanganku!" teriak Ken pada Mahen. "Jika kulepaskan kau bisa mengambil pedang itu dan membunuhku," ujar Mahen. Lalu sebelah kakinya mendang pedang milik Ken agar menjauh. Melihat Ken yang tak berdaya, Mahen mengangkat sabitnya dan berusaha mengenai tubuh Ken. Namun, sebelum ujung runcing mata sabit itu hendak menyentuh Ken. Ken dengan kuat berbalik dan membuat kaki Mahen terlepas membuat Mahen terkejut. Kemudian berulang kali Ken menyerang dengan pedangnya dan berusaha mengenai Mahen. Mahen bertahan sekuat tenaganya, jika dibandingkan Ken yang gempal dan besar ia memang kalah jauh. Namun, ia harus bertahan sampai ada saatnya. Kabur bukan pilihan yang tepat, ia tak bisa melakukan itu saat ini. Lariannya juga tak kencang, lahi pula jika ia lari saat ini itu sama saja ia gagal dalam ujian babak kedua. Ia tak ingin gagal, ia ingin membuktikan pada semua orang termasuk keluarga Dailos bahwa dirinya mampu berdiri sendiri tanpa bantuan dari orang lain maupun keluarganya sendiri, ia ingin bangkit dan berdiri sendiri. Kini Mahen harus bertarung dengan Mahe itu, ia semakin merasa terpojok dan hanya mampu terus bertahan. Ken menekan setengah tombaknya pada bagia senjata sabitnya. Mahen menahan dengan sangat kuat, ia rasa kedua tangannya ingin patah, tulang tangan atas dan bawah serasa ingin lepas. Kuat sekali. Ken melihat titik lemah ditubuh Mahen. Ia menendang dengan kuat pinggang kanan Mahen dengan kaki kirinya. Sesaat kemudian Mahen terpental dan jatuh. Sabitnya ikut terlempar entah kemana. Mahen memegang pinggang kirinya yang terasa nyeri, untung saja tak terkena paru-paru bawah. Ia berusaha bangkit, tapi dengan cepat Ken menendang pipinya sangat kencang. Darah keluar dari bibir bawah dan hidung Mahen, ia terbatuk sesaat dan tak berdaya. Melihat Mahen yang tak bisa melakukan apapun, Ken kembali mendekat dan berusaha menghujamkan ujung tombaknya seperti yang ia hendak ia lakukan pada musuh-musuhnya. Ken berteriak ia memasang wajah puas, lalu, Jleb! Benda tajam putih itu mengenai perut tembus keperut punggung belakangnya, membuat Mahen terkapar tak berdaya. Dan tak berapa lama ia sudah tak sadarkan diri, kini Ken menarik pedangnya dari tubuh Mahen membuat darah mengambang banyak di sekitar Mahen. Kemudian tanpa peduli mahen mengambil bendera di batang pohon itu tanpa harus peduli bahwa Mahen bisa bangkit lagi. Karena dalam keadaan seperti itu Mahen hanya perlu menunggu kematian saja, ia sudah kehilangan banyak darah dan juga tak sadarkan diri. Kini ia tak lagi bisa melakukan apapun, ia sudah kalah sebelum ujian itu selesai, ia pikir bisa mengalahkan Ken dan mendapatkan bendera itu tapi nyatanya tidak, ia malah di pencundangi dengan keinginan dirinya sendiri. Ia tak bisa melakukan apapun kini, ia sudah kalah dan gagal dalam menjalankan harapannya. Sebelum kematiannya ia sadar bahwa apa yang ia lakukan selama ini adalah sebuah kesalahan, jika saja ia tak banyak berkata akan menang dalam ujian itu ia mungkin saat ini masih hidup enak bersama dengan keluarga dan menikmati sekolahnya. Namun, ia tak akan bisa lagi ia akan mati di sana, bersama dengan anak-anak yang kalah lainnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD