40

1238 Words
Andreas sudah begitu jauh dari tempat di mana ia mengalahkan Jugo tadi, sudah setengah jam juga berlalu ia sudah di nyatakan lolos dalam babak kedua itu. Ia bisa bernapas lega kini sambil melambatkan langkah kakinya sesaat. Ia masih tak habis pikir bagaimana mungkin ia bisa mendapatakan bendera itu saat yakin akan kalah. Keberuntungan masih terus berpihak padanya, mungkin jika diukur dengan level keberuntungannya miliknya pada tingkatan paling atas dan tak bisa berubah dengan mudahnya. Andreas sendiri bahkan bingung dengan apa yang terjadi, ia bisa mengalahkan harimau yang begitu besar, mengalahkan Jimmy yang kuat, dan membunuh Tron, serta yang terakhir ia mengambil alih bendera yang berada di tangan Jugo hanya karena peserta itu terpeleset dan tak sadarkan diri di tempat yang sama. Jika dipikir apa keberuntungan miliknya bisa berubah menjadi nasib buruk bagi orang yang berhadapan dengannya, jika benar begitu harusnya ia tak bertemu mereka. Bisa saja mereka mengalami nasib buruk karena ulah dirinya yang terlalu beruntung. Andreas menggelengkan kepalanya agar tersadar dari hal-hal terkait keberuntungan itu, ia saat ini berada di arena ujian, meskipun ia bisa beristirahat dengan tenang sampai babak ketiga dimulai. Ia tak harus takut berhadapan dengan peserta lain lagi, seperti halnya babak pertama. Meskipun ia masih merasa was-was jika nantinya Jugo balas dendam dengan dirinya jika sudah sadarkan diri. Mungkin ada sebagian peserta yang merasa lebih baik mati bersama daripada harus menyerahkan sebuah kemenangan, lagi pula keluar dari sana dalam keadaan hidup juga bukanlah sebuah hal yang indah, karena keluar dari ujian mematikan mereka harus menjalani hukuman yang jauh lebih berat lagi karena mereka yang keluar dalam keadaan hidup-hidup dianggap telah gagal menjalakan ujian dengan baik. Hukuman bagi mereka yang keluar dalam keadaan gagal sama halnya mereka yang mengundurkan diri sebelum ujian dimulai, entah itu hukuman mati atau di lempar kepulau Tosla. Sesuatu hal yang sangat mengerikan. Kini Andreas duduk di tanah dengan bersandarkan sebuah batu besar yang tertutup rimbunnya pepohonan besar dengan banyak semak belukar seakan tempat itu tak pernah terjamah sama sekali. Andreas menatap kearah langit yang saat itu tengah membiru, meskipun langit itu jauh dan tertutup selubung sekat berwarna bening. Andreas tak tahu berapa banyak selubung yang terpasang hingga mampu menutupi hutan dan gurun yang begitu luas. Orang-orang bilang luas arena itu lebih dari 4 hektar dan itu ada di setiap 20 provinsi yang melakukan ujian yang sama. Berarti ada lebih dari 80 hektar yang sengaja di bangun hanya untuk ratusan adu beradu saling membunuh satu sama lain. Andreas tak habis pikira bagaimana pendahulunya berpikir bahwa mengadu manusia lawannya hewan dapat menyelesaikan masalah yang rumit tentang kependudukan, kenapa mereka tidak dipaksa saja untuk berhenti bereproduksi, misalnya dengan mengangkat rahim atau menghentikan jalur seksualitasi pada pria? Seperti halnya negara-negara adidaya dulu sebelum adanya perang dunia. “Heh, capek ya,” ujar sebuah suara mengganggu Andreas yang tengah melamun. Mendengar suara itu Andreas kaget dan langsung berjaga. “Tenang, aku tak akan mengganggumu.” Setelah mengucapkan itu orang yang membuatnya tersadar dari melamun tadi, ikut duduk di samping Andreas sambil bersandar di batu yang sama dengan Andreas. “Namaku Rion, Garion Fasto,” sambung orang itu yang tak lain juga sama seorang peserta dengannya. Andreas belum menjawab, ia malah memperhatikan pesertra seumuran dengannya yang mengaku bernama Rion tadi. Ia membawa senjata sabit dengan bendera biru di tangannya, yang berarti ia juga salah satu dari peserta yang lolos di babak kedua, sementara senjata sabitnya mengingatkan dirinya dengan Mahen yang tempo hari bertemu dengannya. “Aku Peter Andreas, panggil saja Andreas,” ucap Andreas memperkenalkan dirinya pada Rion. Entah perkenalan keberapa yang telah ia lakukan selama di tempat ujian itu. Tempat ujian itu kadang seperti tempat yang tenang dan saling mengenal, lalu selebihnya sangat begitu mematikan. “Nama yang bagus. Kau dari sekolah apa?” tanya Rion. Setiap kata yang keluar dari mulut Rion begitu enteng dan seakan membuat lega orang yang mendengarnya, sedangkan Andreas tak bisa berpikir yang aneh tentang pemuda yang ada di sampingnya. Rion terlihat baik dan memang sangat baik terlihat dari luarnya. “Briana High School, kau sendiri?’ kata Andreas mencoba untuk ramah. Sesaat ia ingin terlibat obrolan dengan seorang teman selain Luis, ia ingin merasakan berbincang dengan orang lain selain keluarganya, ia ingin tahu apa enaknya berbicara dengan orang yang bukan keluarganya. Andreas yang pendiam jarang memiliki teman, bahkan di sekolah ia anak yang tak mudah bergaul. “Anak dari sekolah pemerintah ternyata. Aku dari Mountran High School, di kota Norch,” ucap Rion mengatak di mana sekolahnya. “Kota Norch Provinsi ke-7, bukan?” tanya Andreas, Rion hanya mengangguk. Mengingat kota Norch entah kenapa ia jadi mengingat tentang Jimmy, lawannya yang tempo hari ia kalahkan itu juga dari provinsi dan kota yang sama dengan Rion. Jika benar begitu bearti mereka satu sekolah, kemungkinan Jimmy dan Rion berteman sangat besar. Andreas jadi merasa tak enak karena telah membunuh Jimmy, tapi jika tidak maka pastinya ia yang akan dibunuh, karena Jimmy sudah mencoba melakukan hal itu dari belakang. “Kau kenal Jimmy?” sambung Andreas dengan bertanya lagi, ia bertanya dengan sangat pelan. “Kenal, kami satu sekolah tapi beda kelas, anak yang cukup baik dari keluarga kaya raya, ada apa?” kini Rion yang bertanya pada Jimmy. Rion memang mengenal Jimmy, pemuda yang menurut Rion cukup baik dan populer di sekolahnya, meskipun ia dan Jimmy satu sekolah mereka tak begitu akrab karena ia tak pantas berteman dengan Jimmy si anak populer dari keluarga kaya raya. Keluarga Jimmy adalah salah satu pemilik bisnis terbesar di kota Norch bahkan sebagian provinsi ke-7. Berbeda dengan dirinya yang hanya anak seorang janda, meskipun ibunya juga memiliki bisnis yang cukup besar bagi seorang perempuan yang tak memiliki suami lagi. Meskipun begitu Rion tak pernah memikirkan hal itu, ia memiliki kasta sendiri dengan teman-temannya yang baik dan bersahaja, ia tak pernah merasa kekurangan sama sekali. “Aku melawannya tempo hari dan membunuhmu,” kata Andreas dengan nada yang masih di tekannya ia takut jika Rion marah dan melakukan balas dendam karena telah membunuh teman satu sekolahnya itu. “Tak apa, aku tak merasa kehilangan karena kami memang tak begitu dekat,” ujar Rion. “Diujian ini hanya ada dua pilihan, jika kau tak kalah maka kau akan mengalah. Jadi biasakan saja dirimu dengan itu.” Andreas mengangguk mendengar hal itu, ia memang berlebihan berpikir karena ia takut membuat hati orang lain sakit sampai ia tak memikirkan dirinya sendiri yang merasa bingung dan tertekan dengan semua yang ada. Kemudian keduanya terlihat obrolan yang cukup seru, berbagi cerita satu sama lain. Andreas bercerita pada Rion pada ia mendapatkan bendera itu setelah bertahun dengan seorang peserrta yang membawa senjata pedang, ia sebenarnya tak mengalahkannya ia terjatuh sendiri dan tak sadarkan diri setelah kepalanya terbentur akar pohon di tanah. Sedangkan Rion mengatakan bahwa ia mendapatkan bendera itu setelah bertarung dengan peserrta perempuan yang menggunakan panah, ia hampir kalah tapi berhasil lolos. Rion mengatakan bahwa perempuan itu meskipun terluka masih sangat kuat. Dari ciri-ciri yang dikatakan Rion perempuan itu mirip sekali dengan Shin, padahal sebelumnya Jimmy mengatakan bahwa ia telah membunuh dan menghasibi Shin lebih dulu. Jika yang dikatakan Rion benar berarti yang dikatakan Jimmy itu salah dan anehnya ia berpikir bahwa itu kenyataan. Ia mendnegar kekalahan Shin saat itu ia meras bahwa ia tak bisa berbuatr banyak pada orang yang sudah menolongnya dari cakaran harimau, meskipun ia sudah membantu Shin saat hampir terbunuh Tron, tapi itu terasa sangat kurang. Kini ia juga tahu hal yang menyakitkan bahwa Shin telah dikalahkan oleh Rion dalam pertarung di abbak kedua memperebutkan bendera biru.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD